Tak peuli apa pun sikap asalnya, berdasarkan semua bukti yang ada, sese-orang yang waras akalnya dan jernih nalarnya akan menerima kebenaran asalkan dia mendapati bukti-bukti yang meyakinkan. Hal ini karena dia menyadari bahwa, sebagai seorang insan, dia memiliki sifat bawaan yaitu dapat berbuat salah dan keliru. Lebih jauh lagi dia pun mengakui bahwa proses belajar adalah penting guna memperluas wawasan seseorang. Dengan demikian, seseorang yang jernih pemahamannya, sama sekali tidak merasa malu untuk belajar sehingga dengan itu pikirannya pun bisa berubah.
Namun demikian, ada beberapa orang yang berpegang teguh pada praduga yang hampirhampir tak mungkin untuk dihilangkan. Orang-orang ini eenderung untuk menyikapi dan mengevaluasi bukti-bukti yang valid dengan praduga. Pengalaman pribadi yang mereka peroleh selama ini terbentuk di dalam sistem jahiliah, dan sangat penting bagi mereka. Dengan demikian, maka hampir tidak mungkin untuk mengubah eara pandang mereka. Mereka ini dikenal sebagai orang-orang yang keras kepala. Bukannya bersikap terbuka atas ide-ide baru, dan dengan demikian menemukan kebenaran, mereka justru berkeras untuk bertahan pada keyakinan-keyakinan tradisional. Mereka tidak pernah berpikir bahwa diri mereka bisa saja keliru. Lebih jauh lagi, mereka pikir mereka adalah orang-orang yang bijak. Kadangkadang bahkan bukti-bukti yang konkret pun tidak dapat m engubah pikiran m ereka. Meskipun demikian, hal ini bukanlah karena mereka tak mampu melihat perbedaan yang tajam antara kebenaran dan kekeliruan, namun karena mereka berpura-pura tidak memahami kebenaran itu. Di dalam al-Qur'an, Allah menyinggung kekurangan di kalangan orang-orang jahiliah ini dalam ayat berikut:
Tidaklah mungkin untuk meyakinkan orang-orang ini akan kebenaran. Semua upaya dan bukti guna membuat mereka melihat kebenaran akan terbukti siasia. Ketidakpekaan ini bahkan menjadi makin parah lagi tatkala pokok persoalannya adalah masalah keimanan. Allah melukiskan ini di dalam ayat berikut:
Bagaimana bisa bahwa bukti-bukti itu membuat sebagian orang melihat kebenaran, sementara sebagian yang lain tidak dapat diyakinkan dengannya? Apa yang membuat mereka begitu keras kepala dan tidak peka?
Pada awal-awal buku ini, kami telah berulangkali menyebutkan betapa kuatnya keeintaan orang-orang jahiliah atas kehidupan dunia ini. Keeintaan inilah yang tentu saja menjelaskan motif-motif di balik sikap yang tidak masuk akal ini. Sekalipun mereka melihat kebenaran itu dengan jelas, mereka tetap saja mengikuti hawa nafsu mereka yang siasia, karena mereka tahu bahwa bila tidak demikian maka mereka harus meninggalkan ambisi-ambisi dan menjadikan usaha untuk meneapai keridhaan Allah sebagai tujuan mendasar kehidupannya. Hal ini sesungguhnya adalah hal terakhir yang ingin mereka lakukan sehingga dengan demikian mereka menahannya dengan menekan kuat-kuat suara hati nuraninya sendiri. Orang-orang ini mengikuti hawa nafsu mereka: sikap-sikap yang merugikan manusia, sebagaimana dinyatakan dengan terang dalam ayat berikut ini:
Demi alasan inilah nafsu memainkan peran yang penting dalam membuat manusia menolak kebenaran.
Makhluk lain yang menyesatkan mereka yang punya ambisi-ambisi yang kuat di dalam hidup ini adalah setan. Allah menunjukkan tentang hal ini pada ayat berikut:
Guna meyakinkan orang-orang yang telah disesatkan oleh setan dan nafsu mereka adalah perjuangan utama dari para rasul sepanjang sejarah. Semua rasul senantiasa menyeru manusia ke jalan yang benar, jalan Allah, namun umat-umat mereka enggan keeuali hanya segelintir orang saja. Sebuah eontoh yang menarik di dalam al-Qur'an mengenai hal ini adalah Nabi Nuh a.s. beserta umatnya. Sekalipun Nabi Nuh a.s. telah melakukan segala eara untuk mengajak umatnya ke jalan yang benar, mereka tetap saja kafir:
"Nuh berkata,
'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anakanaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka'."
(Q.s. Nuh: 21).
Sikap orang-orang jahiliah yang tidak tulus ini diungkapkan di dalam al-Qur 'an. Tak peduli betapapun kuatnya bukti-bukti yang diberikan, m ereka m em alingkan w ajah mereka dari kebenaran dan memperlihatkan keeintaan yang kuat terhadap kehidupan dunia ini. Dan mereka pun membuat-buat banyak alasan guna membenarkan sikap mereka yang menyimpang ini. Di dalam al-Qur'an, Allah menerangkan mengenai pokokpokok persoalan dan situasi-situasi di mana orang-orang jahiliah berpura-pura tidak memahaminya. Sesungguhnya ini adalah pokok-pokok persoalan dimana dengannya mereka tidak pernah mengubah pendirian mereka. Allah pun menyebutkan alasan-alasan yang mereka buat dan ketidaktulusan yang mereka pertontonkan kepada orang-orang beriman.
Sebelum m elanjutkan dengan p okok persoalan ini, salah satu metode prinsip yang digunakan oleh orang-orang jahiliah guna membenarkan ketidakjujuran mereka akan diterangkan lebih jauh lagi.
Orang-orang jahiliah seringkali menggunakan bantahan untuk membenarkan diri mereka. Ini adalah sebuah metode yang dengannya mereka mempertahankan hak-hak atau prestise mereka, dengan eara menggunakan argumen-argumen yang emosional, tidak jujur, atau miring daripada akal. Lepas dari eara-eara ini, bagaimana eara berperilaku orang-orang juga menjadi sebuah unsur bantahan yang efisien. Memutus pembiearaan, berteriak-teriak dan berkata bohong adalah metode -metode membantah yang sudah umum. Orang-orang kafir mempertontonkan kemampuan yang luar biasa dalam hal ini. Untuk membenarkan pandangannya atau untuk membangun keunggulan di atas orang lain, mereka bersandar pada metode-metode yang tak terbayangkan. Tujuan utama dari semua upaya ini adalah untuk menentang kebenaran. Mereka membuat semua upaya ini untuk membenarkan diri mereka dan oleh karenanya untuk mendapatkan dalih guna meringankan rasa bersalah mereka.
Bagaimanapun, ini bukanlah sebuah metode yang dikembangkan oleh individu-individu itu sendiri. Sebagaimana dalam sekian banyak pokok persoalan lainnya, setanlah yang membimbing mereka. Pernyataan setan pada ayat-ayat berikut ini menunjukkan betapa setan adalah pembantah pertama dalam sejarah.
Ketika dia diperintahkan untuk bersujud kepada Adam, setan dengan sombongnya menolak, dan memberikan penjelasan yang menantang. Inilah eiri khas bantahan; dalih yang dipakainya untuk tidak mematuhi perintah Allah dinyatakan dalam pernyataan setan berikut ini: "Engkau telah menc ptakan aku dar ap , sedangkan d a telah Engkau c ptakan dar tanah l at." Namun demikian, tujuan utamanya adalah memberontak kepada Allah. Perbandingan antara api dan tanah liat hanyalah suatu dalih saja.
Sikap orang-orang jahiliah benar-benar persis seperti itu. Mula-mula mereka memutuskan untuk tidak taat dan kemudian meneari alasan atas ketidaktaatan itu. Pada titik ini, mereka pun berbuat seperti apa yang telah dilakukan setan dulu dan menggunakan berbagai eara bantahan guna menutup-nutupi ketidakjujuran mereka dan guna menghibur diri mereka sendiri.
Setan mengindoktrinasi mereka dengan bisikan-bisikan halus dan terus-menerus mengenai eara-eara membantah ke dalam nafsu mereka. Sementara itu, orang tersebut berjuang untuk memilih antara suara akal sehatnya yang membisikkan kebenaran dan suara nafsunya yang mengajak untuk memilih setan. Dengan eara inilah setan mendekati manusia dalam segala keadaan dan menggodanya.
Inilah sebabnya mengapa selama berabadabad orang-orang di seluruh penjuru dunia menggunakan eara-eara dan taktik-taktik yang benar-benar sama terhadap agama. Fakta ini digarisbawahi di dalam al-Qur'an:
Akan tetapi, satu hal perlu disebut di sini: setan adalah makhluk yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Allah sebagaimana semua makhluk lainnya, seperti jin, malaikat dan manusia. Berlawanan dengan pandangan yang dianut seeara umum, setan bukanlah makhluk yang terpisah, lepas dari dan bebas dari Allah. Dia melaksanakan tugas dari Allah untuk menguji manusia di dunia ini. Fakta ini diterangkan pada ayat berikut ini:
Di sepanjang sejarah, banyak umat yang menggunakan eara-eara klasik bantahan ini ketika mereka diingatkan akan perintahperintah Allah. Dengan eara ini, mereka pikir mereka dapat mengelak dari kebenaran. Di dalam al-Qur'an, Allah memberikan keterangan mengenai kejiwaan orang-orang kafir dan tipe bantahan yang mereka pakai, sehingga tidak yakin dengan kebenaran-kebenaran tertentu.
Tidaklah mungkin untuk meyakinkan orang-orang jahiliah bahwa kematian sangat dekat. Sekalipun ini adalah kenyataan yang mengerikan, sebagian besar orang berjuang untuk melupakan tentang kematian yang segera menjelang. Maut mau tak mau mengakhiri hidup ini yang begitu mereka eintai. Maut juga mengingatkan orang-orang akan akhirat dan tanggung jawab mereka terhadap Allah dan realitas neraka. Dengan demikian, mereka sekadar menghindar untuk memikirkannya dengan "tidak berpikir".
Orang-orang jahiliah, yang dengan mantap menjauhkan pikiran mereka dari kematian, seeara terang-terangan menyatakan ketidaksukaan mereka tentang hal ini. Dengan melupakan bahwa hal ini juga suatu perintah Allah, mereka tidak mampu melihat bahwa hal ini adalah kejadian yang sudah ditakdirkan. "Tidak memikirkan" sekadar meneegah mereka dari melihat bahwa sikap semaeam itu adalah penentangan terbuka atas kehendak Allah.
Orang-orang jahiliah juga menyembunyikan banyak keyakinan tidak rasional lainnya tentang kematian. Misalnya, menurut mereka, kematian seseorang yang sudah tua dan sakitsakitan adalah hal yang masuk akal. Lagi pula, mereka menganggap bahwa mati di atas ranjang tanpa mengalami penderitaan adalah hal terbaik yang dapat dialami oleh seorang yang sudah lanjut usia. Akan tetapi, mereka tidak dapat menerima kenyataan mengenai orang muda yang mati seeara mendadak. Pada titik ini mereka tak mampu memahami bahwasanya kematiannya pun telah ditakdirkan.
Kepereayaan tidak rasional lainnya mengenai kematian menyatakan bahwa kematian terjadi sebagai sebuah konsekuensi dari peristiwa-peristiwa tertentu. Misalnya, mengenai seseorang yang tewas pada suatu keeelakaan, mereka mengatakan bahwa seandainya tadi dia tidak mengemudi di jalan raya yang ramai itu tentu dia tidak akan mati. Di dalam al-Qur'an mentalitas yang sama digarisbawahi di dalam ayat, "Kalau mereka tetap bersamasama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh" (Q.s. Ali Imran: 156), dan orang-orang beriman mendapat peringatan yang serius atas mentalitas yang rusak ini. Ini karena disebabkan oleh fakta bahwa tidak ada kematian yang terjadi seeara kebetulan. Bahkan sejak seseorang belum lahir, tempat dan waktu kematiannya telah ditakdirkan. Fakta ini dinyatakan di dalam ayat berikut:
Bagi orang-orang jahiliah, kematian seseorang, khususnya seorang anggota dari keluarga dekatnya, adalah insiden yang sangat tidak diharapkan. Lagi pula ini adalah peristiwa yang menakutkan. Melihat tubuh dari seseorang yang beberapa hari lalu masih makan malam bersamanya, telah remuk di dalam sebuah mobil, tentu adalah sebuah pemandangan yang tak terlupakan oleh seseorang seumur hidupnya. Menyaksikan para petugas meletakkan jenazahnya di dalam kantong jenazah mau tak mau mengingatkan kepada seseorang sekian banyak fakta yang olehnya selalu saja berusaha untuk dilupakannya karena dorongan mentalitas jahiliah.
Orang yang kini sedang dibawa di dalam kantong plastik menuju ke kamar mayat barangkali beberapa jam yang lalu dengan antusiasnya masih berbieara tentang perusahaan barunya atau reneana-reneana barunya untuk berakhir pekan. Sementara menguraikan reneana-reneana ini, hal terakhir yang terlintas di benaknya kemungkinan besar adalah perkara kematian. Namun kini, tubuhnya yang hanya tinggal tulang-tulang dan daging sedang menghadapi sebuah proses pembusukan yang eepat sedang digotong dengan tergesa-gesa ke kamar jenazah. Di dalam kamar jenazah, dia akan diletakkan di dalam ruang pendingin di antara jenazahjenazah lainnya. Dalam beberapa hari, akan dibungkus di dalam kain kafan, lalu jenazahnya itu akan dimasukkan ke dalam kubur.
Orang yang mengamatinya jatuh dalam keputusasaan, karena pemandangan seperti itu mengingatkannya akan hari di mana dia akan menemui ajalnya sendiri.
Meskipun demikian, pengaruh dari kejadian semaeam itu atas jiwa manusia hanya bertahan untuk sementara waktu saja. Belum begitu lama, orang-orang jahiliah pun kembali lagi ke eara hidupnya yang lama dan mulai melihat kematian sebagai suatu insiden yang eukup tak dapat dipereaya. Segera setelah itu mereka pun sibuk kembali dengan hirukpikuk sehari-hari dalam menghadapi realitas hidup mereka segera kembali lagi pada kebiasaan-kebiasaan lama mereka seakanakan mereka bukan orang yang baru beberapa hari lalu menyaksikan kematian dari dekat. Mereka bahkan membuat bantahan-bantahan tentang masalah kematian sehingga berupaya mengurangi keseriusan perkara ini. Mereka berulangkali menyebutkan singkatnya hidup ini, namun tak pernah sungguhsungguh memikirkannya. Lagi pula, mereka saling mendorong satu sama lain agar tidak memikirkan hal ini.
Segera setelah kesedihan mereda, kematian anggota keluarga yang dekat pun sudah dapat diatasi, sanak kerabatnya mulai berpikir soal kekayaan yang akan mereka warisi darinya. Beginilah, eara mereka melekatkan diri mereka dengan kehidupan dunia ini, bahkan sekalipun pokok persoalannya adalah kematian.
Fakta bahwa masyarakat jahiliah tidak pereaya bahwa kitab-kitab suei diturunkan oleh Allah adalah salah satu eiri mereka lainnya di sepanjang sejarah. Maksud utama yang terletak di balik sikap ini adalah keengganan mereka untuk mengikuti perintah-perintah Allah. Mereka hanya sekadar ingin melupakan tentang Hari Pengadilan, dan fakta bahwa kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas segala tingkah lakunya, oleh karena mereka ingin hidup sesuka hati mereka. Dengan demikian, sekalipun mereka melihat kebenaran, mereka pun meremehkannya.
Sikap khas masyarakat jahiliah terhadap Alkitab (Bibel) dan kitab-kitab suei lainnya juga diasumsikan terhadap al-Qur'an. Nabi kita telah mengajak orang-orang ke jalan yang benar dengan berbagai eara, namun mereka tetap saja bertahan dalam kekafiran. Sementara itu, dalam rangka mengatasi rasa bersalahnya, mereka memakai banyak eara. Salah satu dari eara ini, yang berupa bantahan, dinyatakan di dalam ayat-ayat berikut ini:
"Bahkan mereka berkata (pula), '(al-Qur'an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka hendaknya dia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus'."
(Q.s. al-Anbiya': 5).
Tampak jelas bahwa, sekalipun menyadari keunggulan Nabi saw., masyarakat jahiliah tetap menuduhnya sebagai tukang sihir. Lagi pula, sebagian besar dari mereka mengklaim bahwa al-Qur'an telah beliau tulis. Meskipun demikian, mereka eukup tahu bahwa al-Qur'an adalah wahyu dari Allah. Demikian pula, mereka tahu pasti bahwa Nabi saw. bukanlah seorang penyair maupun tukang sihir. Namun, sebagaimana berulangkali dinyatakan di dalam seksi ini, orang-orang jahiliah menggunakan dalih-dalih ini semata-mata guna menarik orang-orang agar lebih banyak lagi yang mau mengikuti eara hidup mereka.
Di dalam al-Qur'an Allah menjawab dengan tegas bualan orang-orang jahiliah:
"Ataukah mereka mengatakan: 'Dia (Muhammad) membuat-buatnya.' Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur'an itu jika mereka orang-orang yang benar."
(Q.s. ath-Thur: 33-34).
"Tidaklah mungkin al-Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (al-Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan, 'Muhammad membuat-buatnya.' Katakanlah, '(Kalau benar yang kalian katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kalian panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.' Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu."
(Q.s. Yunus: 37-39).