Ada logika mendasar yang dapat digunakan untuk menganalisis bukti-bukti penciptaan makhluk hidup. Logika ini dapat di-jelaskan dengan contoh sederhana.
Misalkan Anda sedang berjalan di tanah tandus. Tiba-tiba Anda menemukan anak kunci logam di tanah. Anda memungut kunci itu tanpa tahu kegunaannya dan terus berjalan. Tak lama kemudian, Anda menemukan rumah kosong beberapa ratus meter dari tempat Anda menemukan anak kunci, lalu Anda mencoba membuka gembok rumah itu dengan anak kunci yang Anda temukan, barangkali saja cocok.
Jika anak kunci tersebut dapat membuka pintu dengan mudah, kesimpulan apa yang dapat Anda tarik?
Tentu saja sederhana. Anda menarik kesimpulan bahwa anak kunci tersebut adalah pasangan gembok pintu rumah itu. Artinya, anak kunci yang Anda temukan telah dirancang secara khusus untuk membuka gembok itu. Tidak sulit ditebak bahwa tukang yang samalah yang membuat gembok beserta kuncinya itu. Jadi, kunci itu sesuai dengan gemboknya karena memang telah dirancang untuk bersesuaian.
Akan tetapi, kalau ada orang berkata, “Anda salah. Anak kunci yang Anda temukan sama sekali tidak ada hubungannya dengan gembok itu. Kebetulan saja mereka cocok. Menurut Anda bagaimana?” Tentu Anda menganggap pendapatnya tidak masuk akal, karena ada jutaan gembok dan jutaan anak kunci di dunia ini yang tidak cocok satu sama lain. Dari jutaan anak kunci dan gembok yang berbeda-beda, hampir mustahil ada gembok dan kunci yang benar-benar cocok, yang terletak berdekatan tanpa sengaja.
Apalagi seandainya anak kunci itu cukup rumit, banyak tonjolan dan lekukannya, artinya bukan lurus dan sederhana seperti kunci kamar. Kemungkinan “kebetulan” semakin tidak masuk akal, karena semua detail lekukan dan tonjolan anak kunci harus juga ada pada gembok, sehingga kemungkinan terjadinya “kebetulan” ini hanya sepersekian juta kali.
Jika pada satu pintu ada tiga gembok, dan Anda menemukan bukan hanya satu, melainkan tiga anak kunci yang terletak berdekatan, akankah Anda mempercayai pendapat bahwa anak-anak kunci ini hanyalah kepingan logam yang kebetulan saja cocok dengan gembok-gembok itu? Selain itu, Anda mungkin menganggap orang yang berpendapat seperti itu punya masalah kejiwaan atau mencoba menyembunyikan sesuatu.
Contoh di atas menyampaikan pesan yang sederhana, namun sangat berarti. Jika ada dua benda yang benar-benar cocok, yakni semua detail pada kedua benda ini serasi dan selaras, pasti ada kesengajaan dalam proses perancangannya. Anak kunci cocok dengan gembok karena sengaja dirancang oleh seorang tukang yang ahli. Kaset video dapat dimasukkan dan digunakan dalam pemutar video karena memang telah dirancang dengan tujuan itu.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat sampai pada kesimpulan di bawah ini. Jika terdapat keselarasan antara dua makhluk hidup yang ditunjukkan dengan adanya kesesuaian antara organ-organ tubuhnya, dapat dikatakan bahwa keselarasan ini adalah bukti proses penciptaan secara sadar dan terencana. Keselarasan yang ada menunjukkan bahwa proses penciptaan ini dilakukan secara sadar dan tidak terjadi secara kebetulan. Selain itu, karena kesadaran dan rencana ini bukan berasal dari hewan-hewan itu sendiri, keberadaan Sang Pencipta yang “merancang” makhluk-makhluk ini secara sadar tidak dapat dipungkiri lagi.
Sekarang kita dapat kembali memasuki dunia semut, menggunakan logika dasar ini. Topik dalam bab ini adalah beberapa makhluk hidup yang hidup selaras bersama semut.
Sejak lebih dari seabad yang lalu diketahui bahwa sejumlah spesies serangga hidup bersimbiosis dengan semut. Sebagian besar dari spesies ini merampok makanan dari koloni semut, sementara sebagian lainnya menggantungkan sebagian atau seluruh hidupnya pada koloni semut. Spesies yang hidup sebagai parasit termasuk berbagai serangga, misalnya kumbang, kutu, lalat, dan tawon.
Sebagian parasit ini hidup di sarang semut dan menarik keuntungan dari kehidupan sosial semut. Dalam beberapa kasus, semut tidak ber-keberatan meskipun serangga larva dan telurnya dimakan parasit ini. Bahkan, serangga ini tidak hanya diperbolehkan memasuki sarang, larva mereka juga diberi makan dan dibesarkan sebagaimana layaknya larva semut.
Mengapa semut membiarkan saja tindakan agresif dari serangga parasit? Dan bagaimana mungkin serangga ini dapat tinggal di sarang semut yang telah memiliki sistem pertahanan yang hebat selama bertahun-tahun? Mari kita analisis fenomena yang menarik ini.
Sebagaimana diketahui, dalam komunitas semut terdapat sistem komunikasi yang rumit. Dengan sistem ini, semut dapat membedakan anggota koloni mereka dengan pendatang. Kemampuan ini berfungsi sebagai “sistem pertahanan bersama”. Namun, serangga pendatang dapat masuk ke sarang semut dengan berbagai cara. Hal ini menun-jukkan bahwa mereka telah berhasil memecahkan sandi komunikasi dan identifikasi yang digunakan semut. Dengan kata lain, mereka mampu berkomunikasi dengan bahasa semut, baik secara mekanis maupun kimiawi.
Ketika dua ekor semut bertemu, ia melakukan gerakan tertentu, yaitu menyentuh kawannya dengan antena serta mencium feromonnya. Kemudian, kedua semut melanjutkan perjalanan. Mereka melakukan gerakan ini untuk saling mengenali dan untuk melindungi diri dari makhluk asing.
Semut pekerja melakukan hal yang sama ketika bertemu serangga yang tinggal di sarang mereka. Kadang-kadang mereka menyadari bahwa serangga yang ditemuinya bukan dari golongan mereka dan mengusirnya keluar sarang. Akan tetapi, kadang-kadang mereka memperlakukan serangga lain seolah-olah ia juga seekor semut. Biasanya semut menerima serangga asing seperti ini jika serangga tersebut mampu menyamar secara kimiawi.
Dapat dipastikan bahwa serangga menyamar secara kimiawi, karena semut terbukti mengusir serangga lain yang berbeda secara kimiawi, meskipun bentuk fisiknya mirip dengan mereka. Namun, parasit tertentu yang sama sekali tidak mirip dengan semut diterima sebagai warga sarang semut44.
Sulit dijelaskan bagaimana spesies-spesies serangga belajar meniru ciri khas kimiawi semut. Hal ini hanya dapat dimengerti apabila serangga ini memang dirancang untuk memiliki feromon yang mirip dengan semut. Serangga tidak mampu memahami reaksi kimia, meskipun ia hidup selama jutaan tahun. Oleh karena itu, serangga ini pasti memperoleh ciri khas tersebut dari Sang Pencipta.
Salah satu spesies serangga, Scarabaeid, dapat hidup bersama semut api, karena kedua spesies ini menghasilkan hidrokarbon yang sama. Serangga sering dianggap bermusuhan dengan semut, karenanya meng-herankan bahwa terdapat hubungan harmonis antara kedua spesies ini. Bagaimanakah kesesuaian ini bisa terjadi?
Serangga ini menghasilkan hidrokarbon yang juga dihasilkan oleh semut. Selain itu, mereka juga menghasilkan sejumlah hidrokarbon yang tinggi berat molekulnya. Ketika serangga meninggalkan sarang semut, senyawa-senyawa yang sama dengan hidrokarbon semut tidak lagi di-produksi, tetapi senyawa hidrokarbon yang berat yang mereka miliki tetap diproduksi. Bila suatu saat nanti serangga ini mendatangi koloni spesies semut api lain, mereka akan memproduksi bau yang sama dengan koloni yang ini45.
Ketika pertama kali tiba di sarang semut api, serangga ini meng-gunakan cangkang tubuhnya yang tebal dan berpura-pura mati untuk melindungi diri. Dalam beberapa hari, serangga ini mampu meniru hidrokarbon yang diproduksi semut, sehingga diperbolehkan masuk ke sarang semut46.
Bagaimana mungkin spesies serangga ini mampu meniru berbagai bau dan memproduksinya di dalam tubuh? Bagaimana serangga ini bisa tahu bahwa dengan menghasilkan bau tertentu ia dapat menipu semut sehingga diperbolehkan masuk ke dalam sarang mereka? Dapatkah serangga melakukan semua ini sendiri?
Tentu saja tidak. Serangga tidak mungkin dapat mengenali ciri khas fisik dan kimiawi semut. Sangat tidak masuk akal apabila dikatakan bahwa serangga ini telah mengalami evolusi, dengan cara hidup bersama semut dalam waktu lama sehingga memiliki kemampuan memproduksi bau yang dihasilkan semut-semut ini. Pembentukan ciri khas yang begitu rumit tidak mungkin dihasilkan dari mutasi maupun kebetulan. Satu-satunya kesimpulan dari semua ini adalah adanya Sang Pencipta, Yang telah memberi serangga ini kemampuan untuk mengenali dan meniru. Dialah Satu-Satunya yang mampu membuat semut dan serangga lain hidup bersama secara selaras dan Dia pula yang mampu mencegah kedua makhluk ini untuk saling menyerang. Dialah, Allah, Sang Pencipta kedua spesies ini.
Ada sejumlah spesies kutu yang hidup pada tubuh semut tentara. Spesies-spesies kutu ini hidup dari darah yang mereka peroleh dari daerah mirip membran pada punggung semut yang menjadi inangnya, atau dari cairan berlemak yang dihasilkan tubuh inangnya. Terkadang kutu ini hidup di ujung kaki belakang semut, sehingga pada saat-saat tertentu mereka merelakan tubuhnya digunakan sebagai bagian dari kaki semut.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, semut tentara membentuk rantai dengan cara berpegangan pada tungkai kawannya saat mereka membuat sarang sementara dari rantai tersebut. Dalam analisis labora-torium, ditemukan bahwa pada semut yang memegang kaki kawannya yang berkutu, ditemukan kaki belakang kutu tersebut mengambil bentuk yang sama dengan cakar semut serta melakukan fungsi yang sama pula. Kutu ini memiliki alat cengkeram yang berbentuk gigi pada punggung-nya. Punggung ini berbentuk sedemikian rupa sehingga mereka dapat beradaptasi dengan tubuh semut47.
Pada gambar ini terlihat enam spesies parasit yang hidup pada semut tentara. Parasit-parasit ini menumpang hidup di tubuh semut dengan berbagai jenis adaptasi simbiosis. (1) Parasit pertama hidup dari cairan tubuh semut inangnya. (2) Parasit kedua adalah sejenis kutu yang hidup di ujung kaki inangnya. (3) Spesies parasit yang satu ini mengelabuhi semut dan memakan larva mereka. (4) Spesies ini menghabiskan sebagian besar waktunya di tubuh semut pekerja. (5) Parasit ini memilih ujung dagu semut sebagai rumahnya. (6) Spesies parasit ini hidup di pangkal antena semut. |
Di antara ribuan spesies yang hidup di alam semesta ini, tidak mungkin dua makhluk dengan sistem yang saling melengkapi ini bertemu secara kebetulan. Kemungkinan kedua spesies ini— yang saling meng-gantungkan hidupnya — pada suatu hari bertemu, melihat bahwa tubuh mereka yang sesuai untuk hidup bersama, lalu memutuskan untuk bersim-biosis, adalah nol. Oleh karena itu, keselarasan yang begitu sempurna ini adalah salah satu contoh yang mendetail betapa sempurna hasil ciptaan Allah. Meskipun menyangkut hal yang sangat kecil, detail seperti ini terlalu berharga untuk dilupakan. Contoh-contoh yang dapat kita saksikan ribuan, bahkan jutaan kali setiap hari ini, telah diciptakan agar manusia dapat melihat kekuatan yang tak terbatas, ilmu dan kehalusan ciptaan Allah.
Tubuh semut merupakan tempat hidup yang sesuai bagi parasit. Oleh karena itu, banyak spesies parasit yang memilih tubuh semut sebagai rumah mereka. Salah satu contoh parasit ini adalah spesies lalat, Stronggydaster globula.
Larva lalat ini (“endoparasit” atau parasit interior) hidup pada tubuh bagian belakang ratu semut. Keberadaan larva lalat tampaknya tidak mempengaruhi tingkah laku ratu semut, kecuali aktivitas bertelurnya yang terhenti. Ketika mening-galkan tubuh inangnya, larva parasit memasuki fase pupa. Pupa ini dirawat semut seolah-olah mereka adalah pupa semut. Akan tetapi, ketika lalat mulai dapat terbang, perlakuan koloni semut berubah dan lalat tersebut dipaksa meninggalkan sarang. Kemudian ratu semut mati setelah parasit-parasit ini meninggalkan sarang48.
Larva lalat yang dapat tinggal dan hidup pada tubuh semut merupakan fenomena yang menarik. Tidak mungkin seekor makhluk yang baru lahir mampu memilih tubuh ratu semut sebagai rumah-nya. Induk lalat memilih tubuh ratu semut sebagai tempat bertelur karena ia mengetahui dan mengenal tubuh dan cara hidup semut. Dalam habitatnya ada ratusan spesies lain yang bisa ia jadikan tempat bertelur. Namun, induk lalat mampu memilih dan menentukan tempat yang sesuai bagi kepentingan bayinya, yaitu pada tubuh ratu semut. Meskipun demikian, tidak mungkin induk lalat dapat mengantisipasi apakah lingkungan yang dipilihnya mampu menjamin keamanan telurnya dan apakah semut dalam koloni itu akan merawat telur lalat. Lalat adalah makhluk yang berbeda sama sekali dengan semut, sehingga tidak mungkin induk lalat dapat mengetahui kehidupan semut.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keputusan yang tepat ini bukan hasil “ramalan” induk lalat, melainkan karena dalam diri hewan kecil ini terdapat sebuah program, atau ilham. Dialah Allah yang meletakkan larva lalat di tempat yang paling sesuai untuknya. Dialah Allah yang memiliki kekuasaan mutlak atas lalat dan semut serta memiliki pengetahuan yang tidak terbatas mengenai mereka. Dialah Sang Pencipta, Pemilik dan Penguasa semua makhluk hidup.
Pada tahun 1979, kupu-kupu biru besar musnah dari tempat per-kembangbiakannya yang terakhir di Inggris. Para ahli, yang mempelajari spesies kupu-kupu ini, cukup lama tidak berhasil mengetahui mengapa kupu-kupu jenis ini musnah, padahal banyak sekali habitat yang cocok untuk perkembangbiakan mereka berupa padang rumput liar, yang banyak ditumbuhi tanaman thyme tempat kupu-kupu bertelur. Sebenarnya, rahasianya terletak pada siklus hidup kupu-kupu yang menakjubkan.
Setelah menetas, ulat memakan daun thyme selama kurang lebih tiga minggu. Kemudian ia jatuh ke tanah dan mengeluarkan cairan yang menarik semut merah. Ketika semut merah muncul, ulat mendongakkan tubuhnya dan menggembungkan kulit di belakang kepalanya, untuk menipu agar semut mengira ia adalah larva semut. Kemudian ulat tersebut dibawa semut kembali ke sarangnya, dan hidup di sarang semut selama hampir satu tahun. Ulat ini hidup dengan memakan larva semut dan berhibernasi selama musim dingin. Pada musim semi, ulat ini membuat kepompong sutra. Selagi di dalam kepompong, perlahan-lahan ulat berubah menjadi kupu-kupu dewasa, sampai akhirnya meninggalkan sarang pada pertengahan musim panas.
Gambar kiri menunjukkan kupu-kupu biru besar setelah mening-galkan sarang semut. Gambar kanan menunjukkan larva kupu-kupu biru sebelum bertemu semut merah. Dalam gambar kanan bawah, ulat yang menyamar dibawa oleh semut ke sarangnya. Gambar kiri bawah menunjukkan ulat kupu-kupu biru yang hidup bersama larva semut di dalam sarang. |
Temuan mengenai parasitisme ini menyingkapkan tabir misteri punahnya spesies kupu-kupu. Akibat perubahan ekologi di wilayah tersebut, semut merah bermigrasi dari situ dan ulat yang menetas dibunuh oleh spesies semut lainnya, yang tidak dapat ditipu oleh penyamaran ulat49
Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Mungkinkah simbiosis yang terjadi antara semut dan kupu-kupu ini terjadi secara kebetulan? Bagaimana mungkin kupu-kupu — dalam bentuk ulat, yang bahkan belum dewasa — mengetahui cara mengelabui seekor semut? Bagaimanakah organ-organ yang menyamarkan ulat seperti larva semut bisa terbentuk? Karena para evolusionis tidak menerima teori pen-ciptaan, mereka membantah dan mengatakan bahwa organ-organ ini terjadi secara kebetulan. Namun demikian, mustahil suatu kebetulan bisa menghasilkan kemiripan sesempurna ini. Kemiripan ini tak mungkin terbentuk berangsur-angsur secara bertahap, karena ulat yang belum bisa menyamar akan diburu oleh koloni semut dan tidak mungkin bertahan hidup. Karena seekor ulat tidak mungkin mampu menentukan bentuk tubuh secara sadar, kemungkinan satu-satunya adalah adanya sebuah Kekuasaan Sang Pencipta yang memberinya bentuk sehingga menyerupai larva semut.
Ada sejenis parasit bernama Dinarda yang selalu mengelilingi sarang semut dan memakan mangsa yang dibawa oleh koloni semut. Mereka juga memakan cairan nutrisi milik koloni. Parasit tersebut mondar-mandir di ruang sarang tempat para pekerja dan pemburu yang baru tiba itu berbagi makanan. Parasit ini menyentuh ujung mulutnya ketika bertemu seekor semut sehingga semut itu membagi makanannya. Cara ini sebenarnya sangat berbahaya bagi Dinarda, karena semut akan menyerangnya jika menyadari bahwa parasit itu bukan anggota koloni. Dinarda memiliki suatu cara untuk bertahan jika ini terjadi. Ketika menyadari bahwa ia akan diserang semut, ia mengangkat perutnya dan menyemprotkan cairan pembius ke arah semut. Akibatnya, serangan semut terhenti dan parasit berhasil melarikan diri.50
Di atas ini terlihat bagaimana serangga bertukar makanan dengan semut. Pada gambar atas, serangga menyentuh semut dengan antenanya. Gambar tengah menunjukkan serangga menepuk mulut semut dengan kaki depannya. Pada gambar di bawah, semut memberikan setetes makanan cair pada serangga yang sedang menyamar. |
Atemeles adalah spesies serangga yang dibesarkan di sarang semut Formica selama musim panas dan berpindah ke sarang semut spesies lain, Myrmica. Setelah menghabiskan musim dingin di sarang yang baru, mereka pindah kembali ke sarang asalnya di musim panas. Perpindahan ini tentu saja beralasan. Formica tidak berkembang biak selama musim dingin, sehingga tidak banyak makanan yang disimpan selama musim ini. Sebaliknya, spesies Myrmica berkembang biak di musim dingin sehingga banyak menyimpan makanan di musim ini.51
Atemeles tidak kesulitan bermigrasi dari sarang ke sarang. Semut Formica membuat sarangnya di hutan sedangkan semut Myrmica ber-sarang di padang rumput. Atemeles yang meninggalkan sarang Formica telah menemukan metode yang sangat penting agar ia tidak tersesat. Ia bergerak ke arah sinar matahari dan menemukan padang rumput di mana Myrmica bersarang. Ketika sampai di padang rumput, masalah lain menanti mereka. Mereka harus bisa membedakan sarang semut Myrmica dengan sarang semut lain. Penelitian menunjukkan bahwa Atemeles menemukan sarang yang tepat dengan mencium bau yang dihasilkan koloni Myrmica.52
Singkat kata, serangga imigran ini tidak hanya mampu menentukan arah dengan menggunakan cahaya, tapi juga mampu mem-bedakan bau koloni-koloni semut.
Pada gambar di sebelah kanan, seekor serangga Atemeles berhasil menipu semut dengan zat yang dihasilkannya sehingga ia dibawa ke sarang semut. |
Serangga imigran ini sangat menarik karena mereka diterima oleh kedua spesies semut dan dengan cepat mampu beradaptasi dengan lingkungan sarang yang baru. Wasmann, seorang ilmuwan yang telah meneliti semut selama bertahun-tahun, percaya bahwa serangga ini dapat bersimbiosis secara canggih dengan metode adaptasi yang belum diketahui. Serangga ini memiliki sebuah kemampuan yang mereka gunakan sehingga mereka dapat masuk ke sarang yang mereka inginkan. Spesies ini mempunyai sebuah kelenjar yang menghasilkan zat-zat yang mereka gunakan untuk melindungi diri mereka. Mereka juga menye-kresikan zat kimia yang dapat melemahkan musuh-musuh mereka ketika mereka diserang. Zat kimia ini sangat keras sehingga ketika serangga ini menyemprotkan zat tersebut pada semut yang sarangnya sudah lama mereka tinggali, sikap semut menjadi lebih “lunak” pada mereka. 53
Aktivitas serangga imigran ini memunculkan berbagai pemi-kiran. Serangga yang tahu waktu yang tepat untuk pindah serta sarang yang ditujunya, pasti mengenali segala aspek kehidupan semut. Bagaimana perjalanan migrasi ini dimulai? Pertama-tama, serangga imigran harus mampu menentukan bahwa sarang yang akan diting-galinya adalah sarang semut, bukan sarang serangga lainnya. Kemudian, serangga imigran juga harus dapat memilih spesies semut yang tepat dari sekitar 8.800 spesies semut yang ada di dunia dan menyadari bahwa persediaan makanan di dalam sarang yang dipilihnya menurun selama musim dingin. Setelah itu, serangga ini harus menemukan sarang yang banyak menyimpan makanan selama musim dingin. Makhluk yang harus membuat semua keputusan ini adalah serangga yang mungkin tidak akan pernah kita jumpai selama hidup kita. Secara logis, apakah seekor serangga mampu membuat keputusan seperti ini?
Seandainya kita meyakini bahwa sistem ini telah berkembang sede-mikian rupa, bukan berarti bahwa tidak ada pertanyaan lain yang mun-cul. Bagaimana mungkin serangga ini dapat menemukan jalan ke sarang yang tepat saat ia berpindah sarang? Bagaimana mungkin seekor serang-ga dengan ukuran seperseribu ukuran manusia dapat menemukan jalan di dalam hutan sementara hal itu tidak mudah dilakukan bahkan oleh seseorang yang sangat cerdas sekalipun?
Jawaban, “bergerak ke arah cahaya” tidak memberikan penjelasan yang sesungguhnya, karena cahaya bisa datang dari 2-3 arah yang ber-lainan. Jika sekadar mengikuti arah cahaya, para imigran ini tetap harus menjelajahi wilayah seluas beberapa meter persegi sebelum menemukan sarang yang dicari (bagi makhluk seukuran serangga, wilayah seluas beberapa meter persegi sama dengan daerah seluas beberapa kilometer persegi bagi kita). Pada saat inilah proses pengenalan bau dimulai. Proses ini juga sangat menakjubkan. Dapat dibayangkan betapa sulitnya menge-nali satu jenis bau dari bau-bau lainnya di dalam hutan yang dihuni ratus-an koloni semut, yang selain itu juga terdapat ribuan bau lainnya. Yang lebih menakjubkan lagi, serangga yang telah hidup di tempat lain sepanjang musim panas masih ingat bau sarang yang ditujunya.
Mari kita pikirkan kejadian berikut ini. Andaipun kita yang meletak-kan seekor serangga Atemeles dan meletakkannya di depan sarang semut yang sesuai, tetap sangat sulit bagi serangga ini untuk dapat hidup di sarang tersebut, karena semut juga memiliki kemampuan pengenalan yang sangat peka. Semut tidak akan menerima semut lain yang tidak sekoloni. Semestinya mereka menganggap serangga pendatang ini musuh dan mengusirnya dari sarang. Namun, hal ini tidak terjadi dan Atemeles diperlakukan dengan cukup baik. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh zat kimia yang diproduksi tubuh serangga ini. Bagaimana mungkin serangga imigran ini mengetahui bahwa dirinya dapat mempengaruhi koloni semut dengan zat ini dan menyadari bahwa efeknya akan meng-ubah sikap permusuhan koloni semut? Apakah mungkin Atemeles me-nentukan sendiri dengan tepat zat kimia apa yang diproduksinya?
Tentu saja ini mustahil. Yang terjadi di sini sudah jelas. Perbuatan serangga ini membutuhkan kecerdasan yang tinggi dan kemampuan untuk memilih. Akan tetapi, tentu saja kedua hal ini tidak mungkin dimiliki seekor makhluk yang bahkan tidak memiliki otak. Harus diakui bahwa sumber kecerdasan dalam tindakan serangga ini berada “di luar” dirinya.
Para evolusionis menggunakan kata “naluri” untuk keluar dari jalan buntu seperti ini. Mereka juga menyatakan bahwa perilaku hewan berasal dari motif-motif tertentu yang tidak diketahui sumbernya. Akan tetapi, pendapat seperti ini hanya dapat digunakan untuk menutupi kesalahan mereka, tidak mengubah apa-apa. Gambarannya cukup jelas. Ada motif-motif tertentu yang menggerakkan hewan ini yang dihasilkan oleh suatu rencana yang cerdas. Karena rencana cerdas tidak mungkin dihasilkan oleh hewan itu sendiri, motif ini pasti bersumber pada sebuah kekuatan yang berkuasa atas hewan ini. Kekuatan ini adalah milik Dia Yang tak terlihat, Yang mampu berkuasa atas dunia nyata dengan Maha Bijaksana dan mencerminkan pengetahuan itu dalam mengenai makhluk hidup, seperti serangga, yang tidak memiliki kesadaran.
Sarang semut menyajikan persediaan makanan, perlindungan dari penyerang, dan kondisi hidup yang ideal bagi suatu spesies serangga yang hidup di gurun pasir di sebelah selatan Amerika Serikat dan Meksiko. Begitu berhasil memasuki sarang semut, serangga ini langsung menuju ruang perkembangbiakan dan memakan larva semut.
Serangga ini telah mengembangkan berbagai teknik untuk masuk ke dalam sarang semut. Beberapa spesies langsung saja masuk lewat lubang semut, kemudian melalui gundukan ranting dan masuk ke dalam sarang. Serangga ini memiliki cangkang yang melindungi tubuh mereka dengan baik, sehingga semut tidak dapat membunuh mereka. Koloni semut hanya dapat menyerang mereka bersama-sama lalu mengusir mereka dari sarangnya.
Serangga yang gagal masuk tidak pernah menyerah. Mereka berpu-ra-pura mati sehingga menarik perhatian semut. Kemudian, semut-semut itu membawa pulang serangga yang berpura-pura mati ini sebagai makanan. Untuk mengelabui semut, serangga ini pandai berpura-pura mati, dengan cara menarik antenanya ke belakang serta membuat kakinya tampak kaku.54
Setelah mencapai ruang penyimpanan telur, entah mengapa semut meninggalkan serangga ini. Penelitian menunjukkan bahwa selagi serangga ini memakan telur semut, cairan yang dikeluarkan bulunya menarik perhatian semut di tempat lain. Demikianlah sikap permusuhan semut berkurang dan mereka tidak lagi dapat melindungi telurnya.55
Serangga “cerdas” ini juga meninggalkan larvanya di sarang semut. Larva serangga tumbuh di tengah tumpukan potongan tanaman. Meski-pun mereka tidak memiliki mekanisme pertahanan melawan semut, larva ini tidak diserang oleh kawanan semut, sampai suatu saat mereka mampu bertahan dari serangan semut dan melarikan diri dengan cara yang terampil.56
Dalam subbab berikut ini kita akan menyaksikan contoh penciptaan yang sempurna dan mengagumkan, yaitu larva lalat yang dapat menyamar.
Larva-larva lalat syrphid (Microdon) hidup jauh di dalam sarang semut selama musim dingin, sedangkan pada musim semi mereka pindah ke permukaan sarang untuk membentuk kepompong (pupa). Dalam penelitian ditemukan bahwa semua larva menghilang begitu menetas sehingga dianggap telah mati dan hanya tertinggal seekor larva yang menggantung di permukaan luar kepompong semut. Pembesaran menun-jukkan bahwa bentuk larva semakin membulat, seolah-olah ia berusaha mengejan untuk mengubah bentuknya. Tiba-tiba larva ini menghilang. Larva telah memasukkan kait pada mulutnya ke dalam kepompong sutra dan membuat lubang yang cukup besar agar ia bisa masuk. Larva-larva yang seolah-olah menghilang sebenarnya berada di dalam kepompong, memakan pupa semut dan berubah ke tingkat larva selanjutnya. Larva Microdon pada tingkatan selanjutnya, menggulung dirinya searah panjang tubuhnya sehingga tidak dapat dibedakan dari kepompong semut. Setelah proses transformasi ini, semut-semut pekerja yang kebingungan berdatangan dan membawa bayi yang menyamar ke dalam sarangnya yang aman.57
Ini adalah contoh kasus mimikri yang unik. Semut mengira larva lalat ini adalah kepompong semut. Pada saat penelitian dilakukan, ditemukan bahwa zat kimia pembentuk kutikula luar dari larva lalat yang keras hampir persis sama dengan zat pada larva semut. Dengan kata lain, larva lalat juga dapat meniru kepompong semut secara kimiawi.
Analisis kimia membuktikan bahwa kejadian ini benar-benar mimikri secara kimia. Bagaimana cara larva Microdon melakukan penyamaran ini?
Pada bagian bawah tubuh larva terdapat tonjolan besar yang belum diketahui fungsinya. Diduga tonjolan ini mengandung kelenjar atau muara kelenjar yang mengeluarkan zat kimia yang digunakan larva untuk menyamar menjadi inangnya.58
Bagaimana mungkin seekor makhluk yang bahkan tidak mengerti “kimia” dapat melakukan penyamaran seperti ini? Selain itu, hanya larva lalat Microdon yang memiliki sistem pertahanan seperti ini, sedangkan serangga dewasa tidak memilikinya. Karena serangga dewasa tidak dapat menyamar seperti halnya larva, tentunya penyamaran ini bukan sesuatu yang merupakan hasil pemikiran mereka sendiri. Berarti larva memiliki kemampuan ini sejak lahir.
Susunan kimiawi yang menyebabkan larva dapat menyamar sebagai semut tidak mungkin terbentuk secara kebetulan di tubuh larva. Satu-satunya kesimpulan yang dapat ditarik dari kejadian ini adalah bahwa larva lalat Microdon telah memiliki kemampuan ini sejak menetas.
Sampai subbab ini, yang dijelaskan buku ini mengenai semut sudah memberikan gambaran umum mengenai dunia semut. Akan tetapi, yang tertulis ini baru sebagian contoh saja, karena banyak sekali spesies di dunia semut yang dilengkapi dengan berbagai ciri-ciri yang tidak kita ketahui. Salah satunya adalah “semut susu” atau juga dikenal sebagai semut pemakan kayu.
Semut pemakan kayu ini memakan cairan daun yang diperolehnya dari serangga daun, Aphid(*).
Kerjasama antara semut dan aphid merupakan salah satu contoh simbiosis yang paling menarik dari dunia serangga.
Aphid yang diletakkan pada daun oleh semut menghisap cairan dari akar tumbuhan. Dalam tubuh aphid, cairan tumbuhan diubah menjadi “nektar”. Semut menyukai nektar dan tahu bagaimana caranya agar aphid memberikan makanan ini kepada mereka. Bila seekor semut mulai lapar, ia mendekati aphid dan menepuk-nepuknya dengan sensor dan antenanya. Aphid sangat menyukai hal ini sehingga mengeluarkan setetes nektar dan memberikannya kepada semut. Sebagai balasan, semut melindugi dan memelihara aphid dengan baik.59
Pada musim gugur, semut mengumpulkan telur aphid dan menyim-pannya di sarang mereka sampai telur-telur ini menetas. Kemudian, bayi aphid diletakkan di akar tumbuhan, sehingga mereka dapat menghisap cairan tumbuhan dan menyediakan nektar bagi semut.
Semut “Penangkar Hewan”. Selain sifat-sifatnya yang menarik, semut ini juga “menangkarkan hewan”. Sebagaimana terlihat dalam gambar, semut membentuk “koloni” aphid sendiri dan menggunakan “koloni” ini untuk mendapatkan makanan. Sebagai balasan, mereka memelihara “koloni” aphid, menjaganya serta melindunginya dari musuh. Tidak diragukan lagi, “penangkaran hewan” yang dibentuk semut adalah sebuah contoh simbiosis yang sangat menarik di dunia serangga. |
Pertanyaannya adalah: Dari sekian ribu makhluk hidup di dunia ini, bagaimana cara semut susu mengetahui sifat aphid? Kemudian bagai-mana mungkin semut dapat memilih aphid dari begitu banyak pilihan makhluk hidup lainnya? Tentu saja, tak mungkin kita menilai sebagai rantai kebetulan hal berikut ini: cairan yang keluar dari tubuh aphid kebetulan cocok dengan apa yang dibutuhkan semut. Semut juga tidak mungkin mengetahui secara kebetulan bahwa aphid akan memberikan nektar jika semut menepuk-nepuknya. Sekali lagi, pasangan ini di-rancang, selaras, dan karenanya jelas diciptakan.
(*) Aphid adalah serangga dari famili Aphididae (ordo Hemiptera) yang berkembang biak dapat secara seksual dan partenogenesis. Spesies ini menghisap cairan floem tumbuhan dengan mulutnya yang dapat menembus ke lapisan floem (Penerjemah).
Di dalam kantung tanaman kantong semar yang hidup di sebelah India Timur, Nepenthes bicalcarata, hidup koloni semut. Tanaman ini bentuknya seperti teko dan memangsa serangga yang menghinggapi-nya. Meskipun demikian, semut bebas bergerak dan mengambil sisa-sisa serangga dan bahan makanan lainnya dari tanaman ini.60
Kerja sama ini menguntungkan kedua belah pihak, semut dan tumbuhan. Meskipun semut mungkin saja dimakan Nepenthes, mereka dapat membangun sarang pada tanaman ini. Tumbuhan juga menyisakan jaringan tertentu dan sisa-sisa serangga untuk semut. Dan sebagai balasannya, semut melindungi tumbuhan dari musuhnya.
Pada gambar di samping, kita dapat melihat tumbuhan kantong semar sebagai “perangkap serangga”. Namun, serangga-serangga tertentu lolos dari jebakan tumbuhan kantong semar. Misalnya, seperti ditunjukkan pada halaman berikutnya, semut dapat hidup berdampingan dengan kantong semar. Secara ajaib, tumbuhan ini tidak mempedulikan keberadaan semut. |
Begitulah contoh simbiosis tanaman dan semut. Struktur anatomi dan fisiologi semut dan tanaman inangnya telah dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan hubungan timbal balik antara keduanya. Meskipun para pembela teori evolusi menyatakan bahwa hubungan antarspesies ini berkembang secara berangsur-angsur selama jutaan tahun, tetapi tentu saja pernyataan yang mengatakan bahwa dua makhluk yang tidak memiliki kecerdasan ini dapat sepakat meren-canakan suatu sistem yang menguntungkan kedua belah pihak tidak masuk akal.
Lalu, apa yang menyebabkan semut hidup pada tumbuhan?
Semut cenderung tinggal pada tumbuhan karena adanya cairan ber-nama “nektar residu” yang dikeluarkan tumbuhan. Cairan nektar ini merupakan daya tarik bagi semut untuk mendatangi tumbuhan. Banyak spesies tumbuhan yang terbukti mengeluarkan cairan ini pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, pohon ceri hitam menghasilkan cairan ini hanya tiga minggu dalam setahun. Tentu pengeluaran cairan pada waktu ini bukan kebetulan karena waktu tiga minggu ini bertepatan dengan satu-satunya waktu sejenis ulat menyerang pohon ceri hitam. Semut yang ter-tarik pada nektar dapat membunuh ulat ini serta melindungi tumbuhan61.
Hanya dengan menggunakan akal sehat, kita dapat melihat bahwa hal ini adalah bukti hasil penciptaan. Akal sehat tidak mungkin bisa menerima bahwa pohon ini dapat memperhitungkan kapan bahaya akan menyerang lalu memutuskan bahwa cara terbaik untuk melindungi dirinya adalah dengan cara menarik semut serta mengubah struktur kimianya. Pohon ceri tidak punya otak. Oleh karena itu, ia tidak dapat berpikir, memperhitungkan, maupun mengubah komposisi kimianya. Bila kita menganggap bahwa prosedur yang rasional ini adalah sebuah karakter yang diperoleh dari suatu kebetulan yaitu dasar dari logika evolusi tentunya hal ini tidak masuk akal. Jelas sekali bahwa pohon ini telah melakukan sesuatu yang didasarkan pada kecerdasan dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat kita tarik adalah bahwa sifat tumbuhan ini telah terbentuk karena adanya sebuah Kehendak yang telah menciptakannya. Bila kita merujuk pada segala bentuk pengaturan yang dibuat-Nya, jelas sekali bahwa Dia tidak hanya berkuasa atas pohon, tetapi juga atas semut dan ulat. Jika penelitian dilakukan lebih jauh lagi, tentunya dapat diketahui bahwa Dia berkuasa atas semesta alam dan telah mengatur setiap komponen alam secara terpisah namun serasi dan selaras, sehingga membentuk sebuah sistem sempurna yang kita kenal sebagai “keseimbangan ekologi”.
Bila kita berpikir lebih jauh dan meneliti bidang-bidang lain, seperti geologi dan astronomi, kita akan sampai pada gambaran yang serupa. Ke mana pun kita melangkah, kita akan menyaksikan berjuta sistem yang berfungsi dengan selaras dan teratur sempurna. Semua sistem ini menunjukkan keberadaan Sang Pengatur. Meskipun demikian, tidak satu pun kompo-nen pembentuk alam ini yang mampu berfungsi sebagai Sang Pengatur itu.
“Maka apakah Dia yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapa kamu tidak meng-ambil pelajaran?” (QS. An-Nahl, 16:17) !
Oleh karena itu sang pengatur haruslah Dia Yang Maha Tahu dan Mahakuasa atas alam semesta. Al Quran menggambarkan Sang Pengua-sa sebagai berikut:
“Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Mem-bentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepadanya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Hasyr, 59:24) !
Simbiosis antara akasia dan semut mungkin merupakan salah satu contoh simbiosis yang paling menarik di dunia tumbuhan dan serangga. |
Pohon Akasia yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis di-lindungi oleh duri-duri. Suatu spesies semut yang hidup pada pohon akasia Afrika membuat lubang dengan menggerogoti dinding duri dan hidup secara permanen di dalam pohon akasia. Setiap koloni semut menghuni duri-duri pada di lebih dari satu pohon atau lebih, serta memakan nektar daun akasia. Koloni ini juga memakan ulat dan orga-nisme lain yang mereka temukan di pohon.
Pada gambar di atas, seekor semut terlihat di permukaan tumbuhan yang menjadi tempat persembunyiannya yang ideal. Lubang pada tanaman berfungsi sebagai “pintu” bagi semut. |
Nektar batang akasia sangat kaya akan minyak dan protein. Thomas Belt, yang pertama kali menyelidiki hal ini, menyatakan bahwa keli-hatannya satu-satunya fungsi nektar adalah menyediakan nutrisi bagi semut. Semut, yang hidup di pohon-pohon ini, mengambil gula dari nektar dan memberikannya kepada larva mereka.62
Apa yang diharapkan pohon dari semut sebagai “balas jasa”?
Semut pekerja yang berkerumun di permukaan tumbuhan sangat agresif kepada serangga lainnya, dan juga pada hewan segala ukuran. Kalau hewan lain menyentuh pohon yang mereka tinggali, mereka akan menyerang bersama-sama dan menggigit dengan gigitan yang menya-kitkan. Selain itu, tumbuhan lain yang berjarak kurang dari satu meter dari pohon akasia yang dihuni semut dibantai dan diserang, kulit batang pohon diserang, serta ranting dan dahan yang menyentuh pohon akasia juga dihancurkan63.
Telah dibuktikan bahwa pohon akasia yang tidak didiami semut lebih mudah diserang dan dilukai oleh serangga lainnya, jika diban-dingkan dengan pohon yang dihuni koloni semut. Dalam sebuah eksperimen diamati bahwa tumbuhan liar yang tumbuh berdiameter 40 cm dari pohon akasia diserang oleh semut, dimakan dan diinjak-injak sampai hancur. Semut juga bahkan menyerang dahan dan daun tumbuh-an lain yang menyentuh bayangan pohon akasia. Seluruh koloni semut sangat sigap ketika membersihkan dan mengawasi tumbuhan. Para ilmuwan sampai pada kesim-pulan berikut: semut disewa oleh pohon akasia sebagai “tentara khusus”64.
Karena kedua belah pihak tidak mungkin bernegosiasi untuk mencapai keputusan tersebut, keputusan ini pasti telah diambil oleh Dia yang menyebabkan kedua belah pihak mencapai persetujuan.
Pada sejumlah tumbuhan, terdapat lubang-lubang dalam yang seca-ra biologi dikenal dengan nama “domatia”. Satu-satunya fungsi domatia adalah sebagai tempat berlindung bagi koloni semut. Domatia memiliki lubang-lubang yang bisa digunakan sebagai tempat keluar-masuknya semut, atau tirai jaringan tipis. Dalam ruang-ruang ini juga terdapat “makanan jadi” (yaitu makanan yang diproduksi pohon, khusus untuk dikumpulkan oleh semut serta dimakan). Satu-satunya fungsi “makanan jadi” adalah untuk memberi makan semut, karena tampaknya makanan ini sama sekali tidak dimanfaatkan oleh tumbuhan.65
Gambar di samping menunjukkan tumbuhan yang diberi makan oleh “penghuninya”. Tumbuhan ini juga berfungsi sebagai “rumah” bagi semut. |
Pendek kata, domatia adalah sebuah struktur khusus yang dibentuk agar semut dapat bertahan hidup. Suhu dan kelembapan domatia sangat ideal keseimbangannya bagi semut. Semut hidup dengan nyaman di tempat istimewa ini yang seolah-olah dibuat khusus bagi mereka ini, sebagaimana halnya hotel berkualitas dibuat untuk kesenangan manusia.
Tidak mungkin bagi kita untuk menyatakan bahwa struktur ini terjadi secara kebetulan, dan bahwa tumbuhan memproduksi makanan bagi semut secara kebetulan, serta melakukannya berdasarkan kebutuhan.
Kerja sama semut dan tumbuhan hanyalah salah satu bukti dari keseimbangan yang menakjubkan yang dibuat oleh Sang Pencipta Yang Maha Esa di dunia ini. Selain itu, hubungan ini juga timbal balik. Layanan yang diberikan semut pada pohon dan layanan pohon pada semut, keduanya merupakan faktor penting bagi tumbuh-tumbuhan di dunia ini. Semut meningkatkan kadar karbon dalam tanah karena mereka menanaminya, menambahkan nutrisi tanah dari kotoran dan sisa-sisa mereka, serta menjaga suhu dan kelembapan lingkungannya pada kadar yang sesuai. Oleh karena itu, spesies tanaman yang hidup berdekatan dengan sarang semut tumbuh lebih subur dibandingkan yang hidup di tempat lain.
Suatu spesies semut, Philidris, dan tumbuhan inangnya, Dischidia major, menghasilkan sejumlah zat kimia yang rumit sepanjang hidup mereka.
Tumbuhan ini tidak memiliki akar di bawah tanah. Oleh karena itu, tumbuhan ini melilitkan dirinya pada tumbuhan lain agar dapat berdiri tegak. Tumbuhan ini memiliki cara yang sangat menarik untuk mening-katkan jumlah karbon dan nitrogen yang mereka dapatkan.
Semut memiliki tempat penyimpanan dalam tumbuhan ini, tempat mereka memelihara larva dan menyembunyikan sampah-sampah or-ganik mereka (seperti semut mati, potongan tubuh serangga, dan se-bagainya), yang disebut “daun semut”. Tumbuhan menggunakan sam-pah-sampah ini sebagai sumber nitrogen. Selain itu, permukaan-dalam dari ruang daun menyerap karbon dioksida yang dihasilkan semut, sehingga mengurangi jumlah air yang menguap melalui pori-pori daun66.
Pencegahan penguapan air ini sangat penting bagi tumbuhan penghasil zat kimia yang hidup di daerah tropis ini, karena tumbuhan ini tidak pernah dapat mendapatkan kebutuhan airnya langsung dari tanah karena tidak memiliki akar. Oleh karena itu, semut menyediakan dua kebutuhan penting tumbuhan sebagai balasan dari “kebaikannya” mem-berikan tempat berlindung pada semut.
Spesies semut tertentu memberi makan tumbuhan inangnya. Sebagai contoh, tubuh tumbuhan Myrmecodia dan Hydnophytum, yang dipenuhi benjolan memberikan ruang-ruang bersekat bagi semut untuk bersarang. Semut yang hidup di lekukan-lekukan ini berbeda satu de-ngan yang lain. Ruang-ruang yang dihuninya berdinding mulus. Mereka menyimpan sisa sampah serangga di ruang lain, yang berdinding kasar. Riset membuktikan dinding yang kasar menyerap nutrisi, sedangkan dinding mulus tidak berpori. Oleh karena itu, tumbuhan menyerap sisa sampah serangga yang dibawa masuk oleh semut. Dengan kata lain, semut telah memilih ruang-ruang yang tepat.
Gambar di samping menunjukkan tumbuhan yang diberi makan oleh “penghuninya”. Tumbuhan ini juga berfungsi sebagai “rumah” bagi semut. |
Para ilmuwan melakukan sebuah uji menarik. Pertama-tama mereka memberi makan larva lalat buah dengan ragi (yeast) yang telah diradiasi. Kemudian mereka meletakkan larva-larva ini pada tanaman yang dihuni koloni semut. Ketika semut menemukan larva, mereka langsung memba-wanya ke ruang berdinding kasar. Selama dua minggu selanjutnya, para ilmuwan mengamati level radioaktif pada tumbuhan, untuk membukti-kan bahwa sampah sisa serangga didistribusikan melalui saluran-salur-an dalam tubuh tumbuhan setelah diasimilasi. Para ilmuwan membuk-tikan bahwa zat-zat radioaktif dibawa ke seluruh tumbuhan, karena tumbuhan ini telah menyerap nutrisi yang tersedia.67
Hubungan antara tumbuhan piper dan semut mungkin paling menarik dibandingkan dengan contoh-contoh lain yang sudah kita kaji sebelumnya. Tumbuhan bernama piper ini (sejenis tanaman mini dari famili lada hitam) tumbuh di hutan tropis Amerika Tengah. Tumbuhan ini menyediakan makanan dan tempat berlindung bagi semut coklat (Pheidole bicornis). Pada saat pohon piper muda baru berdaun lengkap dua atau tiga buah, salah satu pangkal daunnya gelembung kosong di antara cabang dan daun biasanya berisi ratu Pheidole. Ratu semut membentuk koloni pada tunas tumbuhan piper dengan cara mengunyah pangkal daun dan membuat lubang, serta bertelur di sana. Ketika telur-telurnya pertama kali menetas menjadi larva, sang ratu dan anak-anaknya menempati salah satu pangkal daun. Ketika koloni mulai ber-kembang, para semut pekerja secara bertahap membuat lubang pada jaringan di bagian tengah tangkai daun, sehingga seluruh tanaman ber-ubah menjadi tempat tinggal koloni semut.68
Tumbuhan ini juga merupakan sumber makanan bagi semut. Per-mukaan dalam dari pangkal daun menghasilkan makanan satu-sel bagi semut. Semut mencabut remah-remah yang kaya akan minyak dan protein dari dinding pangkal daun, kemudian memberikannya pada larva mereka.69
Makanan bergizi ini mungkin tidak dapat ditemukan oleh semut di tempat lain. Makanan ini disediakan secara khusus oleh piper. Semut-semut ini berpindah ke pohon piper yang memberikan pelayanan terbaik, tempat berlindung, dan makanan bagi mereka setiap tahunnya, serta membangun sarang mereka di bagian tumbuhan yang paling sesuai bagi mereka.
Tumbuhan piper yang berfungsi sebagai sumber makanan, juga me-miliki keistimewaan lainnya. Spesies tumbuhan lain tetap menghasilkan makanan meskipun koloni semut telah meninggalkannya, sedangkan tumbuhan piper hanya memproduksi makanan ketika koloni semut ma-sih menetap di pohon itu. Para ilmuwan telah menyadari bahwa tumbuh-an berhenti memproduksi makanan ketika semut coklat (Phedoles)70 tidak ada.
Perbuatan tumbuhan piper bukanlah pengorbanan sepihak. Selama mereka hidup bersama, semut juga memproduksi nutrisi yang dibutuh-kan oleh inangnya.
Ketika semut bergerombol pada batang tumbuhan yang membusuk, semut dibawa jaringan tumbuhan bagian dalam yang lunak dalam bentuk ammonia hidrat. Cairan ini sangat menguntungkan bagi tumbuhan, karena meningkatkan efisiensinya. Selain itu, ketika anggota koloni semut bernapas, mereka mengeluarkan karbon dioksida sehingga konsen-trasinya pada tumbuhan meningkat dan pohon tumbuh lebih sehat.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk memahami apakah semut piper menyediakan makanan bagi tumbuhan inangnya. Terbukti bahwa semut Pheidole membawa serta partikel-partikel tertentu seperti spora, potongan rumput liar, dan serpihan kulit ngengat, ketika semut sedang mencari makan. Semut menyimpan makanan yang mereka bawa dalam kantung kecil tempat mereka memelihara larvanya, kemudian tumbuhan mengambil mineral yang dibutuhkannya dari makanan ini.
Sifat semut Pheidole cukup ramah. Mereka bergerak perlahan-lahan dan tidak pernah menyerang maupun menggigit. Akan tetapi, semut ini menggunakan strategi licik untuk melindungi dirinya dan inangnya, pohon piper.
Kebanyakan serangga, seperti ulat yang memakan dedaunan, ber-telur di atas pohon. Semut segera membuang sumber bahaya ini. Telur rayap yang diletakkan pada daun tumbuhan piper dapat ditemukan oleh semut pekerja dalam waktu satu jam. Kemudian para pekerja ini me-munguti telur satu demi satu. Mereka membawa telur-telur ini ke tepi daun dengan dagu dan mejatuhkannya ke bawah. Para ilmuwan men-coba meletakkan telur rayap di ruang larva semut, agar larva memakan-nya. Tetapi hasilnya tetap sama, dan semut pekerja segera membuang apa pun yang dapat membahayakan diri mereka dan inang mereka71.
Makhluk lain yang membahayakan piper adalah aphid gandum yang suka menyerang, Ambates melanobs. Aphid gandum menyerang sebagian besar tumbuhan yang tidak ditinggali oleh koloni semut dan membunuh tumbuhan ini dengan cara melubangi batang pohon dari dalam. Akan tetapi, penyerang kecil ini tidak mungkin berhasil apabila tumbuhan dijaga oleh semut. Semut menyerang larva aphid yang lunak dan tidak memiliki pertahanan tubuh ketika mereka mulai melubangi bagian dalam batang. Semut yang bertugas menjaga tumbuhan bertugas melawan segala jenis serangan serta melindungi keseimbangan ekologi dengan kemampuan mereka ini.
Keharmonisan dalam kehidupan tumbuhan dan semut tidak mungkin terjadi secara kebetulan. Gambaran yang kita dapatkan dari informasi yang diberikan melalui seluruh bab ini menunjukkan pada kita spesies-spesies yang berbeda satu sama lain, tetapi diciptakan untuk dapat bekerja sama dengan baik.
Pada awal bab ini, kami telah memberikan contoh keharmonisan seperti ini. Hubungan antara anak kunci dan gembok yang sesuai. Hanya ada satu penjelasan dari keharmonisan yang terjadi antara dua obyek ini. Gembok dan anak kunci dibuat oleh ahli yang sama, artinya keduanya memang sengaja dibuat berkesesuaian. Dalam contoh kerjasama yang kita temui di alam, logika yang sama juga berlaku. Semut dan tumbuhan bekerja sama karena mereka adalah produk rancangan secara sadar. Semut tidak mempunyai kekuasaan terhadap tumbuhan, demikian juga sebaliknya. Karena keduanya tidak mungkin mengeluarkan gagasan, mereka hanya menjalani kehidupannya menurut ilham yang diberikan oleh Penciptanya, sehingga mampu memelihara hubungan timbal balik dalam kehidupan mereka.
Tugas bagi manusia adalah menyadari kekuasaan Sang Pencipta dan Si Pemilik kekuasaan ini. Tetapi sayangnya begitu banyak manusia yang tidak memikirkannya, bahkan tidak pula memedulikannya. Ayat di bawah ini menyatakan dengan kalimat yang sebaik-baiknya mengenai penciptaan sempurna yang dilakukan Allah dan kebutaan manusia dalam memandangnya:
“Hai Manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru se-lain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha-kuat lagi Mahaperkasa.” (QS. Al-Hajj, 22:73-74) !
44 Bert Hölldobler-Edward O.Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, p. 512.
49 Ecology, Michael Scott, Oxford University Press, New York, 1995, p. 33.
50 Bert Hölldobler-Edward O.Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, p. 497-498.
58 Natural History, 1/94, Gregory Paulson and Roger D.Akre.
59 Bert Hölldobler-Edward O.Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, p. 522-523.
63 National Geographic Documentary
64 Bert Hölldobler-Edward O.Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, p. 532
66 Geo Magazine, October 1995, p. 186
67 Bert Hölldobler-Edward O.Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, p. 549
68 Natural History, 10/93, p. 4-8
69 Natural History, 10/93, p. 6
70 Bert Hölldobler-Edward O.Wilson, The Ants, Harvard University Press, 1990, p. 547