Sebagaimana telah ditekankan buku ini, evolusi dan para pendukungnya terperangkap habis karena ilmu pengetahuan secara menyeluruh menolak Darwinisme. Para evolusionis menyadari hal ini dan, akibatnya, ada dalam kepanikan besar. Karena itu, mereka menyerang siapa saja yang membela kebenaran penciptaan dalam acara-acara diskusi, debat, dan di mana saja. Namun, karena tidak memiliki jawaban, mereka hanya mencoba meraih kembali keunggulan bicara.
Mantik “Janganlah kita mengacaukan agama dengan ilmu pengetahuan, karena iman itu satu hal dan fakta evolusi adalah hal yang lain” dimaksudkan untuk memecah kesatuan Muslim dan melemahkan perlawanannya. Pesan mereka sebenarnya yang menganjurkan cara berpikir ini adalah, “Di sini ada dunia nyata, dan ini bisa dipahami lewat ilmu pengetahuan, sehingga tidak ada sesuatu yang disebut penciptaan, walaupun setiap orang adalah merdeka untuk menganut keyakinan pribadinya sendiri.” Namun, ini juga tipuan yang amat besar, sebab adalah fakta yang jelas bahwa Allah menciptakan alam semesta dan semua makhluk hidup dan tak-hidup. Setiap rincian di alam semesta merupakan bukti lagi atas penciptaan olehNya. Dalam kenyataannya, tiada bukti bagi teori evolusi selain pendapat dan “kepercayaan pribadi”. Muslim harus waspada akan anjuran penuh tipuan ini yang mencoba menunjukkan bahwa kebenaran penciptaan juga adalah “kepercayaan pribadi”.
Anjuran sedemikian dengan mudah dikalahkan, sebagaimana kita baca dalam ayat berikut:
Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat sifat yang tidak layak bagi-Nya). (QS. Al Anbiyaa’, 21: 18)
Di balik upaya sebagian kaum Muslimin untuk menyatukan evolusi dan agama, terdapat keraguan, kepasrahan, kekurangan informasi, dan ketakpastian yang mereka rasakan saat menghadapi evolusi. Tetapi, kepasrahan itu sama sekali tidak perlu karena kaum evolusionis tidak memiliki dukungan atau bukti ilmiah untuk mempertahankan teori ini. Mereka memakai hasutan karena sikap bersikeras taklid demi teori mereka, dan mencoba membungkam lawan-lawan mereka dengan cara-cara tekanan psikologis atau kejiwaan. Kedudukan mereka sebenarnya tidak memiliki harapan.
Para evolusionis Muslim tidak bisa melihat hal ini karena tidak menyadari kemajuan-kemajuan terbaru dalam ilmu pengetahuan. Orang yang kekurangan informasi terkini tentang perihal ini tentu percaya bahwa teori evolusi adalah benar. Akan tetapi, kekurangan informasi dapat mudah diatasi dengan cara membaca buku dan berbagai terbitan lain tentang perihal tersebut. Kaum Muslimin yang memiliki informasi rinci tentang teori evolusi tidak bisa tetap berdiam diri atau ragu-ragu di hadapan berbagai pernyataan evolusionis. Seiring dengan itu, merenung tentang penciptaan Allah dan seni tanpa cela yang menyungkupi alam semesta, berpegang teguh pada Al Qur’an, dan memahami sifat kebenaran yang diungkapkan Al Qur’an adalah cara-cara termudah untuk membebaskan diri dari pengaruh-pengaruh itu.
Banyak Muslim mungkin telah menerima dan bahkan membela evolusi karena alasan-alasan yang telah dikemukakan sepanjang buku ini. Akan tetapi, akhlak Islami menghimbau setiap Muslim agar kembali ke jalan yang benar saat menyadari bahwa ia telah tersesat. Mendukung pemikiran Darwinis sebelum menyadari bahaya besar yang dapat diakibatkannya sama sekali tidak sama dengan meneruskan dukungan setelah menyadari bahayanya bertindak begitu. Orang bisa mendukung teori tanpa mengetahui tingkat bahaya atau ketidak-absahan ilmiahnya. Akan tetapi, sekali telah mempelajari kebenaran masalah ini, hal yang paling baik dan bermanfaat untuk dilakukan orang adalah langsung bertindak dan mendukung perang pemikiran melawan teori jahat ini. Allah memerintahkan para Muslimin:
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. (QS. Al Anfaal, 8: 73)
Mereka menjawab,
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. Al Baqarah, 2: 32)