Bagian Dua:
Orang Yang Tak Mampu Memahami Fakta Penciptaan

Bab 06: Tipudaya Teori Evolusi

Teori evolusi adalah suatu filosofi dan konsepsi dunia yang menghasilkan suatu kesalahan hipotesis, asumsi, dan skenario khayalan dengan tujuan menjelaskan keberadaan dan asal-usul kehidupan dengan hanya seputar kebetulan. Filosofi ini berakar jauh di zaman lalu sekuno Yunani-kuno.

Semua filosofi ateis yang menolak adanya penciptaan, secara langsung atau pun tak langsung, menganut dan membela teori evolusi. Kondisi yang sama saat ini berlaku pula untuk semua ideologi dan sistem yang berlawanan dengan agama.

Paham evolusi ini tersembunyi dalam samaran ilmiah selama satu setengah abad yang digunakan untuk membenarkan diri-sendiri. Walaupun dianggap berkedudukan sebagai teori ilmiah selama pertengahan abad ke-19, teori itu, walaupun sepenuhnya merupakan usaha terbaik dari para pembelanya, sejauh ini belum disahkan oleh eksperimen atau pun temuan ilmiah apa pun. Sesungguhnya, “sains sejati” tempat bergantung teori itu jelas-jelas menunjukkan dan terus menunjukkan berulangkali bahwa teori itu tidak cocok dengan kenyataan.

Percobaan laboratorium dan perhitungan probabilistik telah secara gamblang menjelaskan bahwa asam amino sumber kehidupan tidak dapat dibuat secara kebetulan. Sel, yang dikira timbul secara kebetulan dalam kondisi yang primitif dan tak terkontrol menurut para evolusionis, masih tidak bisa disintesiskan, sekalipun di laboratorium dengan teknologi tinggi tercanggih abad ke-20. Bukanlah “bentuk transisional” tunggal, makhluk-makhluk yang disangka memperlihatkan evolusi-bertahap organisme-organisme modern dari yang lebih primitif sebagaimana pernyataan teori neo-Darwinis, yang pernah ada di mana saja di dunia walaupun dengan pencarian yang paling cerdas dan lama di peninggalan fosil.

Dengan berupaya menghimpun bukti evolusi, para evolusionis dengan tidak sengaja membuktikan sendiri bahwa evolusi tidak mungkin terjadi sama sekali.

Orang yang pada mulanya mengajukan teori evolusi, dalam bentuk yang pada hakikatnya dibela dewasa ini, ialah seorang biolog amatir Inggris yang bernama Charles Robert Darwin. Darwin pertama kali menerbitkan gagasannya dalam buku yang berjudul The Origin of Species by Means of Natural Selection pada 1859. Darwin menyatakan dalam bukunya bahwa semua makhluk hidup memiliki leluhur yang sama dan bahwa mereka berkembang satu sama lain dengan cara seleksi alamiah. Mereka yang terbaik dalam beradaptasi dengan lingkungan mewariskan perilaku mereka ke generasi berikutnya, dan lambat laun, sifat-sifat yang menguntungkan ini mengubah individu-individu menjadi spesies yang berbeda total dari leluhur mereka. Dengan demikian, manusia ialah produk yang paling maju dari mekanisme seleksi alamiah ini. Singkatnya, suatu spesies berasal dari spesies lain.

Charles Darwin

Charles Darwin

Ide khayal Darwin dianut dan dikembangkan oleh kalangan ideologis dan politis tertentu dan teorinya menjadi sangat populer. Alasan utamanya adalah bahwa tingkat pengetahuan saat itu belum memadai untuk menyingkapkan bahwa skenario imajinasi Darwin itu salah. Ketika Darwin mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia belum ada. Jikalau ada, Darwin mungkin dengan mudah mengenali bahwa teorinya tidak ilmiah sama sekali, dan sehingga takkan ada yang berusaha mengajukan pernyataan omong kosong tersebut; informasi yang menentukan spesies telah ada dalam gen dan seleksi alamiah tidak mungkin menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen.

Pada masa bergaungnya buku Darwin, ahli botani Austria yang bernama Gregor Mendel menemukan kaidah pewarisan sifat di tahun 1865. Meskipun kurang dikenal hingga akhir abad itu, penemuan Mendel menjadi sangat penting pada awal 1900-an dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada 1950-an, penemuan molekul DNA, yang menghimpun informasi genetik, menempatkan teori evolusi pada krisis yang hebat, karena keluarbiasaan informasi dalam DNA tidak mungkin diterangkan sebagai kejadian kebetulan.

Selain semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk-bentuk transisi, yang diduga menunjukkan evolusi organisme hidup secara bertahap dari yang primitif menuju spesies yang maju, yang pernah ditemukan walaupun dengan pencarian bertahun-tahun.

Perkembangan ini mestinya menyebabkan teori Darwin menjadi debu sejarah. Akan tetapi, tidaklah demikian, karena kalangan tertentu senantiasa merevisi, memperbaharui, dan mengangkat teori itu ke dataran ilmiah. Usaha ini hanya berarti jika kita menyadari bahwa di belakang teori itu lebih terdapat tujuan ideologis daripada kepedulian ilmiah.

Namun demikian, beberapa kalangan yang mempercayai pentingnya berpegang pada teori tersebut, yang telah menemui jalan buntu, segera menyusun model baru. Nama model baru ini adalah neo-Darwinisme. Menurut teori ini, spesies berkembang sebagai hasil dari mutasi-mutasi, perubahan-perubahan kecil dalam gen mereka, dan yang paling sesuailah yang bertahan hidup melalui mekanisme seleksi alamiah. Akan tetapi, tatkala terbukti bahwa mekanisme yang diajukan oleh neo-Darwinisme ini tidak sah, dan perubahan-perubahan kecil pun tidak cukup untuk pembentukan makhluk hidup, para evolusionis mulai mencari model baru. Mereka bangkit dengan klaim baru yang disebut “keseimbangan bersela” (punctuated equilibrium) yang tidak bersandar pada landasan rasional atau pun ilmiah. Model ini menyatakan bahwa makhluk hidup tiba-tiba berkembang menjadi spesies lain tanpa bentuk transisi sama sekali. Dengan kata lain, spesies tanpa “nenek moyang“ evolusioner tiba-tiba muncul. Ini merupakan cara pemerian penciptaan, kendati para evolusinis enggan untuk mengakuinya. Mereka mencoba menutupinya dengan skenario yang tidak masuk akal. Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa burung pertama dalam sejarahnya tiba-tiba, entah bagaimana, menetas keluar dari telur reptil. Teori tersebut juga mengemukakan bahwa hewan darat karnivora bisa berubah menjadi paus raksasa, dengan berubah bentuk secara tiba-tiba dan menyeluruh.

Klaim-klaim ini, yang semuanya bertentangan dengan kaidah genetika, biofisika, dan biokimia, adalah seilmiah dongeng katak yang berubah menjadi pangeran! Namun demikian, dengan tertekan oleh krisis dari pernyataan neo-Darwinis, beberapa paleontolog evolusionis menganut teori ini, yang mempunyai perbedaan yang bahkan lebih aneh daripada neo-Darwinisme itu sendiri.

Model ini hanya bermaksud memberi penjelasan atas kesenjangan dalam penemuan fosil yang tidak dapat diterangkan dengan model neo-Darwinis. Akan tetapi, usaha menjelaskan kesenjangan evolusi burung dalam penemuan fosil dengan pernyataan bahwa “burung secara tiba-tiba menetas keluar dari telur reptil“ kurang rasional, karena menurut penerimaan para evolusionis sendiri, evolusi dari suatu spesies ke spesies lain mensyaratkan perubahan informasi genetik yang besar dan menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi apa pun yang mengembangkan informasi genetik atau menambah informasi baru untuk itu. Pemindahan hanya mengecualikan informasi genetik. Jadi, ”mutasi bruto” yang dibayangkan dengan model keseimbangan bersela hanya akan menyebabkan pengurangan dan pelemahan informasi genetik “bruto”, yakni “besar”.

Teori keseimbangan bersela itu tentu saja cuma hasil imajinasi. Meskipun ada kebenaran bukti, para pembela evolusi tidak bimbang untuk memuja teori ini. Mereka terpaksa melakukannya karena fakta bahwa model evolusi yang diajukan oleh Darwin tidak dapat dibuktikan oleh penemuan fosil. Darwin mengklaim bahwa spesies mengalami perubahan bertahap yang memerlukan keberadaan setengah-burung/setengah-reptil atau setengah-ikan/setengah-reptil yang ganjil. Akan tetapi, tidak satu pun “bentuk transisi“ ditemukan meskipun dengan penelitian secara luas para evolusionis dan penggalian ratusan dari ribuan fosil.

Para evolusionis memakai model keseimbangan bersela dengan harapan merahasiakan kegagalan besar ini. Seperti yang telah kita kemukakan, sangatlah jelas bahwa teori ini fantasi, sehingga pudar sendiri. Model keseimbangan bersela tak pernah diajukan sebagai model yang konsisten, tetapi justru digunakan sebagai pelarian dalam hal yang jelas-jelas tidak cocok dengan model evolusi bertahap. Sejak para evolusionis menyadari bahwa organ-organ rumit seperti mata, sayap, paru-paru, otak dan lain-lain menolak model evolusi bertahap secara terang-terangan, dalam hal-hal tertentu ini mereka terpaksa berlindung dalam interpretasi model keseimbangan bersela yang fantastik.

Adakah Penemuan Fosil Yang Membenarkan Teori Evolusi?

Teori evolusi menyatakan bahwa evolusi suatu spesies menjadi spesies lain berlangsung secara bertahap, setapak demi setapak selama jutaan tahun. Kesimpulan logis yang ditarik dari klaim semacam ini adalah bahwa organisme hidup luar biasa yang disebut “bentuk transisi” seharusnya telah hidup selama masa-masa transformasi ini. Karena para evolusionis menyebutkan bahwa setiap makhluk hidup berkembang dari makhluk hidup lain setahap demi setahap, jumlah dan macam bentuk transisi ini seharusnya sudah ada jutaan.

Jika makhluk sedemikian itu pernah hidup, maka kita mestinya bisa melihat bekasnya di mana-mana. Pada kenyataanya, jika tesis ini benar, jumlah bentuk transisi antara seharusnya lebih besar daripada jumlah spesies hewan yang hidup hari ini dan fosil yang mereka wariskan mestinya juga berlimpah di seluruh dunia.

Sejak Darwin, para evolusionis telah mencari fosil dan hasilnya bagi mereka adalah kekecewaan yang menohok. Di mana pun di dunia ini—baik di darat maupun di kedalaman lautan—tidak ada yang mempunyai bentuk transisi antara dua spesies yang pernah ditemukan.

Darwin sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk transisi sedemikian itu. Harapan terbesarnya adalah bahwa mereka akan ditemukan di masa mendatang. Walaupun berharap demikian, ia melihat bahwa kesalahan terbesar yang menghalangi teorinya adalah tidak adanya bentuk transisi. Karena itulah, dalam bukunya The Origin of Species, ia menulis:

Jika setiap spesies berasal dari spesies lain secara bertahap, mengapa di mana-mana kita tidak melihat bentuk transisi yang amat banyak? Mengapa semua alam yang tidak teratur, termasuk spesies, sebagaimana yang kita lihat, tidak dipastikan? ... Akan tetapi, karena dengan teori ini bentuk-bentuk transisi yang tak terhitung seharusnya ada, mengapa kita tidak mendapati mereka terpendam di balik tanah dengan jumlah yang tak terkira? ... Tetapi di kawasan antara, yang mempunyai kondisi-antara kehidupan, mengapa kita sekarang tidak menemukan jenis yang kemungkinan besar merupakan perantara? Kesulitan ini cukup membingungkan saya dalam waktu yang lama.1

Kekhawatiran Darwin masuk akal. Masalah ini juga menimpa para evolusionis lain. Derek V. Ager, seorang paleontolog terkenal dari Britania, menerima kenyataan yang memalukan ini:

Masalahnya, jika kita selidiki peninggalan fosil secara rinci, baik pada tingkat orde maupun spesies, kita dapati—lagi-lagi—bukan evolusi bertahap, melainkan meledaknya satu kelompok secara mendadak dengan mengorbankan kelompok lain.2

Kesenjangan dalam penemuan fosil tidak dapat diterangkan dengan pemikiran yang bernafsu bahwa belum cukup fosil yang tergali dan bahwa fosil yang tidak ada akan ditemukan di kemudian hari. T. Neville George, seorang paleontolog evolusionis lain, menjelaskan penalarannya:

Tidak perlu lagi dimintakan pengertian lebih jauh atas kurangnya penemuan fosil. Bagaimanapun, [penemuan fosil] ini telah menjadi hampir terlalu banyak, dan penemuan [tersebut] lebih dari cukup... Namun begitu, penemuan fosil masih tersusun dari kesenjangan-kesenjangan.3

hamamböceği ve trilobit fosili

Fosil kecoa berumur 320 juta tahun (kiri).

Fosil trilobit berumur 360 juta tahun (bawah).

Life Emerged on Earth Suddenly and in Complex Forms

Bila strata terestrial dan penemuan fosil diselidiki, terlihat bahwa organisme hidup muncul serentak. Stratum tertua bumi yang mengandung fosil makhluk hidup yang pernah ditemukan adalah “Cambrian“ yang ditaksir berumur 530–520 juta tahun.

Makhluk hidup yang terdapat pada strata milik periode Cambrian dalam penemuan fosil semuanya muncul tiba-tiba tanpa keberadaan pendahulu mereka. Aneka organisme hidup ini, yang tersusun dari sejumlah besar makhluk yang rumit, muncul dengan sedemikian tiba-tiba sehingga kejadian yang menakjubkan ini disebut “Peledakan Cambrian” dalam literatur ilmiah.

Kebanyakan organisme hidup yang terdapat di stratum ini mempunyai organ yang sangat maju seperti mata, atau sistem-sistem yang terlihat dalam organisme dengan pengorganisasian yang sangat maju seperti insang, sistem peredaran darah, dan sebagainya. Tidak ada tanda dalam penemuan fosil yang mengindikasikan bahwa organisme ini punya nenek-moyang. Richard Monestarsky, editor majalah Earth Sciences, menyatakan kehidupan spesies yang muncul secara mendadak:

Setengah milyar tahun yang lalu bentuk-bentuk hewan yang benar-benar rumit yang kita lihat hari ini tiba tiba muncul. Peristiwa ini, tepat pada awal periode Cambrian, sekitar 550 juta tahun yang lalu, menandai peledakan evolusi yang memenuhi lautan dengan makhluk-makhluk rumit pertama di dunia. Fila, hewan besar zaman sekarang, sudah ada pada awal Cambrian dan mereka tidak berbeda dengan yang ada pada saat ini. 4

Archaeopteryx fosili Coelacanth balığı fosili

Sebagian Bukti Terandal Evolusi Yang pada Buktinya Tidak Sahih

Fosil ikan Coelacanth berumur empatratus sepuluh juta tahun (bawah). Para evolusionis menyatakan bahwa inilah bentuk transisi yang membuktikan transisi ikan ini dari air ke darat. Fakta bahwa lebih dari empatpuluh contoh hidup ikan ini yang telah tertangkap pada limapuluh tahun terakhir mengungkapkan bahwa ini masih ikan asli yang sempurna dan masih hidup. Fosil Archaeopteryx, yang diduga leluhur burung, yang konon berkembang dari dinosaurus (kiri). Sebaliknya, riset terhadap fosil ini menunjukkan bahwa ini burung punah yang pernah terbang namun kemudian kehilangan kemampuan terbang.

Dengan tanpa mampu mendapatkan jawaban atas pertanyaan bagaimana bumi menjadi penuh dengan ribuan aneka spesies hewan, para evolusionis menggunakan khayalan periode 20 juta tahun sebelum Periode Cambrian untuk menjelaskan bagaimana kehidupan berasal dan “kejadian yang tak diketahui”. Periode ini disebut “kesenjangan evolusi” (evolutionary gap). Tidak ada bukti untuk ini yang pernah ditemukan, dan bahkan saat ini konsepnya masih benar-benar keruh dan kabur.

Pada tahun 1984, banyak [hewan] invertebrata digali di Chengjiang, yang terletak di tengah dataran tinggi Yunann di pedalaman China baratdaya. Di antaranya adalah trilobit, yang kini tiada, tetapi strukturnya tidak kalah rumit daripada segala hewan tak bertulang belakang modern.

Stefan Bengston, paleontolog evolusionis dari Swedia, menerangkan situasinya sebagai berikut:

Jika ada peristiwa dalam sejarah kehidupan yang menyerupai mitos penciptaan manusia, maka itu adalah diversifikasi kehidupan laut yang mendadak ini ketika organisme-organisme multiseluler beralih menjadi pelaku dominan dalam ekologi dan evolusi. Dengan sulit dimengerti (dan memalukan) Darwin, kejadian ini masih membuat kita terpesona.5

Kemunculan tiba-tiba makhluk-makhluk hidup kompleks ini dengan tanpa nenek moyang tidak kalah sulit untuk dimengerti (dan memalukan) para evolusinis saat ini daripada Darwin 135 tahun yang lalu. Selama hampir satu setengah abad, mereka tidak mempunyai kemajuan selangkah pun untuk melewati hal yang menghalangi Darwin.

Sebagaimana bisa dilihat, penemuan fosil mengindikasikan bahwa makhluk hidup tidak berkembang dari bentuk yang primitif ke bentuk yang maju, tetapi justru muncul semuanya secara tiba-tiba dan dalam keadaan yang sempurna. Ketiadaan bentuk-bentuk transisi tidak hanya pada periode Cambrian. Tidak pernah ditemukan satu bentuk transisi yang mengesahkan dugaan “kemajuan” evolusi hewan bertulang belakang—dari ikan ke amfibi, reptil, burung, dan mamalia. Setiap spesies hidup muncul seketika dan dalam bentuknya yang mutakhir, sempurna dan lengkap, dalam penemuan fosil.

Dengan kata lain, makhluk-makhluk hidup tidak menuju keberadaan melalui evolusi. Mereka diciptakan.

Kepalsuan Evolusi

Tipudaya Gambar-Gambar

Penemuan fosil adalah sumber utama bagi mereka yang mencari-cari bukti teori evolusi. Bila diperiksa dengan cermat dan tanpa prasangka, penemuan fosil justru lebih menyangkal teori evolusi daripada mendukungnya. Namun demikian, penafsiran yang menyesatkan terhadap fosil oleh para evolusionis dan gambaran prasangka mereka kepada publik telah memberi banyak orang kesan bahwa penemuan fosil sesungguhnya mendukung teori evolusi.

çizimlerdeki aldatmacalar
Yarı insan yarı maymun sahtekarlığı

Dengan terus-menerus dibuat makhluk setengah-manusia setengah-kera yang digambar dengan penuh keahlian semacam ini, masyarakat umum menjadi yakin bahwa manusia berkembang dari kera atau beberapa makhluk laun yang serupa. Akan tetapi, gambar-gambar ini tidak benar sama sekali.

Kerentanan beberapa temuan dalam penemuan fosil terhadap semua jenis interpretasi melayani maksud para evolusionis sebaik-baiknya. Fosil-fosil yang tergali kebanyakan tidak memuaskan untuk identifikasi yang andal. Fosil biasanya terdiri atas pecahan tulang tak lengkap yang tersebar. Karena alasan ini, menyimpangkan data yang tersedia dan menggunakannya dengan sekehendak hati sangat mudah. Tidak mengejutkan, rekonstruksi (gambar dan model) yang dibuat oleh para evolusionis berdasarkan sisa-sisa fosil sedemikian itu seluruhnya disajikan secara spekulatif dengan tujuan membenarkan tesis evolusi. Karena orang-orang mudah terpengaruh oleh informasi visual, model-model rekonstruksi khayalan ini bertindak untuk meyakinkan mereka bahwa makhluk-makhluk rekonstruksi ini benar-benar ada di masa lalu.

Para evolusionis peneliti menggambar makhluk khayalan seperti manusia, yang biasanya berdasarkan sebiji gigi, atau sepotong pecahan rahang atau tulang paha atau lengan atas, dan menyajikannya kepada masyarakat umum dengan cara yang sensasional seakan-akan mereka ialah rantai evolusi manusia. Gambar-gambar ini telah berperan penting dalam pemantapan citra “manusia primitif” di benak banyak orang.

Kajian yang didasarkan pada sisa-sisa tulang ini hanya bisa mengungkapkan karakteristik umum makhluk yang diteliti. Rincian-rincian yang berbeda terdapat di jaringan lunak yang lenyap dengan cepat seiring dengan waktu. Dengan jaringan-jaringan lunak yang ditafsirkan secara spekulatif, segala hal menjadi mungkin dalam garis batas imajinasi pembuat rekonstruksi. Earnst A. Hooten dari Universitas Harvard menjelaskan situasinya seperti ini:

Upaya memulihkan bagian-bagian lunak itu adalah tindakan yang bahkan lebih berbahaya. Bibir, mata, telinga, dan ujung hidung tidak meninggalkan pertanda pada bagian-bagian tulang yang menjadi acuan. Berdasarkan tengkorak Neanderthal, anda sama-sama bisa membuat model dengan ciri-ciri seekor simpanse atau pun raut wajah seorang filsuf. Dugaan restorasi tipe-tipe manusia kuno mempunyai nilai ilmiah yang sangat sedikit, kalau ada, dan mungkin hanya menyesatkan publik... Jadi, jangan mempercayai rekonstruksi.6

Penelitian Yang Dibuat Untuk Membuat Fosil Palsu

Dengan tidak mampu mendapatkan bukti teori evolusi yang sah dalam peninggalan fosil, beberapa evolusionis berusaha membuatnya sendiri. Usaha-usaha ini, yang telah dimasukkan dalam ensiklopedi-ensiklopedi di bawah judul “kepalsuan evolusi”, adalah indikasi yang paling gamblang bahwa teori evolusi merupakan ideologi dan filosofi yang dibela mati-matian oleh para evolusionis. Dua dari kepalsuan yang paling payah dan cemar diperikan di bawah ini:

Manusia Piltdown

Piltdown adamı sahtekarlığı

Fosil palsu: Manusia Piltdown

Charles Dawson, seorang dokter terkenal dan paleoantropolog amatir, mengajukan klaim bahwa ia menemukan sepotong tulang rahang dan pecahan tengkorak di sebuah lubang di kawasan Piltdown, Inggris, pada 1912. Kendati tengkorak itu menyerupai manusia, tulang rahangnya justru menyerupai monyet. Spesimen ini diberi nama “Manusia Piltdown”. Dengan disangka berumur 500 ribu tahun, tulang-belulang itu dipajang sebagai bukti mutlak evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun, banyak artikel ilmiah yang ditulis tentang “Manusia Piltdown”, banyak penafsiran dan gambar yang dibuat dan fosil tersebut disajikan sebagai bukti penting evolusi manusia.

Pada 1949, para ilmuwan menyelidiki fosil itu sekali lagi dan menyimpulkan bahwa “fosil” itu dusta yang disengaja yang mengandung tengkorak manusia dan tulang rahang orangutan.

Dengan memakai metode penanggalan fluor, para penyelidik mendapati bahwa tengkorak itu hanya berumur beberapa ribu tahun. Gigi-gigi di tulang rahang itu, yang merupakan milik orangutan, telah dipasangkan, dan peralatan “primitif” yang menyatukan fosil itu dengan meyakinkan adalah dusta kasar yang dipertajam dengan peralatan baja. Dalam analisis rinci yang disempurnakan oleh Oakley, Weiner, dan Clark, mereka mengungkapkan kepalsuan ini kepada publik pada 1953. Tulang tengkorak itu adalah milik manusia yang berumur 500 tahun, dan tulang rahang itu milik seekor kera yang belum lama mati! Gigi-gigi ditata di situ secara istimewa dengan suatu susunan dan ditambahkan pada rahang, dan sambungannya diisikan dengan tujuan agar menyerupai tatanan pada manusia. Lalu semua potongan-potongan ini dikotori dengan dikhromat potasium untuk memberi penampilan kuno. (Kotoran-kotoran ini lenyap bila dicelupkan dalam asam.) Le Gros Clark, seorang anggota tim yang mengungkapkan kepalsuan tersebut, tidak bisa menyembunyikan keheranannya:

Bukti-bukti goresan buatan ini segera membuka mata. Sesungguhnya ini amat jelas terlihat sehingga bisa dipertanyakan: mengapa dulu hal ini luput dari perhatian? 7

Manusia Nebraska

Pada 1922, Henry Fairfield Osborn, direktur Museum Sejarah Alam Amerika, menyatakan bahwa ia menemukan fosil gigi geraham di Nebraska barat dekat Snake Brook yang terdapat pada periode Pliosen. Gigi ini disangka mengandung karakteristik umum manusia dan sekaligus kera. Argumen-argumen ilmiah yang mendalam bermula dengan sebagian menafsirkan gigi ini milik Pithecanthropus erectus sedangkan sebagian lainnya mengklaim bahwa ini lebih dekat dengan manusia modern. Fosil ini, yang menimbulkan perdebatan luas, bernama populer “Manusia Nebraska”. Fosil ini juga segera diberi “nama ilmiah”: “Hesperopithecus Haroldcooki”.

Terdapat banyak tokoh yang mendukung Osborn. Berdasarkan gigi tunggal ini, rekonstruksi kepala dan tubuh “Manusia Nebraska” digambar. Bahkan, Manusia Nebraska dilukis juga dengan seluruh anggota keluarganya.

Pada 1927, bagian lain dari tengkorak itu juga ditemukan. Menurut potongan-potongan baru ini, gigi tersebut bukan milik manusia atau pun kera, melainkan seekor spesies babi liar Amerika yang sudah punah yang disebut Prostennops.

nebreska adamı sahtekarlığı

Gambar di atas dilukis berdasarkan sebiji gigi dan diterbitkan di Illustrated London News pada 24 Juli 1922. Akan tetapi, para evolusionis sangat kecewa tatkala terungkap bahwa gigi ini bukan milik makhluk yang seperti kera atau pun seperti manusia, melainkan seekor spesies babi yang punah.

Apakah Manusia Dan Kera Berasal Dari Leluhur Yang Sama?

Menurut klaim teori evolusi, manusia dan kera modern mempunyai leluhur yang sama. Makhluk-makhluk ini berkembang seiring dengan waktu dan beberapa di antara mereka menjadi kera-kera masa kini, sedangkan sekelompok lain yang mengikuti cabang evolusi lain menjadi manusia masa kini.

Para evolusionis menyebut “leluhur bersama” pertama manusia dan kera ini “Australopithecus” yang berarti “Kera Afrika selatan”. Terdapat berbagai jenis Australopithecus, yang hanya spesies kera lama yang telah menjadi berbeda. Sebagiannya tegap, sementara lainnya kecil dan rapuh.

Para evolusionis menggolongkan tahap evolusi manusia berikutnya sebagai “Homo”, yakni “manusia”. Menurut klaim evolusionis, makhluk hidup dalam tahap “Homo” ini lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak banyak berbeda dari manusia modern. Manusia modern masa kini, Homo sapiens, konon terbentuk pada tahap terakhir evolusi spesies ini.

Yang betul, makhluk hidup yang disebut Australopithecus dalam skenario khayalan yang dikarang-karang oleh para evolusionis sesungguhnya merupakan anggota aneka ras manusia yang hidup di masa lalu dan lalu punah. Para evolusionis menata berbagai fosil kera dan manusia dalam suatu urutan dari yang terkecil ke yang terbesar agar terbentuk skema “evolusi manusia”. Akan tetapi, riset telah menunjukkan bahwa fosil-fosil ini sama sekali tidak menyiratkan proses evolusi dan bahwa sebagian makhluk yang diduga keras leluhur manusia ini ialah kera sejati sedangkan sebagian lainnya ialah manusia sejati.

Sekarang, mari kita perhatikan Australopithecus, yang menurut para evolusionis melambangkan tahap pertama skema evolusi manusia.

Australopithecus: Kera Punah

Para evolusionis mengklaim bahwa Australopithecus adalah leluhur manusia modern yang paling primitif. Ini ialah spesies lama dengan struktur kepala dan tengkorak yang serupa dengan yang dimiliki oleh kera-kera modern, namun dengan kapasitas tengkorak yang lebih kecil. Menurut pernyataan para evolusionis, makhluk-makhluk ini mempunyai sifat yang amat penting yang mengesahkan mereka sebagai leluhur manusia: bipedalisme.

Pergerakan kera dan manusia berbeda sepenuhnya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bergerak bebas dengan dua kaki. Beberapa hewan lain memang memiliki kemampuan terbatas untuk bergerak dengan cara ini, namun mereka memiliki kerangka yang bungkuk.

Menurut para evolusionis, makhluk hidup yang disebut Australopithecus ini mempunyai kemampuan untuk berjalan dengan lebih membungkuk daripada berpostur tegak seperti manusia. Bahkan langkah-langkah bipedal terbatas ini mencukupi untuk mendorong para evlusionis untuk memperhitungkan bahwa makhluk hidup ini leluhur manusia.

Akan tetapi, bukti pertama yang menolak dugaan para evolusionis bahwa Australopithecus itu bipedal berasal dari para evolusionis itu sendiri. Bahkan, kajian yang mendalam terhadap fosil-fosil Australopithecus memaksa para evolusionis untuk menerima bahwa ini terlihat menyerupai kera “juga”. Dengan melaksanakan penelitian anatomis yang mendalam terhadap fosil-fosil Australopithecus pada pertengahan 1970-an, Charles E. Oxnard mempersamakan struktur tengkorak Australopithecus dengan yang terdapat pada orangutan:

Bagian penting dari kebijakan konvensional mengenai evolusi manusia didasarkan pada pecahan-pecahan fosil gigi, rahang, dan tengkorak australopithecus. Ini semua menunjukkan bahwa hubungan yang dekat antara australopithecus dan leluhur manusia tidak benar. Semua fosil ini berbeda dari gorila, simpanse, dan manusia. Bila dikaji sebagai satu kelompok, australopithecus tampaknya lebih mirip dengan orangutan.8

Yang benar-benar memalukan para evolusionis adalah penemuan bahwa Australopithecus itu berpostur bungkuk dan tidak mungkin berjalan dengan dua kaki. Bagi Australopithecus yang diduga bipedal namun dengan kerangka bungkuk, sangatlah tidak efektif untuk bergerak dengan cara sedemikian itu karena akan memerlukan energi yang terlampau banyak. Dengan alat simulasi komputer yang dilakukan pada 1996, Robin Crompton paleoantropolog Inggris juga memperagakan bahwa kerangka “campuran” semacam itu mustahil. Crompton mencapai kesimpulan berikut ini: makhluk hidup hanya berjalan dengan salah satu dari dua cara: tegak atau dengan empat kaki. Jenis kerangka yang di antara keduanya tidak mungkin lestari selama rentang waktu yang lama karena konsumsi energi yang berlebihan. Ini berarti bahwa Australopithecus mustahil berjalan bipedal dengan postur bungkuk.

Barangkali kajian terpenting yang menunjukkan bahwa Australopithecus tidak mungkin bipedal muncul pada 1994 dari riset anatomis Fred Spoor dan timnya dari Jurusan Biologi Sel dan Anatomi Manusia di Universitas Liverpool, Inggris. Kelompok ini melaksanakan pengkajian terhadap bipedalisme makhluk hidup yang telah memfosil. Riset mereka menyelidiki mekanisme keseimbangan otomatis yang terdapat pada rumah-siput telinga, dan temuan-temuannya menunjukkan kesimpulan bahwa Australopithecus tidak mungkin bipedal. Ini menggugurkan segala klaim bahwa Australopithecus itu seperti manusia.

Rangkaian Homo: Manusia Sejati

Tahap berikutnya dalam evolusi-manusia khayalan adalah “Homo”, yakni rangkaian manusia. Makhluk hidup ini ialah manusia yang tidak berbeda dari manusia modern, namun memiliki beberapa perbedaan rasial. Dengan berusaha menafsirkan perbedaan-perbedaan ini, para evolusionis melambangkan orang-orang ini tidak sebagai “ras” manusia modern, tetapi sebagai “spesies” lain. Namun demikian, seperti yang segera kita saksikan, orang-orang dalam rangkaian Homo itu tidak lain kecuali jenis ras manusia asli.

Menurut skema khayal para evolusionis, evolusi khayal internal rangkaian spesies Homo adalah sebagai berikut: Pertama Homo erectus, lalu Homo sapiens purba dan manusia Neanderthal, kemudian manusia Cro-Magnon, dan akhirnya manusia modern.

Semua “spesies” yang telah kita sebut di atas tidak lain kecuali manusia asli, walaupun para evolusionis menyatakan sebaliknya. Mula-mula mari kita periksa Homo erectus, yang diacu oleh para evolusionis sebagai spesies manusia yang paling primitif.

Bukti paling menonjol yang menunjukkan bahwa Homo ercetus bukan spesies “primitif” adalah fosil “Turkana Boy”, salah satu dari Homo erectus tertua yang diketemukan. Diperkirakan bahwa ini adalah fosil anak lelaki berusia 12 tahun, yang tingginya 1,83 meter pada masa remajanya. Struktur kerangka tegak fosilnya tidak berbeda dari yang terdapat pada manusia modern. Tingginya dan struktur kerangka rampingnya cocok seluruhnya dengan yang terdapat pada manusia yang hidup di daerah tropis masa kini. Fosil ini merupakan satu dari potongan-potongan bukti terpenting bahwa Homo erectus hanyalah contoh ras manusia modern lainnya. Paleontolog evolusionis Richard Leaky membandingkan Homo erectus dengan manusia modern sebagai berikut:

Kita bisa juga melihat perbedaan bentuk tengkorak, tingkat tonjolan wajah, ketegapan pundak, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan ini barangkali tidak lebih nyata daripada yang kita lihat dewasa ini antara ras-ras manusia modern yang berbeda secara geografis. Variasi biologis semacam itu timbul tatkala populasi-populasi saling terpisah secara geografis selama waktu yang signifikan.9

Leaky bermaksud mengatakan bahwa perbedaan antara Homo erectus dan kita tidak lebih dari perbedaan antara orang Negro dan orang Eskimo. Corak tengkorak Homo erectus itu dihasilkan dari cara makan mereka, emigrasi genetik mereka, dan dari tidak bercampurnya mereka dengan ras manusia lain selama rentang waktu yang panjang.

Sepotong bukti kuat lain bahwa Homo erectus bukan spesies “primitif” adalah bahwa fosil-fosil spesies yang telah digali ini berumur duapuluh tujuh ribu tahun dan bahkan tigabelas ribu tahun. Menurut sebuah artikel yang terbit di Time—yang bukan terbitan ilmiah, namun berpengaruh luas terhadap dunia ilmiah—fosil-fosil Homo erectus yang berumur duapuluh tujuh ribu tahun ditemukan di pulau Jawa. Di rawa Kow di Australia, beberapa fosil yang berusia tigabelas ribu tahun ditemukan yang mengandung ciri-ciri Homo Sapiens-Homo erectus. Semua fosil ini menunjukkan bahwa Homo erectus melanjutkan kehidupan mereka hingga waktu yang dekat dengan zaman kita dan tidak lain kecuali ras manusia yang pernah terkubur dalam sejarah.

Homo Sapiens Purba dan Manusia Neanderthal

Homo sapiens purba ialah pendahulu-langsung manusia kontemporer dalam skema evolusi khayalan. Para evolusionis tidak mempunyai fakta banyak untuk membicarakan manusia-manusia ini, karena mereka hanya terdapat sedikit perbedaan antara mereka dan manusia modern. Beberapa peneliti bahkan menyatakan bahwa anggota ras ini masih hidup hari ini, dan menunjuk orang-orang Aborigin di Australia sebagai contoh. Seperti Homo sapiens, orang-orang Aborigin juga mempunyai alismata tebal yang menonjol, struktur rahang yang melereng ke dalam, dan volume otak yang agak lebih kecil. Lagipula, penemuan yang signifikan telah dicapai yang mengisyaratkan bahwa orang-orang semacam ini hidup di Hungaria dan di beberapa desa di Italia belum lama ini.

Para evolusionis menunjuk fosil manusia yang tergali di lembah Neander, Belanda, yang dinamai Manusia Neanderthal. Terdapat banyak peneliti kontemporer yang mendefinisikan Manusia Neanderthal sebagai sub-spesies manusia modern dan menyebutnya “Homo sapiens neandertalensis”. Jelas bahwa ras ini hidup bersama manusia modern pada waktu yang sama dan kawasan yang sama. Temuan-temuan itu memberi kesaksian bahwa orang-orang Neanderthal mengubur yang meninggal, memainkan instrumen musik, dan mempunyai kesamaan budaya dengan Homo sapiens sapiens yang hidup selama periode yang sama. Tengkorak modern dan struktur tengkorak fosil Neanderthal seluruhnya tidak terbuka untuk segala spekulasi. Seorang pengarang terkemuka dalam persoalan ini, Erik Trinkaus dari Universitas New Mexico menulis:

Perbandingan rinci sisa-sisa tengkorak Neanderthal dengan tegkorak manusia modern memperlihatkan bahwa tidak ada di anatomi Neanderthal yang kesimpulannya menunjukkan kemampuan gerak, peran, intelektual, atau pun kebahasaan yang lebih rendah daripada kemampuan manusia modern.10

Pada kenyataannya, orang-orang Neanderthal bahkan memiliki beberapa keunggulan “evolusioner” atas manusia modern. Kapasitas tengkorak orang Neanderthal lebih besar daripada kapasitas tengkorak manusia modern, mereka lebih tegap dan lebih berotot daripada kita. Trinkau menambahkan: “Satu ciri Neanderthal yang paling khas adalah keraksasaan tubuh dan tulang lengan dan tungkai mereka. Semua tulang yang diawetkan itu menyiratkan kekuatan yang jarang dimiliki oleh manusia modern. Lagipula, ketegapan ini tidak hanya terdapat di kalangan laki-laki dewasa, sebagaimana yang mungkin kita duga, tetapi juga terbukti ada di perempuan dewasa, remaja, dan bahkan anak-anak.”

Tepatnya, manusia Neanderthal ialah ras manusia tertentu yang berbaur dengan ras lain seiring dengan waktu.

Semua faktor ini menujukkan bahwa skenario “evolusi manusia” yang dibuat oleh para evolusionis merupakan isapan jempol mereka, dan bahwa manusia selalu manusia dan kera selalu kera.

Mungkinkah Kehidupan Berasal Dari Kebetulan Melalui Evolusi?

Teori evolusi berpendapat bahwa kehidupan berawal dengan sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi yang primitif. Karena itu, mari kita periksa komposisi sel dengan perbandingan sederhana untuk memperlihatkan betapa tidak masuk-akal menganggap keberadaan sel—suatu susunan yang masih misterius dalam banyak hal, bahkan juga ketika kita hendak melangkah di abad ke-21 ini—berasal dari kebetulan dan fenomena alam.

Dengan semua sistem operasionalnya, sistem komunikasinya, transportasinya, dan manajemennya, sel tidak kalah rumitnya daripada kota besar. Sel mengandung stasiun-stasiun daya yang menghasilkan energi yang dikonsumsi oleh sel, pabrik-pabrik yang menghasilkan enzim dan hormon yang amat penting bagi kehidupan, bank data yang menyimpan semua informasi penting mengenai semua produk yang dihasilkan, sistem-sistem transportasi kompleks dan pipa-pipa untuk mengangkut bahan mentah dan produk dari satu tempat ke tempat lain, laboratorium-laboratorium hebat dan kilang-kilang minyak untuk mengurai bahan-bahan mentah dari luar menjadi bagian-bagian yang bisa dimanfaatkan, dan protein-protein selaput yang dikhususkan untuk mengendalikan bahan-bahan yang keluar-masuk. Ini semua hanyalah sebagian kecil dari sistem yang amat canggih ini.

Sel sama sekali tidak terbentuk dari kondisi bumi yang primitif. Sel, yang komposisi dan mekanismenya amat rumit, tidak bisa dibuat di laboratorium kita yang paling canggih sekalipun. Juga dengan penggunaan asam-asam amino, yang merupakan blok-blok pembangun sel, mustahil dihasilkan banyak organ tunggal sel, seperti mitokondria atau ribosom, sebanyak sel yang utuh. Sel pertama yag diaku hasil dari evolusi secara kebetulan itu hanyalah isapan jempol khayalan dan hasil dari fantasi seperti manusia berbadan kuda.

Mungkinkah Protein Kebetulan?

Bukan hanya sel yang tidak mungkin diproduksi; dalam keadaan alamiah, mustahil dibentuk protein, tunggal sekalipun, dari ribuan molekul protein kompleks penyusun sel.

Protein adalah molekul raksasa yang terdiri atas asam-asam amino yang tertata dengan rangkaian jumlah dan susunan yang tertentu. Molekul-molekul ini merupakan blok-blok pembangun sel hidup. Yang paling sederhana tersusun dari 50 asam amino; namun ada beberapa protein yang terdiri dari ribuan asam amino. Di samping itu, ketiadaan atau penggantian asam amino tunggal dalam struktur protein sel hidup, yang masing-masing mempunyai fungsi khusus, menyebabkan protein menjadi timbunan molekul yang tiada guna. Para pendiri teori evolusi, dalam hal pembentukan protein, tidak mampu menunjukkan “pembentukan kebetulan” asam amino.

Kita bisa dengan mudah memperagakan, dengan perhitungan probabilitas sederhana yang bisa dipahami oleh siapa saja, bahwa struktur fungsional protein sama sekali tidak mungkin terjadi secara kebetulan.

Ada duapuluh jenis asam amino. Jika kita pertimbangkan bahwa molekul protein rata-rata tersusun dari 288 asam amino, maka terdapat 10300 kombinasi asam yang berlainan. Di antara semua kemungkinan rangkaian ini, hanya “satu” yang merupakan molekul protein yang diminta. Rangkaian-rangkaian asam amino lain tidak berguna sama sekali atau berpotensi membahayakan makhluk hidup. Dengan kata lain, peluang pembentukan secara kebetulan satu molekul protein saja yang dikutip di atas adalah “1 dalam 10300”. Peluang “1” ini terjadi dari bilangan astronomis yang berisi angka 1 yang diikuti dengan 300 nol pada praktisnya nol saja; ini mustahil. Lagipula, satu molekul protein yang terdiri dari 288 asam amino adalah agak rendah bila dibandingkan dengan beberapa molekul protein raksasa yang mengandung ribuan asam amino. Bila kita terapkan perhitungan probabilitas yang serupa itu terhadap molekul-molekul protein raksasa ini, kita lihat bahwa kata “mustahil” pun menjadi tidak memadai.

Jika pembentukan secara kebetulan satu protein saja mustahil, maka milyaran kali lebih mustahil bagi sekitar satu juta protein untuk secara kebetulan bersama-sama muncul dengan cara yang tertata dan menjadi sel manusia yang lengkap. Lebih-lebih, sel bukan sekadar sekumpulan protein. Di samping protein, sel-sel juga mengandung asam nukleik, karbohidrat, lipida, vitamin, dan banyak zat kimia lain semisal elektrolit, semuanya tertata secara serasi dan dengan desain dengan proporsi tertentu, baik struktur maupun fungsinya. Masing-masing berfungsi sebagai unsur atau blok pembangun dengan berbagai organ.

Seperti yang telah kita lihat, teori evolusi tidak mampu menjelaskan pembentukan sebuah saja dari jutaan protein di dalam sel, biarlah menjelaskan sel itu sendiri.

Prof. Dr. Ali Demirsoy, seorang pakar evolusionis terkemuka Mesir, dalam bukunya Kalitim ve Evrim (Warisan dan Evolusi), membahas peluang pembentukan Cytochrome-C secara kebetulan, salah satu dari enzim terpenting bagi kehidupan:

Peluang pembentukan rangkaian Cytochrome-C mungkin nol. Dengan kata lain, jika kehidupan memerlukan suatu rangkaian tertentu, bisa dikatakan bahwa peluangnya untuk terwujud adalah satu kali di alam semesta. Kalau tidak, kekuatan metafisis di luar definisi kita mestinya telah bertindak dalam pembentukannya. Menerima yang terakhir ini tidak tepat demi tujuan-tujuan ilmu pengetahuan. Karena itu, kita harus menengok hipotesis pertama.11

Sesudah baris-baris ini, Demirsoy menerima bahwa peluang ini, yang ia terima hanya karena “lebih tepat demi tujuan-tujuan ilmu pengetahuan”, tidak realistis:

Peluang penyediaan rangkaian asam amino tertentu untuk Cytochrome-C adalah bagaikan peluang kera yang menulis sejarah manusia dengan mesin ketik—dengan mengambil begitu saja bahwa kera itu mengetik huruf secara acak.12

Rangkaian yang benar asam amino yang tepat saja tidak cukup untuk pembentukan satu molekul protein yang terdapat di makhluk hidup. Di samping ini, masing-masing dari duapuluh jenis asam amino yang berlainan yang terdapat di susunan protein ini harus kidal. Secara kimiawi, ada dua jenis asam amino yang berbeda yang disebut “kidal” dan “non-kidal”. Perbedaan antara keduanya adalah simetri-cermin antara tiga struktur dimensionalnya, yang serupa dengan orang yang kidal dan non-kidal. Asam amino kedua jenis ini terdapat di alam dengan jumlah yang sama dan dapat saling terikat dengan sempurna. Namun, riset menyingkapkan fakta yang menakjubkan: semua protein yang terdapat di struktur makhluk hidup terbuat dari asam amino kidal. Bahkan satu asam amino tunggal non-kidal yang melekat di struktur protein membuatnya tak berguna.

Mari kita umpamakan sesaat bahwa kehidupan menjadi ada secara kebetulan sebagaimana tuntutan para evolusionis. Dalam hal ini, asam amino kidal dan non-kidal yang muncul secara kebetulan harus ada di alam dengan jumlah yang kira-kira sama. Persoalan bagaimana protein bisa hanya memilih asam amino kidal, dan betapa tidak satu pun asam amino non-kidal yang terlibat dalam proses kehidupan masih merupakan sesuatu yang membingungkan para evolusionis. Dalam Britannica Science Encyclopaedia, sebuah pembela gigih teori evolusi, para pengarangnya menunjukkan bahwa asam-asam amino semua organisme-hidup di bumi dan blok-blok polimer kompleks seperti protein memiliki asimetri kidal yang sama. Mereka menambahkan bahwa ini serupa dengan mengundi dengan lontaran koin dan selalu mendapatkan kepala. Dalam ensiklopedi tersebut, mereka menyatakan bahwa mustahil memahami mengapa molekul-molekul menjadi kidal atau non-kidal dan bahwa pilihan ini secara mengagumkan berkaitan dengan sumber kehidupan di bumi.13

Belumlah memadai penataan asam amino dalam jumlah dan rangkaian yang benar, dan di struktur tiga-dimensi yang diperlukan. Pembentukan protein juga mensyaratkan agar molekul asam amino dengan lebih dari satu lengan saling dihubungkan dengan yang lain melalui lengan tertentu saja. Ikatan semacam ini disebut “ikatan peptida”. Asam-asam amino dapat membuat ikatan-ikatan yang berlainan satu sama lain; namun protein hanya terdiri atas asam amino yang menyatu dengan ikatan “peptida”.

Riset menunjukkan bahwa hanya 50% dari asam amino yang secara acak menyatu dengan ikatan peptida dan bahwa yang lainnya menyatu dengan ikatan-ikata lain yang tidak terdapat di protein. Agar berfungsi dengan tepat, setiap asam amino penyusun protein harus bergabung dengan asam amino lain dengan ikatan peptida, karena inilah satu-satunya yang harus dipilih oleh yang kidal. Tak meragukan, tidak ada mekanisme kendali untuk menyeleksi dan membiarkan asam amino non-kidal dan secara pribadi memastikan bahwa setiap asam amino membuat ikatan peptida dengan yang lain.

Dalam keadaan-keadaan ini, peluang molekul protein rata-rata yang mengandung limaratus asam amino yang menata sendiri dengan jumlah dan rangkaian yang benar, di samping peluang asam amino untuk hanya mengandung yang kidal dan hanya bergabung dengan ikatan peptida adalah sebagai berikut:

Peluang dengan rangkaian yang benar = 1/20500 = 1/10650
Peluang berkidal = 1/2500 = 1/10150
Peluang bergabung dengan ikatan “peptida” = 1/2499 = 1/10150
Probabilitas Total = 1/10950 yakni peluang “1” dalam 10950

Sebagaimana bisa anda lihat di atas, peluang pembentukan molekul protein yang mengandung limaratus asam amino adalah “1” dibagi dengan angka yang terbentuk dengan menempatkan 950 nol setelah “1”, suatu bilangan yang tak terbayangkan oleh benak manusia. Ini hanya peluang di atas kertas. Pada praktisnya, peluang realisasinya adalah “0”. Dalam matematika, peluang yang lebih kecil daripada 1050 secara statistik peluang realisasinya dianggap “0”.

Bila kemustahilan pembentukan molekul protein yang terbuat dari limaratus asam amino mencapai angka sejauh itu, selanjutnya kita bisa mendorong batas-batas akal ke tingkat kemustahilam yang lebih tinggi. Di molekul “hemoglobin, suatu protein yang vital, terdapat limaratus tujuhpuluh-empat asam amino, yang jumlahnya jauh lebih besar daripada asam amino penyusun protein yang kita sebut di atas. Sekarang, perhatikan hal ini: di satu sel saja dari milyaran sel darah merah, terdapat “280.000.000” (280 juta) molekul hemoglobin. Usia kira-kira bumi tidak memadai untuk mampu membentuk satu protein tunggal saja, membiarkan sel darah merah sendirian, dengan metode “coba dan coba lagi”. Kesimpulan dari semua ini adalah bahwa teori evolusi terjerumus ke jurang dalam kemustahilan pada tahap pembentukan protein tunggal.

10 950 =

100.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.
000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000

Peluang molekul protein rata-rata yang mengandung limaratus asam amino yang tertata dengan jumlah dan rangkaian yang benar, di samping peluang asam amino untuk hanya mengandung yang kidal dan hanya bergabung dengan ikatan peptida adalah “1” dibagi dengan 10950. Kita dapat menulis angka ini, yang terbentuk dengan menempatkan 950 nol setelah “1”, sebagai berikut:

Mencari Jawaban Atas Munculnya Kehidupan

Dengan menyadari keganjilan besar terhadap peluang kehidupan yang terbentuk secara kebetulan, para evolusionis tidak mampu memberi penjelasan yang rasional atas keyakinan mereka, sehingga mereka mulai mencari cara untuk menunjukkan bahwa keganjilan itu tidak terlalu merisaukan.

Mereka merancang sejumlah eksperimen laboratorium untuk mengatasi persoalan tentang bagaimana kehidupan muncul sendiri dari zat yang non-hidup. Eksperimen yang paling terkenal dan paling terhormat adalah yang dikenal sebagai “Eksperimen Miller” atau “Eksperimen Urey-Miller”, yang dilaksanakan oleh Stanley Miller peneliti dari Amerika pada 1953.

Dengan tujuan membuktikan bahwa asam amino bisa menjadi ada dengan kebetulan, Miller menciptakan suatu atmosfir di laborataoriumnya yang ia anggap ada di bumi purba (namun yang di kemudian hari terbukti tidak realistis) dan ia pasang untuk penelitian. Campuran yang ia pakai untuk atmosfir purba ini terdiri dari amonia, metana, hidrogen, dan uap air.

Miller mengetahui bahwa metana, amonia, uap air, dan hidrogen tidak akan saling bereaksi dalam kondisi alamiah. Ia sadar bahwa ia harus menyisipkan energi ke dalam campuran itu untuk memulai reaksi [kimia]. Ia berpendapat bahwa energi ini bisa berasal dari cahaya petir di atmosfir purba dan, berdasarkan anggapan ini, ia menggunakan pelepasan listrik buatan di eksperimennya.

Miller mendidihkan campuran gas ini pada 100 0C selama seminggu, dan, di samping itu, ia memasukkan arus listrik ke ruangan tersebut. Pada akhir minggu itu, Miller menganalisis zat-zat kimia yang terbentuk di ruangan itu dan mengamati bahwa terdapat duapuluh asam amino, yang merupakan unsur dasar protein, yang telah tersintesis.

Eksperimen ini menimbulkan kehebohan besar di kalangan evolusionis dan mereka mengajukannya sebagai keberhasilan yang luar biasa. Dengan terdorong oleh pikiran bahwa eksperimen ini jelas-jelas mengesahkan teori mereka, para evolusionis segera memproduksi skenario baru. Miller disangka telah membuktikan bahwa asam amino bisa terbentuk sendiri. Dengan berlandaskan hal ini, mereka buru-buru menyusun hipotesis tahap-tahap berikutnya. Menurut skenario mereka, selanjutnya asam-asam amino menyatu secara kebetulan dengan rangkaian yang tepat untuk membentuk protein. Beberapa protein yang terbentuk secara kebetulan ini menempatkan diri di struktur yang menyerupai selaput sel, yang “agaknya” menjadi eksis dan membentuk sebuah sel primitif. Lama-kelamaan sel-sel itu menyatu dan membentuk organisme hidup. Arus utama terbesar skenario ini adalah eksperimen Miller.

Akan tetapi, eksperimen Miller tidak lain kecuali dibuat-buat, dan karenanya terbukti tidak benar dalam banyak hal.

Kebatilan Eksperimen Miller

Hampir setengah abad berlalu sejak Miller mengadakan eksperimen ini. Walaupun ternyata batil dalam banyak hal, para evolusionis masih mengajukan Miller dan hasil-hasilnya sebagai bukti mutlak bahwa kehidupan bisa terbentuk seketika dari zat non-hidup. Akan tetapi, bila kita nilai eksperimen Miller secara kritis, tanpa bias dan subyektivitas pemikiran evolusionis, situasinya tidak seoptimis pemikiran evolusionis. Miller menetapkan sendiri tujuannya untuk membuktikan bahwa asam amino bisa terbentuk dengan sendirinya dalam kondisi primitif bumi. Beberapa asam amino dihasilkan, tetapi pelaksanaan eksperimen itu bertentangan dengan tujuannya dalam banyak hal, seperti yang sekarang hendak kita lihat.

 Miller mengisolasi asam-asam amino itu dari lingkungan segera setelah mereka terbentuk, dengan menggunakan mekanisme yang disebut “perangkap dingin”. Kalau ia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat terbentuknya asam amino akan segera menghancurkan molekul-molekul tersebut.

Sangatlah sia-sia dugaan bahwa mekanisme buatan jenis ini serupa dengan kondisi purba bumi, yang mencakup radiasi ultraviolet, halilintar, berbagai zat kimia, dan oksigen bebas dengan persentase yang tinggi. Tanpa mekanisme semacam itu, segala asam amino yang memang terbentuk akan segera hancur.

 Lingkungan atmosfir purba yang diupayakan tiruannya oleh Miller dalam eksperimennya tidak realistis. Nitrogen dan karbondioksida merupakan unsur atmosfir purba, namun Miller mengabaikannya dan justru memakai metana dan amonia.

Mengapa? Mengapa para evolusionis bertahan pada gagasan bahwa atmosfir primitif mengandung banyak metana (CH4), amonia (NH3), dan uap air (H2O)? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil mensintesiskan asam amino. Kevin McKean membahas hal ini dalam suatu artikel yang terbit di majalah Discover:

Miller dan Urey meniru atmosfir purba bumi dengan campuran metana dan amonia. Menurut mereka, bumi [pada zaman purba itu] sebenarnya merupakan campuran yang homogen dari logam, batu, dan es. Namun dalam penelitian-penelitian mutakhir, terpahami bahwa bumi sangat panas pada waktu itu dan tersusun dari nikel dan dan besi yang membara. Karena itu, atmosfir kimiawi pada masa itu mestinya sebagian besar terbentuk dari nitrogen (N2), karbondioksida (CO2), dan uap air (H2O). Namun ini semua bukan metana dan amonia untuk menghasilkan molekul-molekul organik.14

Setelah lama bungkam, Miller sendiri mengakui bahwa lingkungan atmosfir yang ia manfaatkan dalam eksperimennya tidak realistis.

 Hal penting lain yang membatalkan eksperimen Miller bahwa terdapat cukup oksigen untuk menghancurkan semua asam amino di atmosfir pada saat para evolusionis mengira bahwa asam amino terbentuk. Konsentrasi oksigen ini tentu saja menghalangi pembentukan asam amino. Situasi ini sepenuhnya meniadakan eksperimen Miller, yang melalaikan oksiogen secara total. Seandainya ia menggunakan oksigen di eksperimennya, metana akan terurai menjadi karbondioksida dan air, dan amonia akan terurai menjadi nitrogen dan air.

Di sisi lain, karena belum ada lapisan ozon, tidak mungkin ada molekul organik yang hidup di bumi karena tidak terlindung sama sekali dari sinar ultraviolet yang menyengat.

 Di samping beberapa asam amino yang amat perlu bagi kehidupan, eksperimen Miller juga menghasilkan banyak asam organik dengan karakteristik yang sangat membahayakan struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika ia tidak mengisolasi asam-asam amino tersebut dan membiarkan mereka di lingkungan yang sama dengan zat-zat kimiawi ini, kehancuran mereka atau perubahan mereka menjadi campuran yang berbeda melalui reaksi kimia tidak akan terhindarkan. Lebih-lebih, sejumlah besar asam amino non-kidal juga terbentuk. Keberadaan asam-asam amino ini sendiri menyangkal teori [evolusi], bahkan dengan penalarannya sendiri, karena asam amino non-kidal tidak mampu berfungsi dalam komposisi organisme-organisme hidup dan merupakan protein yang tiada guna bila mereka terdapat di komposisi mereka.

Kesimpulannya, keadaan pada waktu terbentuknya asam amino dalam eksperimen Miller tidak layak bagi bentuk-bentuk kehidupan untuk menjadi ada. Media pembentukan mereka adalah campuran asam amino yang menghancurkan dan mengoksidasi segala molekul yang berguna yang mungkin diperoleh.

Para evolusionis itu sendiri sebenarnya membuktikan kesalahan teori evolusi, kendati mereka tidak bermaksud demikian, dengan mengajukan eksperimen ini sebagai “bukti”. Jika eksperimen tersebut membuktikan sesuatu, maka itu adalah bahwa asam amino hanya bisa diproduksi di lingkungan laboratorium yang terkendali yang telah dirancang secara khusus dan disengaja dengan semua kondisi yang diperlukan. Dengan kata lain, eksperimen tersebut menunjukkan bahwa yang menyebabkan kehidupan (termasuk asam amino yang “hampir hidup”) menjadi ada bukanlah kebetulan yang tak disengaja, melainkan kehendak yang disengaja—atau dengan satu kata, Penciptaan. Karena itu, setiap tahap Penciptaan merupakan ayat yang membuktikan kepada kita keberadaan dan kekuasaan Allah.

DNA: Molekul Ajaib

Teori evolusi belum mampu menyediakan penjelasan yang masuk akal perihal keberadaan molekul yang merupakan basis sel. Bahkan, perkembangan ilmu genetika dan penemuan asam nukleik (DNA dan RNA) menimbulkan masalah yang baru sekali bagi teori evolusi.

Pada 1955, karya dua ilmuwan DNA, James Watson dan Francis Crick, meluncurkan era baru biologi. Terdapat banyak ilmuwan yang mengarahkan perhatian mereka ke ilmu genetika. Kini, setelah bertahun-tahun penelitian, ilmuwa-ilmuwan telah banyak memetakan struktur DNA.

dna

Molekul yang disebut DNA mengandung rencana konstruksi yang lengkap tentang tubuh manusia.

Di sini, kami perlu memberi beberapa informasi dasar tentang struktur dan fungsi DNA.

Molekul yang disebut DNA, yang terdapat di inti masing-masing dari 100 trilyun sel di tubuh kita, mengandung rencana konstruksi yang lengkap tentang tubuh manusia. Informasi mengenai karakteristik seseorang, dari tampilan fisik hingga struktur organ dalam, direkam di DNA dengan sistem penyandian istimewa. Informasi di DNA disandi dalam rangkaian empat basis khusus yang menyusun molekul ini. Basis-basis ini ditentukan sebagai A, T, G, dan C menurut huruf awal nama mereka. Semua perbedaan struktural di antara orang-orang bergantung pada variasi rangkaian basis-basis ini. Terdapat sekitar 3,5 milyar nukleotida, yakni 3,5 trilyun huruf di molekul DNA.

Data DNA yang mengenai protein atau organ tertentu tercakup dalam unsur-unsur khusus yang disebut “gen”. Sebagai misal, informasi mengenai mata ada di sederetan gen khusus, sedangkan informasi mengenai jantung ada di sederetan lain. Sel-sel itu menghasilkan protein dengan menggunakan informasi di semua gen ini. Asam amino yang merupakan struktur protein ditentukan oleh tatanan rangkaian tiga nukleotida di DNA.

Dalam hal ini, sebuah rincian penting layak diperhatikan. Suatu kekeliruan di rangkaian nukleotida penyusun suatu gen menyebabkan gen itu tidak berguna sama sekali. Bila kita perhatikan bahwa terdapat 200 ribu gen di tubuh manusia, ini merupakan bukti tambahan betapa mustahil bagi jutaan nukletida yang menyusun gen-gen ini terbentuk secara kebetulan dengan rangkaian yang benar. Seorang biolog evolusionis, Frank Salisbury, mengomentari kemustahilan ini seraya mengatakan:

Protein medium mungkin meliputi sekitar 300 asam amino. Gen DNA yang mengendalikan ini sekitar 1.000 nukleotida di rantai ini. Karena ada empat jenis nukleotida di rantai DNA, yang mengandung 1.000 hubungan bisa ada dalam 41000 bentuk. Dengan menggunakan aljabar kecil (algoritma), kita bisa melihat bahwa 41000 = 10600. Sepuluh dikalikan dengan dirinya sendiri 600 kali menghasilkan angka 1 yang diikuti dengan 600 nol! Bilangan ini jauh di luar jangkauan pemahaman kita.15

Angka 41000 sama dengan 10600. Kita memperoleh bilangan ini dengan menambahkan 600 nol terhadap 1. Karena 10 dengan 11 nol menunjukkan trilyun, bilangan dengan 600 nol memang angka yang sulit untuk dimengerti.

Evolusionis Prof. Ali Demirsoy terpaksa menerima persoalan berikut ini:

Pada kenyataannya, peluang pembentukan acak protein dan asam nukleik (DNA-RNA) terlampau kecil. Kesempatan munculnya serantai protein tertentu saja bersifat astronomik.16

Di samping semua kemustahilan ini, DNA nyaris tidak bisa terlibat dalam suatu reaksi karena bentuk spiral ikatan-gandanya. Ini juga membuatnya mustahil membayangkan bahwa ini bisa menjadi basis kehidupan.

Lebih-lebih, sementara DNA hanya bisa menggandakan diri dengan bantuan beberapa enzim yang pada kenyataannya protein, sintesis enzim-enzim ini hanya dapat terwujud dengan informasi yang disandi di DNA. Karena mereka berdua saling bergantung, mereka harus ada di waktu yang sama untuk penggandaan diri, atau salah satu dari keduanya harus “diciptakan” sebelum yang lain. Jacobson seorang mikrobiolog Amerika mengomentari persoalan ini:

Pengarahan yang lengkap untuk reproduksi rencana, untuk energi dan pencabutan bagian-bagian dari lingkungan mutakhir, untuk pertumbuhan rangkaian, dan untuk mekanisme efektor yang menerjemahkan instruksi menjadi pertumbuhan—semuanya harus hadir secara serempak pada saat itu (ketika kehidupan berawal). Kombinasi peristiwa ini tampaknya dengan luar biasa tidak mungkin kejadian yang kebetulan, dan seringkali dianggap berasal dari intervensi ilahi.17

Kutipan di atas ditulis dua tahun sesudah pengungkapan struktur DNA oleh James Watson dan Francis Crick. Walau terdapat semua perkembangan ilmu tersebut, masalah ini masih tak terpecahkan bagi para evolusionis. Ringkasnya, kebutuhan akan DNA dalam reproduksi, perlunya kehadiran beberapa protein untuk reproduksi, dan persyaratan untuk menghasilkan protein-protein ini menurut informasi di DNA seluruhnya melumpuhkan tesis-tesis evolusi.

Dua ilmuwan Jerman, Junker dan Scherer, menjelaskan bahwa sintesis semua molekul itu memerlukan evolusi kimiawi, membutuhkan kondisi yang khas, dan bahwa peluang pencampuran bahan-bahan ini yang secara teoretis mempunyai metode pemerolehan yang sangat lain adalah nol:

Hingga sekarang, tiada eksperimen yang diketahui bisa mendapatkan semua molekul yang diperlukan untuk evolusi kimiawi. Karena itu, menghasilkan berbagai molekul di tempat-tempat yang berlainan di bawah kondisi yang sangat laik dan kemudian membawa mereka ke tempat lain untuk reaksi dengan melindungi mereka dari unsur-unsur yang berbahaya seperti hidrolisis dan fotolisis adalah perlu.18

Singkatnya, teori evolusi tidak mampu untuk membuktikan semua tahap evolusi yang disangka terjadi pada level molekul.

Kesimpulan dari pembahasan kita sejauh ini, baik asam-asam amino maupun produk-produk mereka, yakni protein-protein penyusun sel-sel makhluk hidup, tidak bisa dihasilkan di segala lingkungan yang disebut “atmosfir primitif”. Lebih-lebih, faktor-faktor seperti struktur protein yang luar biasa rumitnya, corak kidal, non-kidal, dan sulitnya pembentukan ikatan peptida hanyalah sebagian dari alasan-alasan mengapa mereka juga tidak akan pernah dihasilkan di segala eksperimen mendatang.

Meskipun kita memperkirakan sesaat bahwa protein-protein agaknya memang terbentuk secara kebetulan, yang masih tidak berarti, karena protein bukan apa-apa sama sekali dengan sendirinya: mereka tidak bisa mereproduksi sendiri. Sintesis dimungkinkan hanya dengan informasi yang disandi di molekul-molekul DNA dan RNA. Tanpa DNA dan RNA, reproduksi protein mustahil. Rangkaian tertentu duapuluh asam amino yang berbeda yang disandi di DNA menentukan struktur semua protein di tubuh. Akan tetapi, seperti yang telah banyak dijelaskan oleh semua orang yang telah mengkaji molekul-molekul ini, DNA dan RNA mustahil terbentuk secara kebetulan.

Fakta Penciptaan

Dengan runtuhnya teori evolusi di segala bidang, nama-nama terkemuka di disiplin ilmu mikrobiologi sekarang ini menerima fakta penciptaan dan mulai membela pandangan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh suatu Pencipta dengan sengaja sebagai bagian dari penciptaan yang agung. Telah menjadi fakta bahwa orang-orang tidak bisa mengabaikannya. Ilmuwan-ilmuwan yang dapat mendekati pekerjaan mereka dengan otak terbuka telah mengembangkan suatu pandangan yang disebut “desain cerdas”. Michael J. Behe, salah seorang terkemuka dari ilmuwan-ilmuwan ini, menyatakan bahwa ia menerima mutlak adanya Pencipta dan memerikan kebuntuan mereka yang menyangkal fakta ini:

Hasil dari upaya yang kumulatif untuk menyelidiki sel—menyelidiki kehidupan di level molekul—adalah pekik “desain!” yang keras, jernih, tajam. Hasilnya sangat terang dan sangat bermakna sehingga harus dinilai sebagai salah satu dari prestasi terbesar dalam sejarah ilmu pengetahuan. Keberhasilan sains ini mesti menimbulkan pekik “Eureka” dari sepuluhribu leher.

Akan tetapi, tiada buka sumbat botol, tiada tepuk tangan. Justru suatu keheningan aneh yang membuat malu di sekitar kerumitan belaka sel. Bila subyek ini muncul di publik, kaki mulai menyeret, dan pernapasan menjadi kembang-kempis. Secara pribadi orang-orang agak lebih santai, banyak yang terang-terangan menerima kejelasan ini namun kemudian menundukkan kepala, bergeleng-geleng, terpana. Mengapa masyarakat ilmiah tidak melahap penemuan ajaibnya? Mengapa observasi desain ditangani dengan sarung tangan intelektual? Dilemanya adalah bahwa kala satu sisi gajah ini dinamai desain cerdas, sisi lainnya harus dinamai Tuhan.19

Hari ini, terdapat banyak orang yang bahkan tidak sadar bahwa mereka dalam keadaan menerima sekumpulan kesesatan sebagai kebenaran atas nama ilmu pengetahuan, bukan beriman kepada Allah. Mereka yang tidak mendapati kalimat “Allah menciptakan anda dari ketiadaan” cukup ilmiah bisa meyakini bahwa makhluk hidup pertama menjadi ada melalui halilintar yang menyambar “kabut purba” milyaran tahun yang lalu.

Sebagaimana telah kami perikan di berbagai tempat di buku ini, keseimbangan alam sangat setimbang dan sangat banyak sehingga tidak rasional sama sekali klaim bahwa alam berkembang “tanpa disengaja”. Tidak peduli berapa banyak orang yang tidak dapat menempatkan diri sendiri bebas dari ketidakmasukakalan yang mungkin diupayakan ini, ayat-ayat Allah di langit dan di bumi gamblang sekali dan tak tersangkal.

Allah ialah Pencipta langit, bumi, dan segala yang di antara keduanya.

Ayat-ayat-Nya memenuhi alam semesta.

sarı laleler

Catatan

1. Charles Darwin, the Origin of Species: By Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life, London: Senate Press, 1995, p. 134.

2. Derek A. Ager. "The Nature of the Fossil Record." Proceedings of the British Geological Association, vol. 87, no. 2, (1976), p. 133.

3. T.N. George, "Fossils in Evolutionary Perspective", Science Progress, vol.48, (January 1960), p.1-3

4. Richard Monestarsky, Mysteries of the Orient, Discover, April 1993, p.40.

5. Stefan Bengston, Nature 345:765 (1990).

6. Earnest A. Hooton, Up From the Ape, New York: McMillan, 1931, p.332.

7. Stephen Jay Gould, Smith Woodward's Folly, New Scientist, 5 April, 1979, p. 44.

8. Charles E. Oxnard, the Place of Australopithecines in Human Evolution: Grounds for Doubt, Nature, No. 258, p. 389.

9. Richard Leakey, the Making of Mankind, London: Sphere Books, 1981, p. 116

10. Eric Trinkaus, Hard Times Among the Neanderthals, Natural History, No. 87, December 1978, p. 10, R.L. Holoway, "The Neanderthal Brain: What was Primitive?", American Journal of Physical Anthrophology Supplement, No. 12, 1991, p. 94

11. Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Inheritance and Evolution), Ankara: Meteksan Yayinlari 1984, p. 61

12. Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Inheritance and Evolution), Ankara: Meteksan Yayinlari 1984, p. 61

13. Fabbri Britannica Science Encyclopaedia, Vol. 2, No. 22, p. 519

14. Kevin McKean, Bilim ve Teknik, No. 189, p. 7

15. Frank B. Salisbury, "Doubts about the Modern Synthetic Theory of Evolution", American Biology Teacher, September 1971, p. 336.

16. Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Inheritance and Evolution), Ankara: Meteksan Publishing Co., 1984, p. 39.

17. Homer Jacobson, "Information, Reproduction and the Origin of Life", American Scientist, January, 1955, p.121.

18. Reinhard Junker & Siegfried Scherer, "Entstehung Gesiche Der Lebewesen", Weyel, 1986, p. 89.

19. Michael J. Behe, Darwin's Black Box, New York: Free Press, 1996, pp. 232-233.

BAGIKAN
logo
logo
logo
logo
logo
Unduhan
  • Bab 01: Pendahuluan
  • Bab 02: Ada Dari Tiada
  • Bab 03: Ayat-Ayat Di Langit Dan Di Bumi
  • Bab 04: Para Ilmuwan Menyaksikan Ayat-Ayat Allah
  • Bab 05: Bukti Ilmiah Dan Mukjizat Al-Qur’an
  • Bab 06: Tipudaya Teori Evolusi
  • Bab 07: Falsafah Sesat Yang Mengingkari Allah
  • Bab 08: Keburukan Model Masyarakat Yang Tiada Iman Kepada Allah
  • Bab 09: Rumah Masa Depan: Akhirat
  • Bab 10: Pemahaman Materi Yang Tidak Materialis
  • Bab 11: Relativitas Waktu Dan Kenyataan Takdir
  • Bab 12: Kesimpulan