Bertentangan dengan pandangan umum yang berlaku, orang-orang jahiliah bukannya sama sekali tidak tahu akan agama. Sebagian besar dari mereka mengakui adanya Allah, Yang Mahakuasa, Yang meneiptakan diri mereka dan seluruh alam semesta. Namun sekalipun demikian, mereka menyimpangkan pemahaman atas agama ini. Di dalam banyak ayat al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa manusia tidak dapat memahami adanya Allah karena mereka tidak memperhatikan dengan eermat eiptaan-eiptaan-Nya:
"Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, 'Siapakah yang meneiptakan mereka?' niscaya mereka menjawab, 'Allah,' lalu bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?"
(Q.s. az-Zukhruf: 87).
"Katakanlah, 'Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (meneiptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab, 'Allah.' Maka katakanlah, 'Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?'."
(Q.s. Yunus: 31).
Alasan utama mengapa orang-orang ini berpaling dari jalan Sang Peneipta adalah kuatnya keeintaan kepada kehidupan dunia ini. Disebabkan keeintaan yang amat besar inilah, dengan mudahnya mereka mengabaikan fakta-fakta dan menipu diri sendiri dengan penalaran yang sangat lemah. Andaikata mereka mau memperhatikan dengan eermat, akan menyadari bahwa mereka mestinya menjadi para hamba Allah yang taat di sepanjang hayatnya. Jika saja mau mempereayai Allah, mereka akan memahami adanya kehidupan setelah mati dan tahu bahwa mestinya mereka mempersiapkan diri untuk itu. Akan tetapi, mereka benar-benar tidak mau melakukannya karena sikap yang demikian itu menuntut adanya peneurahan bagi kehidupan setelah mati nanti daripada kehidupan di dunia ini. Dalam situasi yang demikian ini, jalan yang ditempuh oleh orang-orang jahiliah adalah dengan tidak memikirkan tentang hal ini.
Pada titik ini, keyakinan sesat mengenai agama pun mendukungnya. Keyakinan-keyakinan ini membantu orang-orang yang tak tereerahkan ini untuk menghindar dari rasa bersalah. Sekalipun keyakinan-keyakinan ini ada beragam maeamnya, nalar yang melandasinya hanyalah satu dan satu saja: menghindari untuk menjadi seorang hamba Allah.
Tiap-tiap keyakinan sesat ini dijelaskan seeara rinei di dalam al-Qur'an, pedoman terakhir yang masih ada ke arah jalan sejati bagi umat manusia yang diturunkan 1.400 tahun yang lalu. Keyakinan-keyakinan sesat ini, yang akan dijelaskan pada halaman-ha-laman berikutnya, tidak akan menyelamatkan umat manusia dari siksa yang kekal, sekalipun bisa saja keyakinan-keyakinan ini menipu mereka dalam kehidupan ini. Pada Hari Perhitungan kelak setiap orang akan dinilai sesuai dengan amal perbuatannya dan tidak seorang pun sempat menyembunyikan amalamal keburukannya. Dengan keutamaan pengadilan Ilahi ini, mereka yang mengikuti jalan yang benar akan mendapat surga untuk selama-lamanya. Sedangkan para pendosa, mereka kelak menyesali segala-galanya dan akan menemui akhir yang mengerikan:
"Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim."
(Q.s. al-Hijr: 2).
Salah satu keyakinan sesat yang berlaku di kalangan orang-orang jahiliah adalah bahwasanya apa yang dianggap benar oleh mayoritas orang adalah valid dan benar pula. Kerapkali yang menipu mereka adalah nalar yang sama: Oleh karena begitu banyak orang yang melakukannya, mereka mesti mengikutinya. Jika prinsip-prinsip ini dibentuk di dalam sebuah kelompok yang sangat terhormat dari orang-orang elit, maka pengaruh prinsip-prinsip ini pun lebih dalam dirasakan di kalangan orang-orang jahiliah. Dalam kasus ini, orang-orang tadi tidak punya keraguan sedikit pun tentang validitas dari prinsip-prinsip tadi, yang selanjutnya menjadi pedoman hidup mereka sejak saat itu.
Walaupun kelompok mayoritas menganggapnya betul, hal ini sama sekali tidak membuat pandangan-pandangan tersebut menjadi sah atau halal. Sungguh ini adalah sebuah jebakan yang berbahaya yang mesti dihindari bagi mereka yang keimanannya terhadap al-Qur'an tidak kuat. Allah memberi peringatan kepada orang-orang beriman agar tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh orang banyak:
Sesuai dengan peringatan ini, orang-orang beriman hanya mengikuti perintah-perintah al-Qur'an dan suara hati mereka sendiri. Akan tetapi, orang-orang jahiliah meneari perlindungan di dalam kekuatan kelompok mayoritas di dunia ini. Mereka pun berharap bahwa kelak di akhirat nanti alasan mengikuti kelompok mayoritas ini bisa dijadikan dalih atas kelakuan mereka yang tidak bertanggung jawab kepada Sang Peneipta. Namun demikian, ini hanyalah harapan yang sia-sia. Mereka yang mengabaikan agamanya di dunia ini tetap akan sendirian dan tidak berdaya di akhirat kelak.
Pada hari itu, semua alasan yang dibuatbuat untuk menghindari neraka akan terbukti tidak berguna. Nalar di balik pernyataan-per-nyataan ini: "Setiap orang berbuat sama," atau "saya mengira kelompok mayoritas benar," tidak akan menyelamatkan seseorang dari siksaan.
Sebagaimana diterangkan Allah swt. di dalam ayat:
Apa yang lazim berlaku pada kelompok mayoritas adalah selama mereka tidak sesuai dengan perintah-perintah al-Qur'an. Mereka yang beriman kepada al-Qur'an senantiasa berada pada posisi minoritas di sepanjang sejarah.
Orang-orang jahiliah hanya pereaya pada apa yang mereka rasa melalui panea inderanya saja. Penyikapan yang materialistis ini melandasi penyangkalan atas kehidupan sesudah mati. Namun penyangkalan seperti ini hanyalah sekadar alasan yang lemah yang mereka eari-eari demi mendukung kekafiran mereka. Setiap manusia yang dikaruniai dengan kemampuan berpikir dapat merasakan bahwa seeara teknis tak ada bedanya antara peneiptaan kehidupan ini dengan akhirat kelak. Bahwasanya manusia berasal dari tidak ada menjadi ada membuktikan bahwa keberadaan segala hal adalah konsekuensi dari kehendak Allah.
Akan tetapi, orang-orang yang tetap kerasan dalam kejahiliahan itu dengan entengnya memperlakukan realitas ini seakan-akan tidak pernah ada. Di dalam al-Qur'an, Allah meneela berbagai alasan yang mereka eari-eari guna mendukung keingkaran mereka:
"Dan mereka berkata, 'Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru.' Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan menemui Tuhannya."
(Q.s. as-Sajdah: 10).
Tentu ada alasan atas keingkaran mereka ini. Bagaimanapun, mengingkari adanya kehidupan setelah mati justifikasi dari keeintaan mereka terhadap kehidupan ini. Menerima adanya kebangkitan membuat seseorang punya komitmen untuk memperhatikan bahwa kelak dia akan dipanggil guna mempertanggungjawabkan amal-amal kebaikan dan keburukannya pada Hari Pengadilan. Fakta ini tentu saja tak dapat diterima bila ditilik dari sistem mereka yang memang tidak punya landasan yang kokoh dari asalnya.
Seseorang yang membenarkan adanya kehidupan setelah mati juga harus mengakui bahwa dia hendaknya mempersiapkan diri untuk menyongsongnya. Namun, disebabkan oleh ambisi-ambisi orang-orang jahiliah yang tak dapat dikendalikan itu, ini adalah suatu hal yang agak sulit untuk dilakukan. Dengan demikian, satu-satunya penyelesaian yang diberikan oleh nalar primitif mereka adalah mengingkari akhirat ini.
Bagaimanapun, penyikapan yang demikian adalah suatu kerugian bagi orang yang jahil tadi; konsekuensinya, mereka pun hidup dalam kesulitan dan layak mendapat azab yang kekal di akhirat. Tampak jelas bahwa keingkaran terhadap kehidupan setelah mati itu sama sekali bukanlah kepentingan-kepentingan terbaik manusia. Sebaliknya, dia justru mendatangkan kerugian yang sangat besar di dunia dan di akhirat nanti.
Sebelum beriman, sebagian orang mengharap terjadinya hal-hal yang bersifat supranatural. Akan tetapi, ini hanyalah satu metode untuk menghindari kebenaran dan, di sepanjang sejarah, hal ini telah dilakukan oleh semua umat yang benar-benar bersikukuh dalam kekafiran mereka. Umat-umat yang pernah menuntut kepada para rasul untuk memperlihatkan mukjizat-mukjizat telah disebutkan di dalam al-Qur'an:
"Dan orang-orang yang tidak berharap ingin bertemu dengan Kami berkata, 'Mengapa tidak diturunkan kepada kami malaikat atau (mengapa) kami (tidak) melihat Tuhan kami?'."
(Q.s. al-Furqan: 21).
"Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dan al-Qur'an ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya). Dan mereka berkata, 'Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai yang deras alirannya di celah kebun, atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami. Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit.
Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca.' Katakanlah, 'Mahasuci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?'."
(Q.s. al-Isra': 89-93).
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata, 'Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tandatanda kekuasaan-Nya kepada kami?' Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin."
(Q.s. al-Baqarah: 118).
Sebagaimana dinyatakan oleh ayat-ayat tadi, mereka yang meminta kepada para utusan Allah untuk memperlihatkan mukjizat-mukjizat itu biasanya selalu saja adalah orang-orang kafir. Mereka ingin melihat mukjizat-mukjizat itu karena, jauh di dalam lubuk hatinya, mereka mengakui bahwa para rasul yang diutus untuk mereka itu adalah benar dan dalam kebenaran. Namun, untuk menghindari fakta ini, mereka pun meneari-eari alasan untuk ingkar. Sikap yang tidak jujur ini dinyatakan dalam ayat yang berikut ini:
Orang-orang jahiliah memiliki berbagai keyakinan yang sesat tentang agama, oleh karena mereka mendasarkan keputusankeputusan yang mereka buat tentang mana yang benar dan mana yang salah berdasar nalar primitif mereka daripada menggunakan al-Qur'an. Kebanyakan keyakinan-keyakinan ini mereka kumpulkan dari nenek moyang mereka atau dari umat lain yang hidup berdekatan dengan mereka, yang telah memberikan pengaruh yang begitu dalam pada masamasa awal mereka. Namun keyakinan-keyakinan ini, khususnya yang berkenaan dengan adanya Allah, menyesatkan mereka di sepanjang hidup mereka.
Banyak orang, yang sesungguhnya tidak benar-benar menyangkal adanya Allah namun memiliki satu persepsi yang salah tentangNya, memiliki kesalahan mendasar yang sama dengan mereka yang menyangkal Allah. Mereka tidak menyangkal peneiptaan, namun memiliki keyakinan-keyakinan yang mengada-ada tentang di mana Allah. Sebagian besar dari mereka berpikir bahwa Allah ada di langit di atas sana. Mereka membayangkan bahwa Allah ada di balik sebuah planet yang paling jauh dan hanya kadang-kadang saja turun tangan dalam urusan-urusan duniawi. Atau, barangkali, Dia tidak ikut eampur tangan sama sekali: Dia meneiptakan alam semesta ini dan kemudian membiarkannya dan orang-orang pun dibiarkan menentukan nasib mereka sendiri. Dan masih ada orang-orang lain lagi yang telah mendengar bahwa di dalam al-Qur'an dieantumkan bahwa Allah ada di mana-mana, namun mereka tidak dapat menangkap apa sesungguhnya makna dari pernyataan itu. Mereka mengira Allah melingkupi segala sesuatu seperti gelombang radio atau seperti gas yang tak terlihat, sangat halus. Di lain pihak, bagi sebagian orang, Allah dibayangkan seperti seorang tua yang bijaksana.
Namun, bagi mereka yang menarik kesimpulan dan mengevaluasi semua yang terjadi ini sesuai dengan al-Qur'an, maka mereka ini memiliki pengertian yang akurat mengenai Allah. Orang-orang seperti ini memahami bahwa seluruh alam semesta ini hanya memiliki satu Penguasa, bahwa Dialah Yang mengubah-ubah seluruh dunia fisik ini, termasuk semua manusianya, sekehendak-Nya, dan bahwasanya Dia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Mereka tahu bahwa bahkan tidak ada sebutir debupun, yang tak tampak dengan mata telanjang, melainkan ada di dalam peng-awasan-Nya. Keberadaan Allah meliputi segala-galanya dan akal menangkap ini. Sebagaimana dinyatakan oleh ayat ini:
Sebagaimana telah dieiptakan-Nya semua tatanan yang meliputi segala-galanya ini, maka Dialah satu-satunya yang menjaganya seeara terus-menerus. Dia meliputi segala sesuatu dan segala tempat sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur'an:
"Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu."
(Q.s. an-N sa': 126).
Dalam mengejar kesia-siaan, orang-orang jahiliah menghabiskan hidup mereka dengan tidak melakukan apa pun untuk kehidupan setelah mati. Bagaimanapun, fakta bahwa mereka tidak mampu memberikan perhatian yang semestinya pada akhirat mendatangkan kegelisahan batin pada diri mereka. Kadangkadang, semangat yang semaeam ini membuat mereka merasa menyesal. Namun, pada titik ini, mereka merasakan ada dorongan untuk menenangkan perasaan ini dengan beberapa dalih seperti: "Sekarang masih terlalu dini untuk membaktikan diriku pada agama," atau "sekarang ini aku sudah meraneang daftar prioritas di dalam benakku, namun suatu hari nanti aku akan bersikap serius atas agamaku." Akan tetapi, suatu hari nanti yang disebut di sini itu adalah tahun-tahun akhir kehidupannya, tatkala seseorang merasa bahwa ajalnya sudah dekat.
Orang-orang ini menunda-nunda komitmen untuk agama mereka hingga tahuntahun akhir hidup mereka. Mereka yakin bahwa masa dewasa hendaknya dieurahkan untuk berbuat sepuas-puasnya dalam hidup ini. Bila tidak, maka mereka pikir hidup mereka akan habis sia-sia. Di samping itu, disebabkan oleh turunnya kemampuan fisik yang menyertai usia tua, akan sulit untuk menikmati hidup. Dengan demikian, hanya pada tahun-tahun akhir saja barulah mereka memutuskan untuk menunjukkan komitmen terhadap agama mereka. Sementara itu, mereka merasakan sakit di dalam batinnya karena tidak mengikuti jalan yang benar.
Sikap ini mendapat dukungan di kalangan orang-orang jahiliah. Namun, andaikata hanya usia tua yang dapat mendatangkan perubahan haluan hidup ini, ketulusan orang-orang ini sangat dipertanyakan. Bagaimana-pun, ini bukanlah eara yang jujur dalam bertindak: tidak pernah memperhatikan pentingnya akhirat di dalam benaknya pada saat usia masih muda, dan tidak pernah meluangkan waktunya untuk mengingat Allah hingga dirinya mendekati usia yang sangat tua. Namun begitu, mereka berharap amal-amal buruknya diampuni.
Tidak diragukan, mungkin sekali untuk kembali kepada Allah sekali waktu di dalam istighfar. Allah mengampuni siapa pun yang mau melihat ke jalan yang benar dan dengan tulus meluruskan jalannya. Ayat yang berkaitan dengan tobat ini adalah sebagai berikut:
Mereka yang disesatkan oleh keyakinankeyakinan yang sesat ini mengakui bahwa mereka bisa saja tidak sampai hingga ke usia tua dan bertobat atas dosa-dosa yang mereka perbuat pada masa mudanya. Hidup mereka bisa saja berakhir tiba-tiba, tidak memberi peluang bagi mereka untuk bertobat. Dalam kasus ini, seseorang akan mengalami penyesalan yang dalam. Fakta ini diingatkan di dalam banyak ayat:
"Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, 'Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman,' (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan)."
(Q.s. al-An'am: 27).
Sekalipun seeara mendasar beriman, mayoritas orang-orang ini meragukan adanya akhirat. Mereka menghindar untuk berpikir serius mengenai Hari Kiamat, karena dengan memikirkan itu akan membuat mereka mengakui kematian dan kehidupan sesudah mati. Kemungkinan adanya hidup sesudah mati adalah pendorong bagi mereka untuk meneari-eari alasan karena mereka tahu bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan, di hadirat Allah, atas segala dosa yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia. Di lain pihak, mereka menyadari bahwa pada akhirnya nanti mereka akan dimasukkan ke dalam siksa yang pedih untuk selama-lamanya di neraka. Pada titik ini, mereka berganti-ganti antara mematuhi perintah-perintah Allah dan meneari jalan untuk menenangkan penyesalan mereka karena telah begitu eintanya pada kehidupan dunia ini.
Penalaran jahiliah tak terbantahkan lagi mendatangkan alternatif kedua. Orang-orang jahiliah menipu diri mereka dengan berpikir bahwa mereka akan diampuni tak peduli betapapun tidak bertanggungjawabnya perilaku mereka di hadapan Peneipta mereka. Dengan meneari perlindungan di dalam kasih sayang Allah, mereka mengira bahwa Allah dalam kasus apa pun akan menurunkan kasih sayang-Nya kepada mereka dan mengampuni keingkaran atas nikmat-nikmat yang telah diberikan, amal-amal keburukan, dan kekafiran mereka.
Sikap yang sam a yang diperlihatkan dengan jelas oleh yang lainnya juga menyesatkan seseorang. Mereka saling menghibur dan mendukung satu sama lain dengan berkata bahwa "Bagaimanapun kita akan diampuni." Allah membantah indoktrinasi dari orang-orang jahiliah ini di dalam al-Qur'an:
"Maka setelah mereka datang suatu generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: 'Kami akan diampuni.' Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Dan tempat tinggal akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kalian tidak mengerti."
(Q.s. al-A'raf: 169).
Kendati demikian, sebagaimana dinyatakan di dalam al-Qur'an, pemahaman dari masyarakat jahiliah ini sama sekali tidak punya validitas dalam pandangan Allah dan pada Hari Pengadilan kelak. Tentu saja Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih. Namun ini hanya berlaku bagi mereka yang segera menyadari dosa-dosanya dan bertobat, dan tidak berlaku bagi mereka yang meraneang reneanareneana yang lieik untuk menghindar dari hukuman Ilahi. Allah menggambarkan orang-orang beriman yang benar-benar tulus sebagai:
"Yang penting punya niat baik di dalam hati" adalah sebuah kalimat yang paling pas untuk memberikan gambaran umum bagaimana eara-eara orang-orang jahiliah untuk meringankan penyesalan atas rasa bersalah mereka. Sekalipun ini adalah suatu jalan pintas untuk berpaling dari jalan Sang Peneipta, orang-orang jahiliah mengira diri mereka layak mendapat pahala abadi hanya karena apa yang disebut kesueian hati ini. Mereka menganggap diri mereka sudah baik karena mereka tidak merugikan orang lain. Dengan mentalitas ini, mereka melihat tidak ada halangan untuk meneapai surga jika mereka memang menemui yang namanya akhirat. Namun demikian, menurut al-Qur'an, keyakinan seperti ini sama sekali tidak berdasar. Ini semata-mata hanyalah angan-angan saja sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini:
"Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata, 'lni adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa Hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya.
' Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.
(Q.s. Fushshilat: 50).
Sungguh, orang-orang ini tidak bisa menunjukkan keimanan yang tulus. Bahkan mereka meragukan adanya Hari Pengadilan. Sesungguhnya ini adalah suatu metode psikologis bawah sadar untuk mengatasi perasaan sesal: jika ada kemungkinan kebangkitan, mereka menghibur diri sendiri dengan keyakinan bahwa mereka akan mendapat pahala yang kekal di surga daripada mendapatkan azab yang pedih.
Seseorang yang oleh Allah diberikan kabar gembira tentang pahala yang abadi punya sifat-sifat khusus. Dia sangat meneintai Allah dan takut kepada-Nya. Orang semaeam ini sangat mengindahkan perintah-perintah Allah. Dia menyatakan rasa syukurnya kepada-Nya, kembali kepada-Nya, dan mohon ampun kepada-Nya. Dia senantiasa meneari bimbingan dan penerangan dari Allah dengan menyibukkan diri dalam melakukan amalamal kebaikan. Allah menegaskan bahwa hanya mereka yang menunjukkan komitmen kepada-Nya sajalah yang akan mendapatkan pahala di sisi-Nya.
Sebagaimana telah kita lihat tadi, kesueian hati bukanlah ide dari al-Qur'an. Namun itu adalah suatu metode yang dibuat-buat oleh orang-orang jahiliah guna melepaskan diri dari tanggung jawab kepada Tuhan mereka dan menenangkan hatinya dari rasa takut atas azab yang kekal. Lagi pula, landasan atas penalaran seperti itu tak dikenal. Kriteria tempat bersandarnya pun berubah-ubah dari satu orang dengan orang lainnya. Misalnya, seseorang bisa saja menghalalkan meneuri, dengan dalih bahwa dia melakukannya bukan karena dia menginginkan atau menyukainya, namun karena dia memang perlu melakukan itu. Tentu saja ini adalah eara berpikir yang rusak.
Selanjutnya dapat kita simpulkan bahwa: sistem jahiliah seluruhnya bersandar pada ketidakjujuran dan sama sekali tidak dapat diterima oleh al-Qur'an. Kriteria bagi seseorang untuk bisa mendapatkan surga sudah jelas: tidak takut kepada siapa pun keeuali hanya kepada Allah semata, meneintai Allah, dan menjaga batasan-batasan-Nya. Di dalam al-Qur'an Allah menyatakan:
Orang-orang yang menganut nilai-nilainya sendiri selalu meneari hiburan di dalam angan-angannya bahwa perbuatan dosa apa pun akan dihukum selama beberapa waktu di dalam neraka. Lagi pula, penalaran yang seperti ini mendorong seseorang untuk melanggar batas, karena dinyatakan bahwa kehidupan abadi di dalam surga akan ada setelah periode siksaan ini. Mentalitas semacam ini tanpa disadari meringankan rasa takut atas siksaan pedih pada akhir hayat nanti. Namun begitu, ketidakrasionalan eara berpikir ini telah dilukiskan di dalam al-Qur'an:
Di sini jelas bahwa ini adalah suatu gambaran yang mendatangkan kelegaan di dalam hati. Orang-orang jahiliah mengakui bahwa mereka berdosa, namun mereka menganggap dosa-dosa itu keeil saja dan bukan penghalang untuk meraih surga. Sekalipun punya kesempatan untuk bertobat dan mengubah jalan hidup yang mereka tempuh selama ini, mereka tak mungkin mau meninggalkan sikapnya itu.
Sungguh ini adalah perwujudan dari dangkalnya pemahaman mereka mengenai neraka. Neraka, tempat di mana orang-orang kafir akan tinggal untuk selama-lamanya, adalah khusus dieiptakan untuk memberikan rasa sakit atas jasmani dan ruhani manusia. Ini semata-mata karena orang-orang kafir itu melakukan kesalahan yang sangat besar dan keadilan Allah menuntut adanya hukuman bagi mereka.
Karena tidak bersyukur dan menentang Peneiptanya, Dzat yang telah memberikan nyawa kepada manusia, adalah suatu kesalahan yang terbesar yang dapat dibuat di seluruh alam semesta ini. Dengan demikian, di akhirat kelak ada azab yang pedih bagi dosa yang sangat berat ini. Inilah tujuan dieiptakannya neraka. Manusia dieiptakan untuk mengabdi kepada Allah. Jika dia menyangkal tujuan utama peneiptaannya di dunia ini, maka tentu dia akan menerima apa yang memang layak baginya. Allah menyatakan berikut ini:
Seseorang dapat saja dengan mudahnya menipu dirinya sendiri di dunia ini. Namun, akhirat nanti adalah tempat di mana semua fakta tentang dirinya akan dibeberkan. Yang lebih penting lagi, tentu saja itu adalah tempat di mana tidak ada lagi jalan kembali.
Ada satu penalaran lagi yang melandasi eara berpikir jahiliah. Mereka mengira bahwa neraka adalah sebuah tempat yang kapasitasnya terbatas. Dibandingkan dengan orang-orang yang pernah hidup di bumi ini di sepanjang zaman, mereka pikir tidak mungkin semua umat ini dapat dihukum. Konsekuensinya, mereka pikir tidak mungkin mereka kelak akan mendapatkan siksaan, karena juga banyak umat lain yang bersalah yang layak untuk mendapatkan siksaan yang lebih besar.
Bagaimanapun, penalaran ini sama sekali salah. Mereka yang punya keyakinan seperti itu benar-benar tidak paham kekuasaan Allah. Sungguh, Allah berkuasa untuk mengumpulkan semua umat manusia dari berbagai zaman di dalam neraka, sebuah tempat yang sangat luas sehingga tak terjangkau oleh pikiran manusia seperti apa luasnya. Ayat berikut ini menjelaskan tentang neraka:
"Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia."
(Q.s. al-Muddatstsir: 27-29).
Seseorang yang takut kepada Allah dan yakin tanpa keraguan akan akhirat, benarbenar tahu pasti bahwa dirinya akan dibangkitkan kembali dan diadili bersamasama dengan ruhnya. Pengadilan ini adalah keadilan paripurna dari Allah. Dengan demikian, mereka yang tidak mengindahkan perintahperintah Allah di dunia ini tidak akan selamat dari azab neraka. Di dalam al-Qur'an, keadilan mutlak dari Allah ini dijelaskan demikian:
"Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)."
(Q.s. an-Nur: 25).