Dalam kesempatan Bulan Ramadhan ini, saya menyampaikan harapan pada segenap kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia, sebuah harapan yang tulus semoga Bulan Suci ini membawa kebaikan tak terhingga terutama kedamaian bagi para penganutnya. Begitu banyak kaum Muslimin, di Palestina, Chechnya, Kashmir, Turkestan Timur, Indonesia, dan negara-negara lain memasuki bulan ini dalam suasana kekerasan, konflik, dan perang. Keinginan satu-satunya dari orang-orang tak berdosa yang terjebak dalam kemiskinan, kelaparan dan wabah penyakit adalah dapat hidup di bawah naungan agama mereka, dalam atmosphere kedamaian dan stabilitas serta hidup dalam suasana aman tanpa gangguan.
Agar segala permasalahan yang muncul tersebut berakhir, segenap kaum Muslimin harus bersatu padu, melakukan usaha serius untuk menjadikan nilai-nilai Alquran tersampaikan dan membumi, dan bekerja sama membantu sedapat mungkin kaum Muslimin yang membutuhkan pertolongan. Bulan Ramadhan amatlah penting terutama ketika kerjasama dan saling bantu dikedepankan. Yang paling penting di sini adalah jangan berpikir bantuan seperti apa yang sebaiknya saya berikan? Akan tetapi bekerjalah dengan setulus hati. Yang tak boleh dilupakan adalah, bahwa Allah Tuhan Semesta Alam, yang akan menentukan keberhasilan segala upaya ini dan menerima doa orang-orang beriman yang setia kepada-Nya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang berlimpah pahala, seperti digambarkan dalam Alquran yang diturunkan sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia, di dalamnya juga terdapat malam yang memiliki nilai lebih baik dari pada seribu bulan, Lailatul Qadr (QS. Al Qadar:3). Selama Bulan Ramadhan, seluruh umat Muslimin di dunia menjalankan perintah puasa, sebagai wujud rasa syukur kepada Allah, atas segala rahmat yang telah diberikan-Nya pada mereka.
Dalam Surat Al-Baqarah, Allah menyatakan perihal Bulan Ramadhan sebagai berikut:
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpusa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Baqarah [2]: 185)
Menunaikan kewajiban berpuasa untuk mencapai ridha Allah adalah suatu bukti keimanan yang kuat, kesucian jiwa, keikhlashan hati, dan rasa takut kepada Allah. Puasa adalah suatu bentuk penyembahan khusus antara hamba dan Allah sebagai Tuhannya, karena hanya Allah yang mengetahui 'azam/niat seseorang, keikhlashan, kemurnian dan perhatiannya atas amalan yang halal dan yang haram, termasuk ketika seseorang menunaikan kewajiban ini. Tak seorangpun mengetahui apakah seseorang berpuasa untuk memberi kesan kepada orang-orang sekitarnya ataukah untuk maksud lain di luar tujuan suci yang utama. Orang yang berpuasa diberi imbalan sebagai amalan sesuai dengan apa yang ada dalam pandangan Allah.
Rasulullah memberi berita yang menggembirakan kepada umatnya dalam sebuah hadits: Sungguh! kebahagiaanlah bagi orang-orang yang melalui bulan (Ramadhan) ini dengan berpuasa, beribadah, dan melakukan amal kebaikan (amal sholeh)!
Allah menyampaikan kewajiban berpuasa ini dalam Alquran Surat Al Baqarah:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah [2]: 183)
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas, salah satu alasan mengapa puasa diwajibkan adalah agar manusia bertakwa dan mampu menahan hawa nafsunya. Satu-satunya cara untuk melakukannya adalah percaya (beriman) kepada Allah dengan hati tulus, mematuhi segala perintahnya dan menjauhi godaan hawa nafsunya. Dengan demikian, moralitas seseorang akan tumbuh baik seiring dengan waktu, keimanannya semakin mendalam, dan ketakutannya pada Allah makin kokoh.
Akan tetapi, satu hal penting bahwa keimanan yang suci, do'a yang tulus, dzikir pada Allah dan keinginan untuk mengekang hawa nafsu seharusnya tidak surut dengan berakhirnya bulan puasa. Seseorang dengan keimanan yang teguh memancarkan moralitas/semangat Ramadhan bahkan setiap saat dalam hidupnya. Allah telah membuat kewajiban berpuasa hanya pada saat tertentu, dan memerintahkan manusia untuk menjauhi hal yang terlarang/salah. Manusia harus menjauhi hal-hal terlarang sepanjang hidupnya, mendengarkan suara hati nurani, berusaha mendapatkan keridhaan Allah dan kembali hanya kepada-Nya. Inilah moralitas yang disenangi oleh Allah. Melakukan hal-hal yang berlawanan dengan ibadah, doa dan dzikir pada Allah selama Bulan Ramadhan, dan menjauhi kebenaran yang tercantum dalam Alquran, sesaat setelah Bulan Suci ini berlalu, merupakan perbuatan yang dimurkai Allah. Hal ini dikarenakan pada Hari Pengadilan setiap orang akan diminta untuk menghitung seluruh amal perbuatannya, besar atau kecil, dan akan diganjar dengan ganjaran yang setimpal.
Barang siapa bertakwa dan mendengarkan hati nuraninya akan selamat, dan barang siapa menolak dan membantah Allah akan mendapatkan adzab yang tiada akan pernah berakhir di neraka.