Yesus adalah salah seorang nabi yang hidupnya digambarkan secara detail di dalam Al-Quran. Ia lahir ke dunia tanpa seorang ayah, sebagai suatu mukjizat dari Allah. Al-Quran mengungkapkan kelahirannya yang ajaib sebagai berikut.
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebaikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. |
... Al-Masih, Isa putra Maryam, adalah utusan Allah dan kalimat-Nya, yang Ia sampaikan kepada Maryam, dan Roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. (QS. 4: 171)
Tatkala Jibril muncul di hadapan Maryam dalam sesosok manusia, ia memberitahukan bahwa Maryam akan melahirkan Yesus. Allah mengungkapkan sifat-sifat keajaiban dan unggul yang dimiliki Yesus kepada Maryam bahkan sebelum ia dilahirkan. Al-Quran juga menyatakan bahwa Yesus adalah sosok terpilih dan terhormat di kedua dunia, dan bahwa ia akan memperlihatkan berbagai mukjizat.
Sewaktu para malaikat berkata: “Maryam, Allah memberitakan kepadamu kabar gembira dengan sebuah Kalimat yang datang dari-Nya. Namanya Al-Masih, Yesus, putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk di antara orang-orang yang dekat. Ia akan berbicara kepada orang-orang dalam buaian dan ketika dewasa akan menjadi salah satu dari orang-orang yang saleh.” (QS. 3: 45-46)
Lingkungan tempat tinggal Maryam mempunyai pemikiran-pemikiran dangkal yang bermacam-macam tentang Yesus tepat sejak kelahirannya, dan bahkan berusaha memfitnah Maryam. Al-Quran menyebutkan reaksi orang-orang yang tidak percaya akan kelahirannya yang ajaib ini dan bahwa ia adalah keajaiban dari Sang Pencipta, bahkan ketika ia masih dalam buaian.
Ia [Maryam] membawanya [Yesus] kepada kaumnya sambil menggendongnya. Mereka berseru: “Wahai Maryam! Kau telah melakukan perbuatan yang tidak waras ! Wahai saudara perempuan Harun, ayahmu bukanlah seorang penjahat dan ibumu bukanlah seorang pezina!” Maryam pun menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana bisa seorang bayi yang dalam buaian berbicara?” Ia [Yesus] berkata: “Aku ini adalah hamba Allah. Dia memberiku Al-Kitab dan menjadikanku seorang nabi. Ia menjadikanku seseorang yang diberkati di mana saja aku berada dan telah memerintahkan kepadaku untuk mendirikan salat dan menafkahkan harta selama aku hidup. Dan [Ia memerintahkanku] untuk berbakti kepada ibuku. Ia tidak menjadikanku seorang yang celaka maupun sombong. Kesejahteraan semoga dilimpahkan pada hari aku dilahirkan, hari aku meninggal, dan hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS. 19:27-33)
Yesus memperlihatkan, atas kehendak Allah, banyak mukjizat lainnya, seperti menyembuhkan orang buta dan orang yang sakit serta menciptakan seekor burung dari lumpur dan membuatnya terbang.
Ingatlah ketika Allah berfirman: “Isa, putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu aku menguatkanmu dengan Ruhul Kudus sehingga kamu dapat berbicara dengan mereka dalam buaian dan ketika kamu dewasa; di waktu Aku mengajarkanmu Al-Kitab dan Hikmah, dan Taurat serta Injil; ketika kamu membentuk seekor burung dari tanah liat atas izin-Ku, dan kamu meniupkan nyawa ke dalamnya dan menjadikannya seekor burung atas izin-Ku; menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit kulit atas izin-Ku; ketika kamu menghidupkan kembali orang yang mati atas izin-Ku; dan ketika Aku menghalangi Bani Israil dari membunuhmu di kala kamu mengemukakan kepada mereka pertanda-pertanda yang jelas dan mereka yang tidak percaya berkata: Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.” (QS. 5: 110)
Di balik semua mukjizat ini, beberapa di antaranya seperti yang disebutkan di atas dan fakta bahwa ia dapat memberitahukan kepada orang-orang apa yang telah mereka makan dan apa yang telah mereka sembunyikan dan menyebut Nabi Muhammad saw. dengan sebutan ‘Ahmad’, hanya segelintir orang dari kaumnya yang sungguh-sungguh percaya padanya.
Giovanni Bellini, Madonna and Child, Three Musical Angels, and SS. Francis, John the Baptist, Job, Dominic, Sebastian, and Louis of Toulouse, known as the St. Job (Giobbe) Altarpiece. c. 1480. Galleria dell'Accademia, Venice, Italy. |
Isa berkata, Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)-nya yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.” |
Seperti semua nabi yang memiliki rasa cinta dan kepatuhan, tunduk kepada Allah, dan semua yang dijadikan contoh teladan bagi umat manusia, Yesus berjuang melawan orang-orang kafir dalam kaumnya dan orang-orang yang sesat di sepanjang hidupnya. Ia mengatakan bahwa banyak dari keturunan Bani Israil yang telah berpaling dari nilai- nilai moral religius, dari nilai-nilai moral ketuhanan dan juga kebenaran mengenai eksistensi dan ke-Esaan-Nya. Ia menyerukan pada umatnya untuk beriman kepada Allah, menjauhi perbuatan dosa dan tercela, serta melakukan perbuatan baik. Ia juga memperingatkan mereka tentang kefanaan alam dunia dan kematian, serta menyerukan untuk menyembah, takut, dan tunduk hanya kepada-Nya.
Pada masa hidupnya, kawasan Laut Tengah dan sekitarnya diperintah oleh penguasa Romawi. Agama Romawi, yang serupa dengan agama-agama yang ada di sekitarnya, menganut paham politeisme dan hal-hal yang bersifat takhayul. Dewa-dewa khayalan dalam mitologi Yunani juga terdapat dalam mitologi Romawi, tetapi menggunakan nama yang berbeda. Umat Yahudi yang tinggal di Palestina merupakan suatu kaum minoritas kecil yang berada dalam kekuasaan Kekaisaran Romawi. Kendati demikian, Roma tidak terlalu mencampuri urusan kepercayaan mereka dan urusan-urusan dalam negeri mereka. Akan tetapi, pada permulaan abad kedua Masehi, umat Yahudi memasuki suatu periode pemecahbelahan internal. Dengan adanya Perjanjian Lama serta tradisi Yudaisme yang diinterpretasikan dengan cara-cara yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, beberapa aliran baru muncul dan perselisihan-perselisihan yang cukup serius mulai terjadi. Perselisihan-perselisihan ini menyebabkan ketidakpastian dan kekacauan dalam masyarakat Yahudi, dan kekacauan yang terjadi berikutnya tidak dapat ditumpas. Akibatnya, aliran Yudaisme melepaskan diri agama ketuhanan yang Allah turunkan pada Musa a.s. dan dikorupsi dengan menambahkan kepercayaan- kepercayaan takhayul dan hukum-hukum yang mengada-ada.
Yesus diutus untuk menuntaskan perbedaan-perbedaan ini dengan cara mengajarkan mereka sekali lagi tentang agama ketuhanan, yang esensinya telah disimpangkan, dan untuk menghapus kepercayaan takhayul yang mereka yakini.
Dan tatkala Isa datang membawa petunjuk-petunjuk yang nyata, ia berkata: “Aku datang kepadamu dengan membawa hikmah dan untuk menjelaskan kepadamu beberapa hal yang kamu perselisihkan tentangnya. Maka, tunduklah [dan taatlah] kepada Allah dan taatlah kepadaku. Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Ia. Ini adalah jalan yang lurus.” Lalu berselisihlah golongan-golongan yang terdapat di antara mereka. Celakalah mereka yang orang-orang yang zalim dengan siksaan di hari penyiksaan nanti! (QS. 43: 63--65)
[Yesus akan berkata:] “Aku datang membenarkan Taurat yang telah ada sebelumku dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang dulu diharamkan untukmu. Aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda dari Tuhanmu. Maka, tunduklah [dan taatlah] kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. 3: 50)
Misi Yesus menimbulkan suatu kecemasan besar di kalangan orang-orang yang memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo mereka, meskipun hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai moral religius. Kalangan orang-orang seperti ini dikendalikan oleh para pemuka agama palsu dan individu-individu lainnya yang menganggap dirinya sebagai rekanan Allah. Beberapa pemikiran religius mereka memperoleh status yang cukup penting di antara masyarakat dan hal ini meningkatkan keuntungan materi yang mereka dapat. Alih-alih mengikuti nilai-nilai moral yang sepantasnya yang diwajibkan agama, mereka mendukung ketidakadilan, kekejaman, penipuan, dan politeisme, yang seluruhnya mendukung kepentingan mereka. Mereka melakukan tindakan- tindakan penyembahan tertentu berdasarkan pendapat mereka sendiri dan hanya untuk dipamerkan, gagal melindungi agama ketuhanan yang diusung Musa a.s., serta menambahkan banyak sekali takhayul dan kekeliruan. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Quran: “Celakalah bagi mereka yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri seraya berkata: ‘Ini dari Allah’ untuk dijualnya demi memperoleh keuntungan yang sedikit!” (QS. 2:79). Apalagi, beberapa teolog Yahudi bahkan mengubah ketentuan dan aturan-aturan yang terdapat dalam lima buku pertama dari Kitab Perjanjian Lama.
Bagaimanapun, Yesus meminta orang-orang ini untuk menyembah, tunduk dan taat, mencintai, dan hidup hanya untuk Allah. Ia mengatakan pada mereka bahwa mereka perlu menunjukkan moral yang pantas untuk memperoleh rida Allah, berpaling dari kepercayaan takhayul, serta menjauhi perbuatan ketidakadilan. Ia menasihati bahwa mereka seharusnya berhenti menipu diri sendiri serta masyarakat dan memperoleh keyakinan yang tulus. Mukjizat-mukjizat yang dimilikinya jelas-jelas memperlihatkan bahwa Allah telah memilihnya dari seluruh dunia, mendukungnya dengan ilmu pengetahuan serta kekuasaan, dan menjadikannya seorang nabi yang paling berharga. Keimanan Yesus yang begitu kuat, nilai-nilai moral agung yang dimilikinya, pemahamannya yang tinggi, dan kata-katanya yang bijak membangkitkan rasa kekaguman yang luar biasa di kalangan umatnya. Bagaimanapun, mereka yang bersikeras mempertahankan versi agama ketuhanan yang telah disimpangkan menolak untuk menaatinya.
Sewaktu Yesus berada di antara umatnya, hanya segelintir orang yang mengikuti ajarannya. Al-Quran menyatakan hal ini ketika umatnya tetap bertahan pada pembangkangan mereka. Ia bertanya siapa yang akan menjadi penolongpenolongnya.
Marco Basaiti, La Vocazione dei figli di Zebedeo, Venice, 1510 |
Al Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya. |
Tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil), bertanyalah ia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku demi Allah?” Para sahabatnya menjawab: “Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah. Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasulmu, maka masukkanlah kami di antara orang-orang yang menjadi saksi.” (QS. 3: 52-53)
Salah satu ciri utama orang-orang yang benar-benar beriman adalah bahwa mereka percaya dengan adanya misteri-misteri yang belum tersingkap dan mematuhi rasul-rasul tanpa rasa keraguan sedikit pun. Orang-orang beriman semacam ini tahu bahwa setiap kata yang diucapkan oleh rasul-rasul Allah adalah benar sehingga mereka memercayai rasul-rasul tersebut sepenuhnya, menaati mereka, dan mencintai serta menghormati mereka. Sebagaimana yang dikatakan dalam “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri” (QS. 33:6), rasa kesetiaan ini adalah yang paling utama dari segala bentuk rasa cinta lainnya. Terlebih lagi, kesetiaan sahabat-sahabat Rasulullah saw. dan perlindungan mereka terhadapnya selama peperangan melawan orang-orang kafir merupakan suatu contoh yang baik mengenai rasa kesetiaan.
Selain penindasan orang-orang kafir Romawi dan kemunafikan beberapa penganut ajaran politeisme Yahudi, begitu pula dengan perlawanan orang-orang Yahudi terkemuka yang hanya mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri, fakta bahwa Yesus hanya mempunyai segelintir pengikut menarik perhatian kita terhadap keadaan serbasulit yang dialaminya. Kendati demikian, pastinya terdapat suatu nilai kebijaksanaan yang luar biasa terhadap apa yang ia perjuangkan dalam masa-masa sulit seperti itu. Yesus dan para pengikutnya yang setia serta tulus yang menaatinya menunjukkan kesabaran yang luar biasa, atas izin Allah, dalam keadaan-keadaan yang serba diuji dan akan menerima balasan yang setimpal di sisi-Nya. Situasi-situasi semacam ini sesungguhnya sangat berharga karena semakin meningkatkan ketetapan hati dan rasa kesetiakawanan, memperkuat iman mereka, dan memupuk rasa cinta serta pengabdian mereka kepada Allah. Orang-orang yang beriman merasa yakin bahwa semua hal yang mereka alami terjadi karena Ia memang menghendaki, sehingga dengan tulus menerima apa pun yang Allah turunkan kepada mereka. Menyadari bahwa Allah adalah sahabat dan penuntun yang pada akhirnya akan menang.
Allah telah menjanjikan bahwa Ia tidak akan pernah membiarkan mereka yang menyangkal-Nya menang dari orang-orang yang beriman. Karena itu, para nabi dan pengikutnya tak ayal lagi akan menjadi sang pemenang karena Ia menyatakan bahwa jebakan yang mereka pasang terhadap orang-orang yang beriman pasti akan gagal.
....diperlihatkan dengan kesombongan mereka di muka Bumi dan rencana jahat. Namun, rencana jahat itu tidak akan menimpa selain orang-orang yang merencanakannya sendiri. Apakah mereka mengharapkan berlakunya sunah yang menimpa orang-orang yang terdahulu? Sekali-sekali kamu tidak akan menemukan pengganti bagi sunah Allah. Kamu tidak akan menemui penyimpangan bagi sunah Allah itu. (QS. 35:43)
Seperti nabi-nabi lainnya, keteguhan dan kesabaran Yesus bertujuan menyemangati dan menambah rasa antusiasme orang-orang yang beriman. Yesus mengatakan pada para pengikutnya bahwa ujian demi ujian menghadang mereka, namun Allah adalah sahabat dan pelindung mereka. Dengan keyakinannya dan ketaatannya kepada Allah, Yesus memperlihatkan nilai-nilai moral yang agung dan mengatakan pada orang-orang di sekitarnya untuk selalu percaya kepada Allah dan mengingat bahwa Ia sanggup melakukan segalanya. Alkitab juga mengemukakan apa yang dia katakan kepada murid-muridnya sebagai berikut:
Kamu ini, berhati-hatilah. Kamu akan diserahkan kepada majelis agama dan kamu akan dipukul di rumah ibadat. Kamu akan dihadapkan ke muka penguasa- penguasa dan raja-raja karena Aku, sebagai kesaksian bagi mereka. Dan Injil harus diberitakan dahulu pada semua bangsa. Jika kamu digiring dan diserahkan, janganlah kamu khawatir akan apa yang harus kamu katakan. Katakanlah apa yang dikaruniakan padamu saat itu, sebab bukan kamu yang berkata-kata... melainkan ia sang Roh Kudus yang akan bertahan sampai kesudahannya. (Markus 13:9-13)
Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka, atau disembunyikan yang tidak akan diketahui. Apa yang telah kamu katakan dalam gelap akan terdengar dalam terang, dan apa yang telah kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar-kamar akan diberitakan di atas atap rumah. Aku berkata padamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepadamu siapakah yang harus kamu takuti: Takutilah Dia Yang, setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sungguh, aku berkata padamu, takutilah Dia! (Lukas, 12:2-5)
Bahkan, penindasan terhadap para pemeluk Kristen yang pertama terus berlanjut hingga tiga abad kemudian. Banyak dari mereka yang percaya kepada Yesus harus merahasiakan keimanan mereka dan banyak dari mereka yang menyatakan keimanan mereka mengalami penderitaan yang berat, siksaan, dan bahkan, terkadang kematian. Betapapun, rencana terbesar orang-orang kafir tersebut adalah, tanpa ragu lagi, usaha mereka untuk membunuh Yesus Sejumlah besar pemuka Yahudi berkomplot dengan orang-orang kafir Romawi, dan dengan dukungan berbagai orang munafik menyusun sebuah rencana. Setiap tahap direncanakan secara terperinci dan mereka yakin bahwa rencana tersebut akan berhasil. Bagaimanapun, rencana mereka itu dikacaukan melalui cara yang paling tak terduga. Mereka berkhayal seolah-olah telah membunuh Yesus. Namun, kenyataannya, Allah telah mengangkatnya ke sisi-Nya dan melindungi rasul-Nya dari jebakan-jebakan dan tipuan-tipuan mereka. Karena keajaiban inilah, rencana mereka itu gagal.
The Last Supper, Philippe de Champaigne, Musée du Louvre, Paris |
Rencana untuk membunuh Yesus bukanlah suatu peristiwa tersendiri. Di sepanjang sejarah, orang-orang kafir telah menyusun rencana serupa melawan nabi-nabi yang diutus kepada mereka. Dalam Al-Quran, Allah menyatakan bahwa setiap kali seorang rasul diutus untuk umatnya yang belum beriman dan mulai menyerukan pada mereka untuk hidup berdasarkan nilai-nilai moral agama yang sebenarnya, orang-orang kafir pasti akan menyusun jebakan untuknya dan bahkan berusaha membunuhnya.
Kami telah mendatangkan Taurat kepada Musa dan mengirim secara berturut- turut rasul-rasul sesudahnya. Kami berikan kepada Isa, putra Maryam, bukti- bukti yang jelas dan memperkuatnya dengan Ruhul Kudus. Lalu mengapa, setiap kali seorang rasul datang membawa suatu pelajaran kepadamu yang tidak sesuai dengan keinginanmu, kamu menjadi angkuh, dan mendustakan beberapa di antaranya dan membunuh yang lainnya? (QS. 2: 87)
dengan pasukannya, berencana membunuh Nabi kita tercinta, Muhammad saw. dalam suatu penyerangan dini hari, dan meninggalkan Yusuf a.s. di dasar sumur semata-mata karena semua rasul ini berkata, “Allah adalah Tuhan kita”, mempunyai pola pikir yang persis sama, meskipun masing-masing hidup pada zaman yang berbeda. Mereka semua berusaha keras membangkang Allah dan rasul-rasul-Nya, menentang nilai-nilai moral yang dianjurkan Allah, dan bersikap tidak mengacuhkan fakta bahwa perbuatan mereka akan mendapat balasan di akhirat. Kebencian mereka memuncak tatkala nabi-nabi ini memperingatkan mereka mengenai beberapa hal: bahwa mereka adalah hamba- hamba Allah sehingga sudah seharusnya beriman kepada-Nya, menafkahkan harta, serta melakukan perbuatan baik untuk mendapatkan pahala-Nya, bersikap adil dan rendah hati, dan bahwa nabi-nabi ini merupakan orang-orang terpilih dan suci di sisi- Nya. Karena itulah, orang-orang kafir tersebut memasang jebakan terhadap nabi-nabi ini. Mentalitas seperti ini digambarkan sebagai berikut.
... Kami mengutus kepada mereka rasul-rasul. Setiap kali datang seorang rasul kepada mereka dengan membawa apa yang tidak diingini hawa nafsu mereka, sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian lain mereka bunuh. (QS. 5:70)
Rencana serupa juga disusun oleh para pejabat tinggi kota Makkah yang menyembah berhala seraya berharap bahwa mereka dapat mengusir Rasulullah saw. atau mungkin bahkan membunuhnya. Allah memperingatkannya tentang rencana ini. Namun, seiring orang-orang kafir tersebut mengetahuinya, rencana Allah tentunya lebih hebat daripada mereka:
Ketika orang-orang kafir memikirkan daya upaya terhadapmu untuk memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu: mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu karena Allah adalah sebaik-baiknya Pembuat Rencana. (QS. 8:30)
Sebagaimana yang telah kita lihat, orang-orang kafir juga berupaya membunuh Yesus Mereka menelurkan sebuah rencana besar-besaran yang tersusun rapi dan merasa bahwa mereka akan berhasil jika menangkapnya. Berdasarkan sumber-sumber referensi Islam dan sejarah, beberapa penganut politeisme Yahudi menyebarluaskan banyak kebohongan dan fitnah tentang Yesus agar orang-orang Romawi terhasut melawannya karena mereka ingin kerajaan Romawi melakukan suatu tindakan untuk menentangnya.
Al-Quran mengungkapkan rencana mereka ini dalam ayat-ayat berkut.
Tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka, bertanyalah ia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk menjadi penolong-penolong Allah?” Murid- muridnya berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah. Kami beriman kepada Allah. Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi.” Orang-orang kafir itu membuat tipu daya dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Tetapi Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. 3: 52-54)
Allah menggagalkan rencana mereka melalui suatu cara yang sama sekali tidak terduga: mereka diperlihatkan, dan membunuh, seseorang yang menyerupai dirinya. Allah melindungi hamba-Nya yang terpilih dari orang-orang kafir.
Dan [karena] ucapan mereka: “Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah.” Mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, melainkan seseorang yang diserupakannya bagi mereka. Mereka yang berselisih paham tentang dirinya berada dalam keragu-raguan tentang itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali persangkaan belaka. Namun mereka tentunya tidak membunuhnya. Allah telah mengangkatnya [Isa] ke hadirat-Nya. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. (QS. 4: 157--158)
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. |
Ayat-ayat yang lain menyatakan bahwa Yesus tidak mati, melainkan hidup di sisi- Nya. Fakta tentang firman Allah bahwa Ia menggagalkan rencana pembunuhan yang ditujukan padanya merupakan salah satu bukti yang penting bahwa Yesus masih hidup. Jikalau Yesus memang sudah mati, seperti anggapan keliru sebagian orang, orang-orang kafir pastinya telah berhasil dengan rencana mereka membunuhnya. Bagaimanapun, “... Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang- orang yang beriman” (QS. 4: 141). Allah menyatakan bahwa Ia tidak akan membiarkan orang-orang kafir membunuh Yesus Selain itu, banyak ayat lain yang menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan mereka dan kegagalan mereka adalah kehendak Allah. Beberapa ayat yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Mereka membuat makar yang besar, padahal di sisi Allah-lah balasan makar mereka itu, bahkan jika makar mereka itu amat besar sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya. (QS. 14:46)
Allah selalu menggagalkan tipu daya orang-orang kafir. (QS. 8:18)
Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya terhadapmu? Maka orang-orang kafir itu merekalah yang terkena tipu daya. (QS. 52:42)
Allah akan membela orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berkhianat lagi ingkar. (QS. 22: 38)
Mereka merencanakan tipu daya yang sebenar-benarnya. Aku pun membuat rencana yang sebenar-benarnya. Karena itu beri tangguhlah orang-orang kafir itu-beri tangguhlah mereka barang sebentar. (QS. 86: 15--17)
Orang-orang sebelum mereka juga mengadakan makar. Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya dan atap rumah itu jatuh menimpa mereka dari atas. Azab pun datang kepada mereka dari tempat yang tidak mereka sadari. (QS. 16:26)
Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Allah mempunyai anak”. Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya. |
Al-Quran menyatakan, di antara banyak kabar gembira lainnya, bahwa Yesus, salah satu dari rasul-rasul Allah, tidaklah mati dan tidak pula dihukum mati. Supaya lebih jelas, kita akan melakukan pengkajian lebih mendalam dari ayat-ayat yang relevan.
Al-Quran surat 3:55 dan surat 4:157--58 menggarisbawahi ayat-ayat yang mengaitkan bahwa Yesus tidak dibunuh, melainkan diangkat secara hidup-hidup ke sisi Allah. Ketika ayat-ayat ini dikaji kata per kata, kebenaran yang paling penting secara jelas terungkap. Kebenaran lainnya juga diperlihatkan di sini: Yesus, yang kini tinggal dalam keadaan hidup di samping-Nya, akan kembali ke Bumi pada masa akhir zaman. Fakta ini akan dikaji dalam bab berikutnya dari buku ini.
Al-Quran surat 3:55 memberitahukan orang-orang yang beriman bahwa Allah akan “mengambil kembali” Yesus, melindunginya dari orang-orang kafir, dan mengangkatnya ke hadirat-Nya. Banyak ilmuwan dan pakar Islam yang menafsirkan ayat ini menyatakan bahwa itu berarti Yesus tidak mati, sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat berikut.
[Allah berkata:] “Wahai Isa, Aku akan mengambilmu kembali [mutawaffiika] dan mengangkatmu [wa raafi’uka] kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang- orang kafir. Dan Aku akan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang kafir hingga Hari Kiamat...” (QS. 3:55)
Bagian yang memerlukan kajian khusus adalah kalimat “Aku akan mengangkatmu kembali [mutawaffiika] dan mengangkatmu kepada-Ku”. Jika kita teliti lebih dalam kalimat ini, tersirat sebuah kebenaran yang teramat penting: kata kerja yang mengandung makna berbeda dengan apa yang biasanya diartikan dengan “mati”. Kata tersebut yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “mati” berasal dari kata kerja bahasa Arab tawaffaa, yang kata dasarnya adalah waffaa. Kata kerja ini tidak berarti semata- mata kematian, melainkan lebih kepada makna mengambil ruh, atau melepaskan diri. Al-Quran juga menyatakan bahwa mengambil ruh seseorang tidak selalu berarti kematian. Misalnya, sebuah ayat lain yang menggunakan kata kerja tawaffaa yang tidak mengacu pada kematian seseorang, tetapi mengambil ruhnya ketika sedang tidur.
Allah mengambil ruh [orang-orang] pada saat kematian [yatawaffaa], dan orang- orang yang tidak mati [lam tamut] pada saat tidur. Orang-orang yang Dia tetapkan kematiannya [al-mawt], Ia menahan jiwa itu [agar tidak kembali hidup], tetapi Ia melepaskan jiwa yang lain kembali [ke tubuh mereka] sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. 39:42)
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri? dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. |
Kata yang diterjemahkan di sini menjadi “mengambil kembali” adalah sama maknanya dengan kata yang digunakan dalam Al-Quran surat 3:55: yatawaffaa. Ketika seseorang tidak benar-benar mati di waktu malam hari, kata yatawaffaa di sini tidak merujuk pada kematian, tetapi mengambil ruhnya di waktu malam. Jika tawaffaa digunakan dalam pengertian mati, hal itu akan berarti semua orang secara biologis mati ketika sedang tidur. Karena itu, Yesus tentunya akan mati di setiap malam di sepanjang hidupnya. Pernyatan seperti ini adalah tidak rasional dan tidak logis.
Contoh lainnya yang menyatakan bahwa tidur dianggap sebagai semacam kematian, tetapi tidak mengacu kepada mati secara biologis, adalah yang terdapat pada hadis berikut: “Segala puji bagi Allah, Yang telah menghidupkan kami setelah Ia mematikan kami [dalam tidur] (Alhamdulillaah illadhi ahyana ba’da maa amatana; wa ilayhinushuur).” Nabi saw. selalu mengucapkan doa ini setelah ia bangun tidur.”18
Tak ragu lagi, ia menggunakan kata-kata bijak ini bukan untuk merujuk kepada mati secara biologis ketika seseorang tertidur, melainkan “diambilnya” ruh orang yang sedang tidur.
Ibnu Katsir, ilmuwan dan pakar Islam terkenal, menggunakan hadis ini, bersama- sama dengan banyak bukti lainnya dalam komentarnya terhadap Surat Ali Imran, untuk menjelaskan kata tawaffaa yang berarti tidur. Selain itu, ia menunjukkan makna kata tersebut dalam ayat-ayat lainnya. Lalu, ia mengemukakan pendapatnya dengan menggunakan hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim:
Ibnu Abi Hatim berkata bahwa: “Ayahku berkata kepada kami... dari Hassan bahwa makna ayat ‘Aku akan mengambilmu kembali...’ sebagai berikut: Di sini artinya bahwa ‘Aku akan membunuhmu mati tertidur; dengan kata lain, Aku akan membuatmu tertidur.’ Maka, Allah mengangkat Isa a.s. ke langit ketika ia tengah tertidur... Suatu kebenaran yang tidak dapat dibantah, Allah membuat Isa a.s. mati tertidur dan kemudian mengangkatnya ke langit, menyelamatkannya dari kaum Yahudi yang mengakibatkan penderitaan kepadanya pada waktu itu.”19
Imam Muhammad Zahid al-Kawthari, ilmuwan Islam lainnya yang mengkaji makna tawaffaa, menyatakan bahwa hal itu bukan berarti kematian dan menaruh perhatian lebih khusus terhadap penggunaan kata mawt dalam Al-Quran surat 39:42:
Jika Yesus telah mati [yang sebenarnya tidak], kata mawt yang dinyatakan dalam ayat berikut: “Allah mengambil ruh [orang-orang] pada saat kematian” (QS. 39:42), tidak akan dimunculkan..... Hal itu karena, jika, seperti yang telah dinyatakan, Allah mengacu pada kematian secara normal [dalam pengertian biologis], ini seharusnya sudah dinyatakan secara jelas. Karena Allah mengacu pada fakta bahwa umat Yahudi tidak membunuh Yesus, melainkan bahwa ia diambil dan diangkat ke langit, perlu direnungkan makna di luar kematian yang biasa.20
Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah ke belakang (punggung) nya seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah Kitab Allah). |
Syeikh al-Islam Mustafa Sabri, seorang pemikir kontemporer dari ajaran al-Kawthari, mengutip ayat ini sebagai bukti dan membuat penafsiran sebagai berikut: “Jika kita hendak memaknai kata tawaffaa sebagai ‘membunuh’, ruh-ruh sudah pastinya mati.”
Dalam komentarnya terhadap ayat Al-Quran, ilmuwan Islam Maulana Sayyid Abul A’la Mawdudi membuat pernyataan berikut mengenai mutawaffiika, yang tersebut dalam Al-Quran surat 3:55 (kata yang sama yang digunakan pada Al-Quran surat (5:117).
Kata mutawaffiika, dalam tulisan Arab berasal dari kata tawaffaa, yang bermakna “mengambil penyerahan dari” dan “mengambil ruh”, walaupun di sini digunakan dalam makna kiasan. Di sini, kata tersebut berarti “membebastugaskan.”22
Abu Mansur Muhammad al-Maturidi, yang dipandang sebagai salah seorang pakar Al-Quran pertama, juga menyatakan bahwa ayat tersebut tidak mengacu pada kematian Yesus dalam makna biologis yang umum.
Hal yang diacu dalam ayat tersebut tidak berarti meninggal dalam arti kematian, melainkan dalam arti tubuh yang diambil dari dunia ini.23
Para ilmuwan Islam setuju bahwa mutawaffiika berarti bahwa Yesus tidak mati, akan tetapi diangkat ke sisi Allah dan akan kembali ke Bumi. Misalnya, pakar dan ilmuwan terkenal al-Tabari menyatakan bahwa mutawaffiika digunakan dalam makna “memindahkan dari Bumi” dan menafsirkan ayat tersebut dalam pengertian berikut.
Menurut pendapat saya, makna paling logis untuk memahami kata “membawa [pergi] dari Bumi” adalah “menjadikannya sebagai milik”. Dalam hal ini, makna ayat tersebut adalah: “Aku akan mengangkatmu dari Bumi ke langit.” Kalimat selanjutnya dalam ayat itu menegaskan kemenangan [orang-orang mukmin] terhadap orang-orang kafir di Hari Kiamat, yang menegaskan pemikiran yang tersebut di atas.”24
Lebih jauh lagi dalam komentarnya, al-Tabari menyertakan penafsiran-penafsiran lainnya mengenai kata mutawaffeeka. Para ilmuwan Islam menyepakati bahwa penafsiran yang tepat untuk kata tersebut adalah “sejenis tidur”. Menurut Imam Hasan Basri, ilmuwan asal Mesir Muhammad Khalil Herras menyatakan bahwa ayat itu berarti: “Aku akan menidurkanmu dan mengangkatmu ke haribaan-Ku sewaktu kamu tidur.” Dalam komentarnya, al-Suyuti berkata, berdasarkan hadis yang tepercaya, bahwa Yesus tidak mati, dan lalu melanjutkan,
“Dalam hal ini, Yesus diangkat ke langit dan akan kembali sebelum Hari Pembalasan.”25
Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?” Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan. |
Mehmed Vehbi, seorang pakar yang hidup selama tahun-tahun terakhir masa Dinasti Utsmaniyah, menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut.
Wahai Isa, Aku akan membuatmu tertidur dan mengangkatmu ke langit, tempat yang makmur dan singgasana suci-Ku. Aku akan menyelamatkanmu dari kekejian orang-orang Yahudi dan menyucikanmu dari perbuatan kotor orang-orang kafir, menolongmu dari tindakan jahat mereka dengan membawamu pergi dari mereka.26
Ilmuwan besar Islam, Imam Ibnu Taymiyya, menyebutkan Al-Quran surat 3:55 menunjukkan bahwa Yesus tidak mati, namun lebih tepat mengalami semacam “tidur yang seolah-olah mati”. Ia kemudian menulis:
Ayat ini adalah bukti bahwa kematian Yesus bukan mengacu kepada... Kata al-tawaffi [bentuk infinitif dari kata mutawaffeeka yang digunakan] dalam ayat itu menghendaki kematian ruh tanpa tubuh, atau keduanya, namun bersama dengan adanya potongan bukti lainnya yang menjelaskan keadaan-keadaan dalam pengertian tersebut. Maknanya mungkin mati tertidur (seperti dalam Al-Quran surat 6:60). Kata-kata yang terdapat pada bagian terakhir ayat tersebut kira-kira memiliki arti berikut: “Aku akan memisahkanmu dalam keadaan suci dari orang-orang kafir,” yang juga sesuai dengan pengertian atau makna berikut. Apabila tubuh Yesus dipisahkan dari ruhnya, tubuhnya akan berada di dalam tanah, seperti halnya nabi-nabi lainnya.27
Dalam komentarnya, Hamdi Yazir dari Elmali menyatakan bahwa ayat yang dipertanyakan tersebut bermakna berikut.
Menurut pandangan saya, rangkuman dari penafsiran dan keyakinan ini adalah sebagai berikut: Ruh atau nyawa Isa (a.s.), digambarkan sebagai sebuah “kata dari Allah” dan ditegaskan dengan “Ruhul Kudus”, belum dicabut. Ruhnya belum sampai pada saat-saat kematian. “Kata Yang Dimaksud” belum kembali ke pangkuan Allah. Ia masih mempunyai kewajiban di dunia ini.28
Seperti yang telah kita lihat, ayat ini bukan berarti “kematian” dalam makna yang umumnya dipakai dalam bahasa Inggris. Ungkapan dalam ayat ini menyatakan bahwa Yesus ditempatkan dalam suatu kondisi yang serupa seperti tidur dan lalu diangkat ke hadirat Allah. Yesus tidak mati, namun hanya dipindahkan dari dimensi dunia ini atas kehendak-Nya. (Wallahu a’lam).
Ayat lainnya yang menyebutkan kegagalan rencana pembunuhan terhadap Yesus adalah Al-Quran surat 4:157. Ayat ini perlu dikaji bersama-sama dengan ayat sesudahnya karena ayat-ayat tersebut mengungkapkan bahwa orang-orang kafir tidak membunuh ataupun menyalib Yesus, namun dibuat seolah-olah mereka mengira telah membunuhnya dan diangkat ke hadirat Allah.
Dan [karena] ucapan mereka: “Kami telah membunuh Al-Masih [qatalnaa], Isa putra Maryam, rasul Allah.” Mereka tidak membunuhnya [maa qataloohu] dan mereka tidak menyalibnya [maa salabaahu], namun orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka [shubbiha]. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang dirinya berada dalam keragu-raguan tentang hal itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang itu, kecuali persangkaan belaka. Tetapi, mereka tentunya tidak membunuhnya [maa qataloohu]. Allah telah mengangkat dirinya kepada-Nya. Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana. (QS. 4:157-158)
Sebelum mengkaji bukti dalam ayat-ayat ini secara detail, kita perlu memperjelas satu hal penting: kata-kata maa salabaahu, yang diterjemahkan sebagai “mereka tidak menyalibnya.” Akar kata ini adalah kata kerja salabaahu: “menggantung, menghukum, menyalib”. Oleh karena itu, orang-orang yang berkeyakinan bahwa Yesus disalib, sebagai salah satu ajaran agama Kristen, adalah tidak berdasar.
Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia. |
Orang-orang kafir berusaha membunuh Yesus. Meskipun Allah menggagalkan rencana mereka, suatu keadaan yang dibayangkan bahwa mereka telah berhasil membunuhnya telah tercipta. Mereka tidak mampu membunuh ataupun menyalib Yesus. Seseorang yang mirip dengannyalah yang diperlihatkan kepada mereka. Oleh karena itu, mereka yang tetap bertahan pada anggapan bahwa Yesus dibunuh hanya berspekulasi. Dalam komentarnya, al-Tabari menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak mempunyai informasi yang jelas tentang peristiwa tersebut.
Orang-orang Yahudi yang memperdebatkan kematian Yesus merasa tidak yakin apakah ia memang dibunuh atau tidak. Apa yang mereka ketahui tentang isu ini berdasarkan asumsi semata. Mereka hanya tahu sedikit sekali mengenai apakah orang yang mereka bunuh itu Yesus atau bukan. Mereka hanya membayangkan bahwa orang yang mereka bunuh itu Yesus, seperti yang mereka kehendaki. Mereka sesungguhnya benar-benar tidak membunuhnya... karena mereka terus-menerus berspekulasi tentang kematiannya.29
Fakta bahwa mereka telah memiliki keragu-raguan tentang hal tersebut menunjukkan bahwa orang-orang kafir tidak berhasil dengan rencana mereka. Jika mereka memang telah membunuh Yesus, tidak akan tersisa keraguan dan mereka akan merasa yakin telah berhasil membunuhnya. Mari kita kaji hal ini dengan sebuah contoh. Seseorang yang menyulut bara api untuk membunuh seseorang lainnya akan mengetahui apakah korban yang diincarnya telah mati atau tidak. Kalau tidak, harus ada suatu keadaan atau peristiwa yang luar biasa terjadi di sana jika ia memiliki keraguan apakah orang yang dihukum mati itu memang telah benar-benar mati. Jika memang ada keraguan, sesuatu yang di luar batas akal kewajaran pastinya harus terjadi. Orang-orang yang berencana membunuh Yesus seharusnya tidak merasa ragu apakah mereka telah berhasil membunuhnya atau tidak. Bagaimanapun, Allah menyatakan bahwa mereka memang memiliki keragu-raguan tersebut, hanya berspekulasi, dan tidak memiliki informasi yang jelas. Ini adalah salah satu bukti bahwa Yesus tidak mati, melainkan diangkat dalam keadaan hidup ke pangkuan Allah.
Unsur lainnya yang menarik perhatian kita adalah pernyataan, “Allah telah mengangkat dirinya kepada-Nya. Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana” (QS. 4:158). Dalam berbagai kemungkinan, keadaan yang luar biasa seperti ini memperlihatkan kekuasaan paling hebat yang dimiliki Allah (wallahu a’lam).
Berbagai komentar mengenai ayat ini, para pakar dan ilmuwan Islam menggarisbawahi bahwa kata-kata ini melambangkan penyingkapan tabir kekuasaan dan kebijaksanaan Allah. Misalnya, Fakhr al-Din al-Razi berkata:
Allah menyatakan, dalam bagian terakhir ayat tersebut, “Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana.” Maksud di balik keperkasaan di sini adalah kesempurnaan dan kemurnian sifat dari kekuasaan itu, dan bahwa di balik kebijaksanaan terdapat kesempurnaan dan kemurnian sifat dari ilmu pengetahuan. Dengan cara ini, Allah telah memperlihatkan naiknya Yesus dan betapapun peristiwa tersebut terlihat sangat tidak mungkin bagi orang biasa, itu bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila berkaitan dengan kekuasaan dan kebijaksanaan- Nya. Keadaan serupa dapat dilihat pada ayat berikut, “Mahasuci Allah, Yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu perjalanan malam dari Masjid Suci [Masjidil Haram] ke Masjid yang Lebih Jauh [Masjidil Aqsha]...” (QS.17:1). Jadi, meskipun perjalanan itu sangat tidak mungkin terjadi apabila dikaitkan dengan kekuatan yang dimiliki Nabi Muhammad saw., perjalanan itu adalah amat sangat mudah apabila dikaitkan dengan kekuasaan Allah.30
Mehmed Vehbi menafsirkan salah satu unsur kebijaksanaan di balik pembukaan tabir tersebut.
Naiknya Yesus ke langit ditentukan dari ayat ini. Walaupun naik ke langit adalah suatu hal yang tidak mungkin apabila disangkut-pautkan dengan kekuatan manusia, perlu disampaikan bahwa hal ini tidaklah sulit apabila berkaitan dengan kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya. Allah menyatakan dalam bagian sebelumnya dari ayat tersebut bahwa Ia Mahabijaksana dan Mahaperkasa. Untuk menyingkap kesempurnaan ilmu-Nya, Ia menyatakan bahwa Ia adalah pemegang kuasa dan bahwa kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya adalah amat sangat cukup untuk mengangkat Yesus ke langit.31
Hasanayn Muhammad Mahluf mengutip ayat tentang naiknya Nabi Muhammad saw. ke langit seraya berkata:
"Dengan cara yang sama seperti Nabi kita saw. naik ke langit dengan jiwa dan raganya, Yesus pun diangkat dalam keadaan hidup ke langit. Tidak ada yang aneh di sini. Keadaan semacam ini merupakan keajaiban. Tidak perlu adanya perbandingan untuk hal ini. Allah yang memiliki segala kuasa di atas segalanya..."32
Para ilmuwan Islam lainnya berpendapat bahwa Yesus tidak mati dan tidak dapat dibunuh, dan dia masih hidup di sisi Allah. Beberapa komentar mereka adalah sebagai berikut.
Omer Nasuhi Bilmen: “Mereka betul-betul tidak percaya bahwa Yesus dibunuh. Terkaan dan spekulasi semacam ini tidak berdasar. Allah secara terang-terangan Ia menggunakan kekuasaan-Nya untuk mengangkat nabi yang diridai-Nya secara hidup-hidup ke langit. Bagi mereka yang memerhatikan kehebatan kuasa-Nya dan perwujudannya di alam semesta, bersama dengan jutaan ciptaan-Nya, dengan mata hati mereka sendiri, adalah tidak mungkin menganggap peristiwa diangkatnya nabi yang agung ini, baik secara jiwa maupun raga, ke tingkat yang paling tinggi sebagai suatu kisah yang mengada-ada.”33
Hasanayn Muhammad Mahluf: “Keyakinan umat Islam adalah sedemikian: Yesus tidak disalib maupun dibunuh, melainkan diangkat dalam keadaan hidup-hidup jiwa dan raganya ke langit. Ia akan terus hidup di langit selama yang Allah kehendaki...”34
Imam Zahid al-Kawhari: “Orang-orang Yahudi bermaksud membunuh Yesus secara fisik, tetapi Allah menggagalkan rencana mereka dengan menyelamatkan tubuh Yesus dan mengangkatnya ke hadirat Allah. Untuk membuktikan bahwa pernyataan orang-orang Yahudi ini keliru, peristiwa kenaikan ini pastinya terjadi secara fisik...”35
Hamdi Yazir dari Elmali: “Mereka yang berbeda pendapat tentang masalah ini pasti berada dalam keragu-raguan dan tidak tahu-menahu dalam hal ini. Mereka telah terlibat dalam spekulasi. Betapapun, orang-orang yang berkata bahwa mereka telah membunuh Yesus tentunya tidak membunuhnya. Oleh karena itu, suatu dusta bagi mereka karena membual tentang pembunuhan. Hal itu karena penilaian bergantung pada maksud di balik suatu perbuatan. Tujuan di balik rencana mereka untuk membunuh tak pernah terwujud.”36
Al-Qurtubi: “Penafsiran terhadap ayat itu adalah: ‘Aku akan mengangkatmu ke pangkuan-Ku tanpa perlu kamu mati karenanya, menyucikanmu dari orang-orang yang terkutuk, dan mematikanmu setelah kamu turun dari langit.”37
Salah satu bukti penting bahwa orang-orang kafir berencana membunuh Yesus gagal dilakukan adalah fakta bahwa Allah telah menyatakan Ia mengangkat Yesus ke hadirat-Nya.
... [Aku akan] mengangkatmu kepada-Ku dan membersihkan kamu dari orang- orang yang kafir. Dan Aku akan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang kafir hingga Hari Kebangkitan. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, dan Aku akan memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu perselisihkan. (QS. 3:55)
Dan [karena] ucapan mereka: “Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah.” Mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan Isa bagi mereka. Orang-orang yang berselisih paham tentangnya berada dalam keragu-raguan tentang itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang hal itu, kecuali persangkaan belaka. Mereka tentu tidak membunuhnya. Allah telah mengangkatnya kepada-Nya. Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana. (QS. 4:157-158)
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Isa berkata: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”. |
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut, mereka yang berencana membunuh Yesus gagal mencapai tujuan mereka karena Allah melindungi dan menyelamatkannya dengan mengangkatnya ke sisi-Nya. Kata raafiu’ka dan rafa’ahu yang tersebut dalam ayat-ayat di atas berasal dari akar kata rafa’a dalam bahasa Arab, yang berarti “naik”. Para ilmuwan Islam menafsirkan rafa’a sebagai lawan kata dari “turun”. Ilmuwan Islam Abu Musa al-Ash’ari menafsirkan Al-Quran surat 3:55 bersama- sama dengan Al-Quran surat 4:158 dan menulis bahwa: Terdapat suatu kesepakatan di antara golongan orang-orang yang meyakini [ijma ummat] bahwa Yesus diangkat secara hidup-hidup ke langit.”38 (Ijma ummat merujuk pada persetujuan oleh para ilmuwan Islam tentang isu ini yang menguraikannya secara rinci berdasarkan hukum Islam dan hidup pada abad yang sama).
Dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut, mayoritas ilmuwan Islam sepakat bahwa “Yesus tidak mati, namun diangkat ke sisi Allah, dan peristiwa kenaikan itu terjadi baik dengan fisik maupun ruhnya.” Contoh-contoh dari pendapat mereka sebagai berikut.
Ahli tafsir dan pakar Fakhr al-Din al-Razi menjelaskan tentang “Allah mengangkatnya ke sisi-Nya,” yang tersebut dalam Al-Quran surat 4:158:
Dengan peristiwa kenaikannya itu, Allah merujuk pada peristiwa kenaikan ke sebuah tempat yang tidak ada hukum yang berlaku selain hukum yang ditetapkan Allah. Ayat ini menegaskan bahwa Yesus diangkat ke langit...39
Dalam komentarnya, Hasan Basri Cantay menafsirkan raafiu’ka dengan makna “mengangkat dan naik ke hadapan-Nya,” dan menulis bahwa “Allah mengangkat dan menaikkan Isa (a.s.) dalam jiwa dan raganya.”40
Imam Ibnu Taymiyya menambahkan, ayat “Ia mengangkatnya ke haribaan-Nya” ... menjelaskan bahwa Yesus diangkat dalam wujud fisik maupun ruhnya.41
Dalam menafsirkan Al-Quran 3:55, pakar Al-Quran terkenal al-Sabuni mengemukakan pemikirannya mengenai peristiwa ini.
Kebijaksanaan Allah dalam membuat pernyataan sedemikian adalah pemberitaan dari-Nya mengenai kabar gembira bahwa Ia akan menyelamatkan Yesus dari kaum Yahudi dan mengangkatnya dalam keadaan benar-benar sehat ke angkasa, tanpa membuatnya menderita sesuatu apa pun.42
Mehmet Vehbi Efendi menulis, "Sudah pasti, berdasarkan ayat ini [QS. 4:158], Yesus naik ke langit."43
Zahid al-Kawthari menyebutkan bahwa peristiwa kenaikan ini sangat jelas dan sudah pasti kebenarannya sehingga tidak ada lagi pertentangan-pertentangan. Al- Kawthari mengutip Al-Quran 3:55 dan Al-Quran 4:157-158 sebagai bukti dan mengatakan bahwa peristiwa ini di luar batas keraguan. Ia menggunakan kata nass, yang berarti kepastian atau tak terbantahkan yang berasal dari ayat Al-Quran atau hadis. Kemudian, ia melanjutkan:
Hal ini karena makna dasar dari kata itu (rafa’a dalam ayat-ayat tersebut) adalah pemindahan dari bawah ke atas. Tidak ada unsur lainnya yang dapat digunakan di sini untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut secara metaforis. Maka, tidak ada lagi bukti yang perlu dicari untuk mengartikan makna peristiwa kenaikan secara jasmani dan ruhaninya.44
Mawdudi mengemukakan pandangan-pandangannya mengenai hal tersebut dalam pernyataan berikut.
Jika Allah telah menghendaki untuk menyatakan apa yang terungkap dalam ayat tersebut (QS. 4:158) dengan kata-kata “Allah membunuhnya” atau “Allah menaikkan derajatnya”, sudah semestinya Ia menggunakan kata-kata itu secara terang-terangan. Alih-alih menggunakan kata-kata itu, Ia bisa saja menggunakan kata-kata “Mereka tentu tidak membunuhnya maupun menyalibnya, tetapi Ia menyelamatkannya dan kemudian mematikannya pada waktu ajalnya sendiri.” Alih-alih menggunakan kata- kata yang terakhir tersebut, Ia bisa saja menggunakan ungkapan “Mereka berusaha mempermalukan dirinya dengan cara menyalibnya, tetapi Allah mengangkat derajatnya sangat tinggi.”45
Sebagaimana yang terlihat dengan jelas dari ayat-ayat tersebut, begitu pula seperti yang dikatakan para ilmuwan Islam, Yesus diangkat secara hidup-hidup, dengan raganya pula, ke hadirat Allah. Ini merupakan suatu keajaiban dari Allah dan suatu mukjizat yang akan membangkitkan rasa antusiasme yang besar serta kegembiraan di kalangan orang-orang mukmin. Pernyataan-pernyataan bahwa hanya ruhnya yang diangkat ke sisi Allah, atau bahwa kenaikannya ini hanya bersifat spiritual (tubuhnya tidak ikut), tidak mencerminkan fakta-fakta yang ada. Ketidakabsahan pernyataan-pernyataan semacam itu telah dibuktikan oleh banyak ilmuwan Islam, beberapa contohnya seperti yang telah disampaikan di atas.
Bukti penting lainnya mengenai peristiwa ini adalah kata bal dalam bahasa Arab, yang terdapat dalam Al-Quran surat 4:158 dan mempunyai makna harfiah “akan tetapi”. Keistimewaan makna tersebut dan penggunaannya dalam ilmu bahasa Arab menunjukkan suatu fakta yang sangat penting: Berdasarkan aturan-aturan dalam ilmu bahasa Arab, kalimat yang terletak setelah kata tersebut pasti mempunyai makna yang sama sekali berbeda dengan pernyataan atau kalimat sebelumnya. Oleh karena itu, kemungkinan bahwa ayat-ayat yang mengacu pada Yesus. “... Mereka tidak membunuhnya,” (QS. 4:157), “akan tetapi [bal] Allah mengangkatnya ke sisi-Nya...” (QS. 4:158) lebih cenderung mengacu pada keadaan hidup daripada keadaan mati. (Wallahu a’lam).
Syeikh al-Islam Mustafa Sabri mengemukakan penafsiran berikut.
Jika kata bal, yang terdapat pada Al-Quran surat 4:158 dan yang telah saya terjemahkan sebagai “akan tetapi”, terletak setelah sebuah kalimat yang menyatakan bentuk negatif, menurut aturan ilmu bahasa Arab kalimat yang mengikutinya harus bermakna persis berlawanan dengan kalimat yang terdapat sebelumnya. Lawan kata mati adalah hidup. Ini adalah suatu syarat dalam aturan ilmu linguistik. Jika kita mengatakan bahwa “kenaikan di sini dalam makna spiritual” dan Yesus mati dalam pengertian yang biasa atau wajar”, kita telah menyalahi aturan tersebut. Dalam hal ini, kenaikan yang mengikuti kata “akan tetapi” tidak mewakili lawan kata dari kata kerja “membunuh” dan “menyalib” dalam kalimat negatif yang mendahuluinya. Karena itu, adalah mungkin bagi seseorang untuk dibunuh dan ruhnya naik ke langit. Kalau tidak begitu, kata tersebut tidak bermakna apa-apa dan tidak ada kata yang tidak bermakna apa- apa di dalam Al-Quran.... Menurut orang-orang yang mendukung pemikiran bahwa kenaikan tersebut hanya ruh semata, makna dari ayat itu adalah: “Mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya... sebaliknya, Allah mengangkat tubuhnya.” Tidak ada pernyataan khusus di sini, biarkan kalimat itu apa adanya... Tidak ada seorang pun yang waras yang akan mengartikan kata-kata “Lift di dalam rumahku membawaku naik ke lantai empat setiap hari” dengan makna hanya ruhku yang naik ke lantai empat. Oleh sebab itu, bukan hanya ruh Yesus yang diangkat ke langit.46
Said Ramadan al-Buti menafsirkan hal ini dengan cara yang sama:
Keharmonisan antara bagian-bagian yang sebelum dan sesudahnya pada ayat tersebut dengan pasti menyingkap sebuah fakta. Misalnya, jika seorang Arab berkata, “Aku tidak lapar, akan tetapi aku berbaring di sisiku,” ini bukanlah sebuah kalimat yang tepat. Dengan cara yang sama, ada suatu ketidaksesuaian antara komponen- komponen dalam kalimat “Khalid tidak mati, akan tetapi ia seorang pria yang baik.” Kalimat yang tepat seharusnya, “Khalid tidak mati, akan tetapi dia hidup.” Jadi, untuk mengatakan: “Sang ketua tidak dibunuh, ia adalah seorang pria dengan tubuhnya berada di sisi Allah”, juga menjurus pada suatu ketidaksesuaian dalam makna kalimat karena tubuhnya yang berada di sisi Allah tidak ada hubungannya dengan ia dibunuh. Kata bal mengungkapkan suatu kontradiksi antara kata-kata sebelum dan sesudahnya. Dengan kata lain, bal membatalkan pernyataan sebelumnya.47
Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. |
Lebih jauh lagi, jika kata rafa’a memperlihatkan suatu tingkatan spiritual, Al-Quran bisa saja menggunakan kata yang sama untuk nabi-nabi lainnya. Padahal, penekanan pada Yesus yang “diangkat ke sisi Allah” mengandung nilai kebijaksanaan yang luar biasa karena kata itu tidak digunakan dalam hubungannya dengan Nabi Muhammad saw., Musa a.s., Sulaiman a.s., Daud a.s., Syuaib a.s., Nuh a.s., Ibrahim a.s., dan Luth a.s., ataupun nabi-nabi lainnya yang disebutkan dalam Al-Quran. Sewaktu Al-Quran menceritakan wafatnya nabi-nabi ini, berbagai bentuk dari kata mata (mati dalam arti biologis) digunakan, sedangkan Yesus di-“angkat” (rafa’a). Fenomena ini akan didiskusikan secara terperinci dalam bab-bab berikutnya. Sementara ruh setiap orang, termasuk nabi-nabi, diangkat ke sisi Allah, penggunaan kata rafa’a dalam hubungannya dengan Yesus menunjukkan suatu keadaan yang di luar kewajaran. (wallahu a’lam).
Ilmuwan asal Mesir Muhammad Khalil Herras, yang telah meneliti dan menerbitkan kajiannya tentang kembalinya Yesus ke Bumi, berkata:
Jika penggunaan kata rafa’a dalam Al-Quran surat 4:158 mengacu semata-mata pada “naiknya arwah atau ruh”, kata tersebut tidak akan mengingkari kalimat pembunuhan dan penyaliban Yesus dan nilai kebijaksanaan yang tersirat dalam ayat tersebut tidak akan berlaku. Misalnya, jika kaum Yahudi telah membunuh Yesus, ruhnya akan, dalam keadaan bagaimanapun, telah diangkat ke sisi Allah. Memang, kita tahu bahwa ruh semua nabi dan orang-orang mukmin diangkat ke sisi Allah setelah mereka meninggal. Tidak ada perbedaan tentang hal tersebut antara Yesus dan orang-orang. Maka, terdapat suatu keistimewaan khusus dalam ayat ini: naiknya Yesus, sewaktu ia masih hidup, baik secara jiwa maupun raganya. Pada saat yang sama pula, ketika kita mengkaji bagian terakhir ayat ini, dapat kita lihat bahwa hal itu menunjukkan kekuasaan dan kebijaksanaan Allah swt.48
Berlawanan dengan apa yang dipertahankan oleh sebagian orang, kenaikannya ini bukanlah bersifat spiritual atau tingkatan. Allah mengatakan bahwa Ia menggagalkan jebakan yang direncanakan untuk Yesus. Maka, berdasarkan fakta bahwa Yesus tidak mati, informasi yang tersurat dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa Yesus diangkat ke sisi Allah beserta jiwa dan raganya, dan bukan secara spiritual atau ruhnya saja. Para pembuat rencana tersebut digagalkan dengan peristiwa kenaikan Yesus ke hadirat Allah. (Wallahu a’lam).
Ilmuwan Zahid al-Kawthari menguraikan penjelasannya tentang hal itu dengan memaparkan contoh berikut.
Sebuah ayat tentang Nabi Muhammad saw. berbunyi: “... Allah akan memeliharamu dari gangguan manusia...” (QS 5:67). Tidak ada keraguan bahwa ayat tersebut bermakna: “Ia mengangkat tubuhmu dari kejaran orang-orang.” Nabi kita saw. diserang secara fisik sehingga Allah melindunginya dengan perlindungan fisik dari-Nya. Ini juga berlaku pada Yesus, yang secara fisik juga diserang. Oleh karena itu, tidak mungkin bahwa peristiwa kenaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut merupakan kenaikan spiritual semata.49
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (QS. 4: 157) |
Jelaslah, Allah Yang Mahabesar menggagalkan rencana orang-orang kafir dengan mengangkat Yesus dalam keadaan hidup-hidup ke pangkuan-Nya. Semua bukti ini memperlihatkan bahwa Yesus masih hidup dan akan kembali ke Bumi pada saat yang ditentukan oleh Allah. (Wallahu a’lam).
Tidak diragukan lagi, ini merupakan suatu kabar berita yang sangat penting bagi orang-orang beriman yang setia. Fakta bahwa nabi yang teramat mulia ini akan kembali ke Bumi adalah suatu keajaiban dan merupakan sumber antusiasme yang luar biasa bagi semua orang yang beriman yang akan menyaksikan keajaiban tersebut.
Ibnu Taymiyya juga menaruh perhatian mengenai masalah ini.
Jika Allah menghendaki kematiannya, Yesus pasti akan mati sebagaimana orang- orang mukmin lainnya. Allah mengambil nyawa semua orang yang beriman dan mengangkatnya ke langit. Hal itu akan berarti bahwa tidak ada sesuatu yang luar biasa di sini. Dengan kata lain, tidak akan ada perbedaan tentang apa yang Allah maksudkan mengenai Yesus dalam kasus tersebut.50
Syeikh al-Islam Mustafa Sabri menambahkan:
Jika ayat tersebut mengacu semata-mata pada tindak pembunuhan, seharusnya tidak perlu digunakan kata raafiu’ka karena ruh Yesus akan diangkat sebagaimana halnya ruh-ruh orang-orang pada umumnya.51
Kata rafa’a juga digunakan dalam pengertian lain. Pada saat ayat-ayat ini dikaji, dapat terlihat apa yang diacu tersebut adalah suatu peristiwa kenaikan secara fisik. Ketika suatu peristiwa kenaikan spiritual atau peristiwa kenaikan dalam arti tingkatan yang dimaksud, kata kenaikan digunakan secara bersama-sama dengan kata tingkatan. (Wallahu a’lam).
Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa penyangga apa pun—sebagaimana yang kamu lihat—kemudian Dia bersemayam di atas Singgasana (‘Arsy). Ia menundukkan Matahari dan Bulan, masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur semua urusan makhluk-Nya. Ia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya supaya kamu meyakini akan pertemuanmu dengan Tuhanmu. (QS. 13:2)
Ia (Yusuf ) menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Mereka semuanya merebahkan diri seraya sujud kepadanya. Ia berkata: “Wahai ayahku, inilah tabir mimpiku yang dulu itu. Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. Ia telah berbuat baik kepadaku dengan membebaskanku dari penjara dan membawamu dari dusun padang pasir setelah setan merusak hubungan antara aku dan saudara- saudaraku. Tuhanku Mahalembut terhadap siapa pun yang Dia kehendaki. Dialah yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS. 12:100)
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa (QS. 4:157)
Ingatlah ketika Kami mengambil janji darimu dan Kami angkat gunung Tursina di atas kepalamu: “Peganglah teguh apa yang Kami telah berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.” (QS. 2:63)
Ingatlah ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit Tursina di atas kepalamu: “Peganglah teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah.” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan, tetapi kami tidak menaati.” Telah diresapkan ke dalam hati mereka itu kecintaan pada anak sapi [emas] karena kekafiran mereka. Katakanlah, “Jika betul kamu orang yang beriman, amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu.” (QS. 2:93)
Ia telah meninggikan langit dan meletakkan neraca keadilan. (QS. 55:7)
Dan ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah [Kakbah] bersama Ismail, “Ya Tuhan kami, terimalah amalan kami. Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:127)
Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, bagi Allah-lah semua kemuliaan itu. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal saleh yang dinaikkan-Nya. Akan tetapi, orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Rencana jahat mereka akan hancur. (QS. 35:10)
Apakah kamu yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membangunkannya tinggi-tinggi dan meninggikannya. (QS. 79: 27--28)
Itulah hujjah yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan beberapa derajat siapa yang Kami kehendaki. Sungguh Tuhanmu itu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. 6: 83)
Hai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang- lapanglah dalam majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah. Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu beberapa derajat demikian pula orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:11)
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata langsung dengannya dan sebagian Allah meninggikannya beberapa derajat. Kami berikan kepada Isa, putra Maryam, beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Kudus. Kalau Allah menghendaki, niscaya tidak berbunuh-bunuhan orang-orang yang datang sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan yang jelas. Akan tetapi, mereka berselisih. Ada di antara mereka yang beriman dan ada pula yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh- bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (QS. 2:253)
Allah menjadikan kamu penguasa-penguasa [khala’if ] di bumi dan meninggikan sebagian kamu beberapa derajat sehingga Ia mengujimu tentang apa yang telah diberikan-Nya kepadamu. Sungguh Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan sungguh Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 6:165)
Salah satu informasi yang diberikan mengenai kenaikan Yesus adalah bahwa Allah akan menyucikannya dari orang-orang kafir. Al-Quran menyatakan:
... mengangkatmu [wa raafi’uka] kepada-Ku dan membersihkan [mutahhiruka] kamu dari orang-orang yang kafir. Dan Aku akan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir pada Hari Kiamat... (QS. 3:55)
Asal kata mutahhiruka adalah tahara, yang berarti “membersihkan”. Para ilmuwan Islam menganggap kata ini sebagai suatu bukti bahwa Yesus diangkat secara hidup-hidup ke sisi Allah. Menurut mereka, penafsiran ayat tersebut adalah “Aku membawamu, mengangkatmu kepada-Ku, dan memindahkanmu dari lingkungan yang dikotori oleh orang-orang kafir dan orang-orang yang berdosa.”52 Demikianlah, Allah membersihkan Yesus dari tangan-tangan orang-orang kafir. Rencana orang-orang kafir untuk membunuhnya digagalkan dan mereka tidak berhasil mencapai tujuan mereka. (Wallahu a’lam).
Selain itu, ayat ini juga menunjukkan bahwa Yesus disucikan dengan memisahkan wujud fisiknya dari lingkungan yang berisi orang-orang kafir. (Wallahu a’lam). Jadi, anggapan bahwa Yesus mati dan bahwa hanya ruhnya saja yang diangkat ke hadapan Allah terbukti keliru. Kenaikan bersifat ruh semata akan berarti bahwa ia tidak dibersihkan atau disucikan seluruhnya.
Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kelaliman. |
Sebagaimana Yesus disucikan melalui cara yang tertera dalam ayat tersebut, ia pergi dari lingkungan sekitarnya, baik secara jiwa maupun raganya. Terlebih lagi, penyucian secara ruh saja tidak berlaku bagi seorang nabi yang memiliki nilai-nilai moral yang agung, yang disanjung di hadapan Allah dan memiliki iman yang begitu tinggi, seperti Yesus Ayat lain menyebutkan nilai-nilai moral yang dimilikinya: “Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” (QS 19:33). Sebagai orang yang sungguh- sungguh beriman dan sebagai utusan Allah, ruh Yesus bersifat murni. Kendati begitu, lingkungannya tidaklah demikian akibat tingkah laku tidak bermoral dan non-religius orang-orang kafir. Memang, Allah menyatakan bahwa jiwa mereka kotor karena kerusakan akhlak mereka:
O you who believe! The idolaters are unclean, so after this year they should not come near the Sacred Mosque [Masjid al-Haram] ... (Surat at-Tawba:28)
Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekat Masjid Suci [Masjidil Haram]... (QS. 9:28)
Oleh karena itu, membersihkan Yesus berarti menjauhkan fisiknya dari kehadiran orang-orang kafir. Demikianlah, Allah membersihkan dan melindunginya dengan cara menaikkan Yesus ke hadirat-Nya. (Wallahu a’lam).
Ilmuwan Mesir Khalil Herras mengemukakan penjelasan berikut berkaitan dengan nilai di balik makna “pembersihan”.
Pembersihan Yesus dari orang-orang kafir dilakukan untuk menyelamatkan dirinya dari jerat perangkap mereka. Ini tidak dapat diartikan dengan kematian dan pemakaman Yesus, melainkan dengan peristiwa kenaikannya dalam keadaan hidup ke langit karena lawan-lawannya bisa saja menganiaya tubuhnya, seperti yang mereka lakukan terhadap para pengikutnya...53
Sebagaimana yang dikemukakan Hamdi Yazar dari Elmali dalam komentarnya, penyucian Jesus a.s. dari kejahatan orang-orang kafir diwujudkan dengan pengangkatannya ke langit:
... dan dengan pengangkatan inilah Aku akan membersihkanmu dari orang- orang yang ingkar serta kafir, dan kamu tidak akan lagi mempunyai urusan dengan mereka...54
... dan ketika Kami menjadikan Rumah itu [Kakbah] sebagai tempat berkumpul, tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim [untuk berdoa] sebagai tempat salat. Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, dan untuk orang-orang yang ruku dan bersujud.” (QS. 2:125)
Dan ketika Kami memberikan tempat Baitullah [Kakbah] kepada Ibrahim: “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan-Ku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf dan bagi orang-orang yang beribadah, ruku, dan sujud.” (QS. 22:26)
Bersihkanlah pakaianmu. (QS. 74: 4)
Jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu! Mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri!” (QS. 7: 82)
Tidak ada yang menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. (QS. 56:79)
Dan ketika Ia menjadikanmu mengantuk agar kamu merasa tenteram dan menurunkan hujan kepadamu dari langit untuk menyucikanmu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan, dan menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu. (QS. 8: 11)
Suatu kajian terhadap kisah-kisah di dalam Al-Quran tentang wafatnya nabi- nabi dan ayat-ayat yang menggambarkan wafatnya Yesus mengungkapkan bahwa Yesus tidaklah mati. Pada bagian ini, kita akan mengkaji kata-kata bahasa Arab yang digunakan untuk menggambarkan kematiannya tersebut. Begitu pula yang terjadi pada nabi-nabi lainnya.
Kita akan membuat sebuah analisis yang terperinci terhadap kata-kata tertentu: qotala (membunuh), maata (mati), halaka (membinasakan), dan salaba (menyalib). Berkenaan dengan Yesus, sebuah kata lainnya digunakan, karena “Mereka tidak membunuhnya [maa qotaluuhu] dan tidak menyalibnya [maa salabuuhu] (QS. 4:157). Dalam Al-Quran surat 3:55, Allah menyatakan bahwa Ia akan mengambil Yesus dan mengangkatnya ke haribaan-Nya.
Ketika Allah berfirman: “Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mengambilmu kembali [mutawaffiika] dan mengangkatmu [wa raafi’uka] kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir. Dan Aku akan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang kafir hingga Hari Kiamat...” (QS. 3:55)
Seperti yang telah kita kaji sebelumnya, kata yang digunakan untuk menyebut kematian yang berkaitan dengan Yesus bukanlah kata yang digunakan untuk memaknai kematian secara biologis. Dalam kasus wafatnya nabi-nabi yang lain, kata-kata yang digunakan tidak mempunyai makna konotasi sejenis tidur. Apalagi, kata-kata yang berhubungan dengan Yesus di-“ambil” tidak memiliki makna konotasi mati secara biologis. Jadi, kematian Isa (a.s.) sangat berbeda dengan kematian yang terjadi pada nabi-nabi lainnya. (Wallahu a’lam).
“Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan Ruhul Kudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku” |
Al-Quran menggunakan kata qotala yang berarti “membunuh”, sebagaimana ayat berikut.
Berkatalah Firaun: “Biarkanlah aku membunuh [aqtulu] Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya! Aku khawatir ia akan menukar agamamu dan menimbulkan kerusakan di muka bumi.” (QS. 40:26)
Dalam bahasa Arab, “biarkanlah aku membunuh Musa” adalah aqtulu Musa, suatu kalimat yang berasal dari kata kerja qotala. Dalam ayat lainnya, kata yang sama digunakan dalam cara berikut:
... [Hal itu terjadi karena mereka] membunuh (yaqtuluuna) para nabi yang memang tidak dibenarkan. (QS. 2:61)
Kata yaqtulaana (mereka membunuh) juga berasal dari kata kerja qotala.
Ayat-ayat di bawah ini menggunakan kata qotala ketika membicarakan kematian nabi-nabi. Semua kata yang berada di dalam kurung adalah turunan dari kata kerja tersebut.
Kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh
[qatlahum] nabi-nabi tanpa alasan yang benar. (QS. 3:181)
... dan mendustakan beberapa orang di antara mereka serta membunuh [taqtuluuna] yang lainnya? (QS. 2:87)
Katakanlah: “Lalu mengapa, jika kamu memang beriman, kamu dahulu membunuh [taqtuluuna] nabi-nabi Allah?” (QS. 2:91)
Sedangkan bagi orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah, dan membunuh [yaqtuluuna] nabi-nabi yang memang tidak dibenarkan, dan membunuh [yaqtuluuna] orang-orang yang menyuruh manusia untuk berbuat adil... (QS.3:21)
.... Lantas mengapa kamu membunuh [qotaltumuuhum] mereka jika kamu orang- orang yang benar? (QS. 3: 183)
... Ia berkata: “Aku pasti akan membunuh [aqtulannaka] kamu”... (QS. 5:27)
Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadamu untuk membunuhku [taqtulanii], aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu [aqtulaka]... (QS. 5:28)
Bunuhlah [uqtuluu] Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah. (QS. 12:9)
Berkatalah istri Firaun: “Ia adalah penyejuk mata bagiku dan bagimu; janganlah kamu membunuh [taqtuluuhu] dirinya [Musa]...” (QS. 28:9)
... Wahai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding untuk membunuhmu [yaqtuluuka]. (QS. 28:20)
Tidak adalah jawaban kaumnya [Ibrahim] selain mengatakan: “Bunuhlah [uqtuluuhu] dia atau bakarlah dia!” (QS. 29:24)
Kata lainnya yang digunakan untuk mengungkapkan pembunuhan adalah halaka, yang juga bisa berarti “membinasakan, menghancurkan, meninggal,” seperti ayat berikut.
... ketika ia [Yusuf ] meninggal [halaka], kamu berkata: “Allah tidak akan mengirim seorang rasul pun sesudahnya.” (QS. 40:34)
Kata lainnya yang digunakan untuk menyatakan kematian seorang nabi adalah mawt, kata benda yang berasal dari kata kerja maata (mati), seperti berikut ini.
Tatkala Kami menetapkan bahwa ia [Sulaiman] akan mati [mawt], tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu [mawtihi] kecuali rayap yang memakan tongkatnya. (QS. 34:14)
Kata yang sama digunakan (dalam bentuk kata benda) untuk menyebutkan kematian Yakub a.s.
Atau apakah kamu hadir ketika kematian [mawt] mendatangi Yakub? (QS. 2:133)
Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu kota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kelaliman. (QS. 28:59)
Dalam ayat lainnya, kata kerja qotala (dalam bentuk pasif qutila) dan maata digunakan secara bersama-sama.
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, dan telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat [maata] atau dibunuh [qutila], kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? (QS. 3:144)
Bentuk kata kerja lainnya juga digunakan:
Ia berteriak: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati [mittu] sebelum ini dan menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan!” (QS. 19:23)
Kami tidak menjadikan bagi seorang manusia pun sebelum kamu hidup yang abadi. Dan jika kamu mati [mitta], apakah mereka akan kekal? (QS. 21:34)
Dialah Yang akan mematikan aku [yumiitunii], kemudian menghidupkan aku kembali. (QS. 26:81)
Kata lainnya untuk menyebut kematian adalah salaba (menyalib). Kata kerja ini mempunyai berbagai macam makna (misalnya, menggantung, menyalib, menghukum mati), dan digunakan dalam ayat-ayat berikut.
Mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya [salabuuhu]. (QS. 4:157)
[Yusuf berkata:] “Salah seorang di antaramu akan memberi minum tuannya dengan khamar, adapun yang seorang lagi ia akan disalib [yuslabu].” (QS. 12:41)
Mereka dibunuh atau disalib [yusallabuu]. (QS. 5:33)
[Firaun berkata:] “Aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh aku akan menyalib [usallibannakum] masing-masing dari kamu semua.” (QS. 7:124)
Aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik dan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma [usallibannakum]. (QS. 20:71)
Aku akan memotong tanganmu dan kakimu secara bersilangan, dan aku akan menyalib masing-masing darimu semuanya. [usallibannakum] (QS. 26:49)
Sebagaimana yang diperlihatkan ayat-ayat di atas, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa Yesus secara keseluruhan berbeda dengan kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan kematian nabi-nabi lainnya. Allah menyatakan bahwa Yesus tidaklah dibunuh maupun disalib, bahwa orang yang diserupakan dengannya itulah yang dibunuh, dan bahwa ia diambil kembali (dengan kata lain, ruh dan tubuhnya dibawa) dan diangkat ke hadapan-Nya. Ketika membicarakan Yesus, Al-Quran menggunakan kata tawaffaa (membawa ruh atau nyawa), sedangkan ketika membicarakan nabi-nabi lainnya menggunakan kata qatala atau maata (dan turunannya) yang bermakna kematian dalam arti konvensional atau wajar. Informasi inilah yang menunjukkan pada kita bahwa kejadian yang dialami Yesus merupakan peristiwa yang sangat luar biasa.
18. Narasi oleh Abu Hudhayfa; Sahih Bukhari; Being the Tradition of Saying and Doings of the Prophet Muhammad as Narrated by His Companions (New Delhi: Islamic Book Service, 2002), hadis no. 6324, 239; Tafsir Ibn Kathir, ditulis ulang oleh Sheikh Muhammad Nasib ar-Rafa‘i (London: Al-Firdous Ltd., 1999), 176.
19. Ibn Kathir, Tafsir Al-Quran al-‘Azim, 1:573-76.
20. Imam Muhammad Zahid al-Kawthari, Nazra ‘Abira fi Maza‘im Man Yankur Nuzul ‘Isa ‘alyhi al-Salam aabla al-Akhira (Sekilas tentang Klaim yang Menyangkal Turunnya Isa a.s. Sebelum Kehidupan yang Akan Datang) (Egypt: 1980), 34-37.
21. Sheikh al-Islam Mustafa Sabri, Mawqif al-‘Aql (Beirut: 1992), 4:177-79.
22. Mawlana Sayyid Abul A‘la al-Mawdudi, Tafhim Al-Quran, 1:230-31.
23. Abu Mansur Muhammad al-Maturidi, Kitab Tawilat Al-Quran (Beirut), 67.
24. Tafsir al-Tabari, 3:290-91.
25. Jalal al-Din al-Suyuti, Durr al-Manthur, 2:225-27.
26. Mehmed Vehbi Hadimli, Hulasatu’l Beyan-i fi Tefsiri’l Kuran (Tafsir Al-Quran) (Istanbul: 1979), 2:613. (penekanan ditambahkan oleh pengarang)
27. Imam Ibn Taymiyya, Majmu‘Fatawa (The Collected Fatwas), diterjemahkan oleh Abdurrahman ibn Muhammad ibn Qasim al-Asimi an-Najdi, (Riyadh: 1991), 4:322-23. (penekanan ditambahkan oleh pengarang)
28. Elmali Hamdi Yazir, Hak Din Kuran Dili (Agama yang Sebenar-benarnya, Bahasa Quran), 2:1112-13.
29. Tafsir al-Tabari, 1:428.
30. Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghayb, 11:102-3.
31. Hadimli, Hulasat ul-Bayan, 3:1108.
32. Hasanayn Muhammad Mahluf, Fetava Serriye ve Buhusun Islamiyye, (Cairo: 1971), 1:92-93.
33. Omer Nasuhi Bilmen, Kuran-i Kerim’in Türkce Meali Alisi ve Tefsiri (Terjemahan bahasa Turki dari Quran yang mulia dan komentarnya), 2:702.
34. Mahluf, Fetava Seriyye, 1:92-93.
35. Al-Kawthari, Nazra ‘Abira fi Maza’im, 32-33.
36. Yazir, Hak Din Kuran Dili, 3:1516-19.
37. Al-Qurtubi, al-Jami‘li Ahkam il-Qur’an, (Cairo: 1967), 4:99.
38. Al-Ash‘ari, Al-Ash‘ari’s al-Ibana ‘an Usul al-Diyana, (Cairo: 1986), 2:115.
39. Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghayb, 11:102-3.
40. Hasan Basri Cantay, Kuran-i Hakim ve Meal-i Kerim (Tafsir Quran), 1:92.
41. Imam Ibn Taymiyya, Majmu‘ Fatawa, diterjemahkan oleh Abdurrahman ibn Muhammad ibn Qasim al-Asimi an-Najdi, 4:323.
42. Al-Sabuni, Safwat al-Tafasir, 1:205.
43. Hadimli, Hulasat ul-Bayan, 3:1108.
44. Al-Kawthari, Nazra ‘Abira fi Maza‘im, 93.
45. Al-Mawdudi, Tafhimu’l-Qur’an, 1:380-81.
46. Sabri, Mawqif Al-Aql, 233.
47. Said Ramadan al-Buti, Islam Akaidi (Katekisme Islam) (Istanbul: Mavde Publishings: 1996), 338.
48. Muhammed Khalil Herras, Fasl al-Maqal fi Raf`i `Isa Hayyan wa Nuzulihi wa Qatlihi ad-Dajjal, 13.
49. Al-Kawthari, Nazra ‘Abira, 94.
50. Ibn Taymiyya, Majmu‘ Fatawa, (Kumpulan Fatwa), 322-23.
51. Sabri, Mawqif al-‘Aql, 4:177-79.
52. Zeki Saritoprak, Islam Inanci Acisindan Nuzul-i Isa Meselesi (Isu Kedatangan Kedua Messiah dari Perspektif Islam) (Izmir: Caglayan Publishings, 1997), 63.
53. Herras, Fasl al-Maqal, 66.
54. Yazir, Hak Din Kuran Dili, 2:1112-13.