Ketakutan-Ketakutan Dan Gangguan Pikiran Jahiliah

Orang-orang jahiliah tidak mampu menangkap fakta bahwa Allah-lah yang punya kekuasaan mutlak atas segala hal. Inilah sebabnya mengapa, mulai dari masa kanak-kanak, telah tumbuh rasa ketakutan yang tidak masuk akal atas segala hal pada diri mereka. Kemudian dalam hidup ini, ketakutan tadi telah menjadi suatu sumber kesulitan dan kesukaran yang permanen. Setiap insiden yang mereka jumpai dalam hidup ini berubah menjadi sumber kekhawatiran belaka yang tidak kepalang tanggung; mereka selalu saja agak rentan. Mereka takut pada orang lain, misalnya. Demikian pula, kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti gempa bumi, kilat, dan angin puyuh mendatangkan rasa takut yang amat dahsyat di dalam hati mereka.

Di dalam al-Qur'an, Allah memberikan eontoh mengenai orang-orang yang menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah:

"Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang mana mereka dalam keadaan berselisih, dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seseorang saja; adakah keadaan kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula. Kemudian sesungguhnya kamu pada Hari Kiamat akan berbantahbantah di hadapan Tuhanmu."
(Q.s. az-Zumar: 29-31).

Sebenarnya dapat dibuat sebuah daftar dari situasi-situasi yang ditakutkan oleh orang-orang yang masuk ke dalam kejahiliahan dengan banyak dewa. Ini adalah situasi-situasi yang mereka rasakan sebagai suatu aneaman yang nyata atas keselamatan mereka. Jatuh sakit, dipeeat dari pekerjaan, mengalami kebangkrutan, belum juga menikah, atau tidak bisa punya anak, bersamaan dengan sekian banyak gangguan pikiran lainnya, yang berupa keraguan-keraguan, ketakutan-ketakutan, bayangan-bayangan, lintasan-lintasan pikiran, atau keeemasan-keeemasan akan masa depan membalikkan hidup mereka ke dalam keadaan yang mengerikan. Lepas dari hal-hal tadi, mereka memiliki pikiran-pikiran dan ketakutan-ketakutan yang sering datang berulang-ulang dan tidak mampu mereka kendalikan, sekalipun mereka menyadari bahwa itu tidak perlu dan tidak ada relevansinya. Takhayul-takhayul termasuk di antara sekian banyak ketakutan yang tidak rasional ini; mereka takut gelap, misalnya, mereka menghindar dari kueing hitam atau tidak mau berjalan di bawah tangga karena punya kepereayaan bahwa itu bisa mendatangkan nasib buruk.

Pada halaman-halaman berikut kita akan mengkaji lebih jauh lagi berbagai segi dari ketakutan-ketakutan ini dan kebingungan serta kerugian yang ditimbulkannya baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.

Takut pada Ketidakjujuran

Orang-orang jahiliah tidak mempereayai siapa pun, termasuk para anggota keluarga dekatnya sendiri. Bagi mereka, eukup kuat adanya keeenderungan bahwa siapa pun dapat saja mengkhianati mereka pada suatu hari nanti begitu mereka merasa bahwa kepentingan-kepentingan mereka dipertaruhkan. Berdasarkan fakta bahwa mereka tidak berserah diri kepada Allah seperti orang-orang yang mengikuti al-Qur'an, mereka benar dalam hal ini.

Sungguh, adalah suatu hal yang salah untuk mengharapkan adanya kejujuran dan kesetiaan yang penuh dari seseorang yang tidak punya rasa takut kepada Allah atau keyakinan atas adanya akhirat, karena hanya keimanan di dalam hati seseorang sajalah yang membuka jalan bagi kejujuran.

Satu langkah penting yang diambil oleh orang-orang jahiliah guna menanggulangi dampak-dampak buruk dari ketidakjujuran ini adalah dengan tidak mempereayai siapa pun. Ketakutan sepanjang hayat atas ketidakjujuran ini hampir menjadi suatu gangguan pikiran bagi mereka dan terwujud dalam kalimat-kalimat seperti, "Bahkan jangan pereaya pada ayahmu sendiri."

Dengan senantiasa meneamkan kalimat ini di dalam benaknya, mereka tidak menaruh kepereayaan kepada siapa pun keeuali diri mereka sendiri; namun ini bukanlah sebuah alat peneegah bagi ketidakjujuran orang-orang di sekeliling mereka. Setiap hari, korankoran penuh dengan berbagai kasus ketidakjujuran. Dalam dunia bisnis, para rekanan saling menipu satu sama lain. Bukanlah hal yang mengejutkan mendengar berita bahwa seorang akuntan yang telah mengabdi selama bertahun-tahun pada sebuah perusahaan telah

menipu bosnya ratusan juta. Kadang-kadang bahkan anak-anak dari seorang ayah pun bisa saja berusaha untuk menipunya.

Kasus-kasus yang seperti ini tidak hanya terbatas pada isu-isu material saja. Seorang perempuan, misalnya, merasa bebas untuk mengungkapkan suatu rahasia suaminya kepada kawan-kawannya. Atau para pasangan, pada waktu berbineang-bineang dengan kawan-kawan akrab, saling menggunjing satu sama lain. Demikian pula, sekalipun terikat tali pernikahan mereka tetap saja tidak setia satu sama lainnya.

Tentu masih ada lagi, tidak terhitung eontoh yang dapat diberikan. Karena seringnya menjumpai kasus-kasus ini, orang-orang jahiliah merasakan adanya ketakutan yang terusmenerus bahwa salah satu dari malapetaka ini bisa saja menimpa diri mereka suatu hari nanti.

Takut Miskin

Salah satu kelemahan yang besar pada orang jahiliah adalah mereka takut miskin. Penyebab utama ketakutan yang demikian ini adalah sistem yang tidak memberi peneerahan yang berlandaskan pada kekayaan materi. Mereka bertahan bahwa, dengan bantuan uang, mereka dapat hidup dengan sempurna, untung dan sehat. Bila tidak, mereka yakin bahwa diri mereka akan kehilangan banyak esensi kehidupan serta berbagai keuntungan, seperti status sosial, yang berhubungan dengan kekayaan.

Yang menarik adalah adanya orang-orang kaya yang juga mengalami ketakutan ini dan senantiasa berada dalam keadaan stres yang luar biasa. Sering kali orang-orang ini bersikap lebih jauh; misalnya mereka tidak mau mengeluarkan uang, bahkan untuk keperluan-keperluan yang penting. Mereka bekerja keras, walaupun sudah punya persediaan uang yang eukup sepanjang hidupnya. Mereka pereaya bahwa adalah suatu hal yang bijak untuk menumpuk-numpuk uang di dalam rekeningrekening bank. Inilah sebenarnya eara yang mereka tempuh guna meredakan ketakutanketakutan akan masa depan.

Akan tetapi, apa yang mereka raih tidak pernah sama dengan apa yang mereka harapkan; sementara niat mereka adalah untuk menjalani kehidupan yang bermanfaat di dunia ini, namun kejadian-kejadian yang lewat justru berlangsung sebaliknya dan mereka mendapati diri mereka dalam suatu keadaan yang sama sekali membosankan sehingga membuat diri mereka tidak bisa merasakan ketenangan sama sekali.

Baik takut miskin maupun sikap kikir adalah konsekuensi akibat tidak beriman kepada Allah. Allah memperingatkan manusia agar jangan sampai tereekam oleh ketakutan ini:

"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menjanjikan kepada kalian ampunan dari-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
(Q.s. al-Baqarah: 268).

Satu-satunya eara untuk meredakan ketakutan-ketakutan ini adalah ketaatan sepenuhnya kepada Allah, karena takwa kepada Allah membuat semua ketakutan-ketakutan lainnya tidak ada artinya.

Seorang yang beriman sepenuhnya paham akan fakta bahwa Allah-lah yang meneukupi semua kebutuhannya. Dengan demikian, dia tidak pernah bersedih hati mengenai persoalan semaeam itu. Dengan menyadari bahwa Allah adalah Maha Pengasih kepada hambahamba-Nya, pikirannya hanya disibukkan dengan mengingat Allah dan tidak pernah merasa takut akan masa depan.

Takut Bertambah Tua

Tetap muda dan eantik adalah isu yang dianggap penting bagi masyarakat jahiliah. Di sepanjang hidupnya, menjaga kesehatan adalah ambisi utama manusia. Namun, harus diakui bahwa ini sering terbukti sebagai suatu upaya yang sia-sia. Bertambah tua dan dengan demikian kehilangan keeantikan atau kegantengan dan berada dalam kondisi kesehatan yang buruk adalah fakta-fakta kehidupan yang tak terelakkan dan, dengan demikian, menjadi sumber kesedihan yang besar bagi orang-orang jahiliah. Kaum perempuan bisa lebih lepas dalam mengekspresikan keeemasan mereka, sementara kaum laki-laki sering kali mengelak untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan jauh di dalam lubuk hatinya. Tanda-tanda yang tampak karena bertambah tua begitu dalam mempengaruhi diri mereka. Dengan suatu eara, bertambahnya ketuaan mengakhiri segala tingkah laku yang berlebih-lebihan. Demikianlah setiap harinya, tanda-tanda ketuaan makin tampak saja di wajah dan tubuh mereka, menambah kesedihan mereka. Namun, tidak penting betapapun kerasnya mereka berusaha, mereka tak pernah dapat menolak proses alami ini.

Hidup di usia senja tentu saja sama sekali berbeda dengan kehidupan yang pernah dialami sebelumnya. Usia senja adalah suatu periode kehidupan bagi seseorang di mana dia merasa dirinya sebagai beban. Mereka yang mengurusi para manula membuat orang-orang tua ini merasa bahwa mereka menjadi sumber masalah. Cara bersikap yang demikian ini menimbulkan berbagai perasaan yang tidak karuan di dalam diri mereka. Mereka eemas kalau-kalau nantinya dikirim ke panti jompo atau ditinggal sendirian. Memang, bagaimanapun tentu ada alasan mengapa mereka merasakan ketakutan ini. Di tengahtengah suatu masyarakat yang orang-orangnya tidak taat kepada Allah, maka sistem tersebut sama sekali kurang dari kasih sayang dan keadilan. Karena itulah, apa yang mereka eemaskan tadi sebagian besar menjadi kenyataan.

Alasan lain takut bertambah tua ini adalah fakta bahwa hal ini mengingatkan manusia kepada kematian dan akhir hidup ini. Tiap kali melihat sekilas bayangan di eermin adalah isyarat-isyarat waktu yang makin singkat di dunia ini. Hal ini tentu saja adalah suatu siksaan bagi orang yang tidak beriman. Bagi seseorang yang tidak punya iman terhadap kehidupan setelah mati, akhir dari kehidupan di dunia ini dan rusaknya jasad di bawah tanah adalah suatu akhir yang tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena dia telah mempertaruhkan segala yang dimilikinya untuk kehidupan di dunia ini, dia amat sangat ketakutan kehilangan itu.

Orang-orang beriman, pada sisi lain, tidak merasakan ketakutan atas bertambahnya ketuaan maupun kelemahan yang eenderung mereka alami pada usia lanjut. Hal ini karena mereka tidak berusaha untuk mendapatkan pengakuan atau mengejar status sosial karena penampilan yang bagus. Mereka menyadari bahwa, di hadirat Allah, seorang yang beriman dipuji karena kesempurnaan akhlaknya daripada penampilan fisiknya. Di kalangan kawan-kawannya, pada sisi lain, dia disukai karena kedekatannya kepada Allah.

Dekatnya kaitan antara usia lanjut dengan kematian tidak membuat orang-orang beriman merasa ngeri. Bagi mereka, akhirat adalah suatu awal; sebuah awal dari kehidupan yang lebih baik dan lebih memuaskan serta tidak ada bandingannya dan belum pernah ada sebelumnya yang akan berlangsung untuk selama-lamanya. Seseorang yang menghabiskan masa-masa mudanya dengan menyibukkan diri dengan amal-amal saleh agar mendapatkan surga dan keridhaan dari Allah, dimana ia akan memasuki usia senja ini dengan kebahagiaan dan kegembiraan.

Takut Jatuh Sakit

Mereka yang sangat meneintai hidup ini memendam kegelisahan batin dan ketakutan yang sangat besar, yang membuat mereka tergoneang ketika memikirkan kemungkinan untuk jatuh sakit. Mereka yakin bahwa perantara-perantara yang mendatangkan penyakit mikroba dan virus adalah makhlukmakhluk yang tersendiri dan tidak tergantung pada Allah. Inilah sebabnya mengapa perantara-perantara penyakit yang mikroskopis menjadi suatu mimpi buruk bagi orang-orang jahiliah.

Sesungguhnya, jatuh sakit adalah dieabutnya nikmat-nikmat di dunia ini. Bahkan influenza adalah sebuah halangan untuk melakukan banyak kegiatan dan menyebabkan terbuang-buangnya sebagian dari waktu hidup mereka, yang sudah terbatas itu. Penyakitpenyakit menghalangi manusia dari melakukan perjalanan, meneari hiburan, bisnis. Tentu saja ini adalah suatu eaeat yang besar dalam sistem mereka yang telah mapan.

Merasa bahwa penyakit adalah suatu kesialan, orang-orang jahiliah yang kurang berpengetahuan ini kerap merasa khawatir jatuh sakit. Sebaliknya, eara pandang orang-orang beriman mengenai persoalan ini sama sekali berbeda: mula-mula, mereka menyadari bahwa dengan eara apa pun kelak suatu saat kehidupan ini tentu ada akhirnya. Dengan demikian, jika mereka mengusahakan untuk menghindarkan diri dari suatu penyakit, misalnya, mereka tahu bahwa sebuah keeelakaan dapat mengubah hidup mereka kapan saja. Atau mereka tak pernah lupa bahwa proses alami penuaan eepat atau lambat tidak akan dapat mengembalikan kesehatan mereka. Lepas dari itu, mereka meneamkan baikbaik bahwa, keeuali atas kehendak Allah, tak ada virus atau bakteri apa pun yang dapat menimbulkan penyakit kepada siapa pun. Dengan demikian, tatkala mereka jatuh sakit, mereka sadar bahwa ini adalah takdir dari Allah untuk suatu maksud tertentu. Berserah diri kepada Allah menghilangkan sepenuhnya rasa takut atas penyakit. Tentu saja, mereka melakukan berbagai upaya yang mungkin dilakukan guna menikmati kesehatan. Namun jika mereka memang jatuh sakit juga, mereka menunjukkan kesabaran dan kesempurnaan moral sebagaimana dinyatakan oleh ayat berikut ini:

"Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
(Q.s. al-Baqarah: 177).

Masyarakat Jahiliah Takut Menghadap Kematian

Salah satu kelemahan besar pada masyarakat jahiliah adalah takut menghadapi kematian. Namun, sementara mereka hidup dengan ketakutan ini dan bahkan berusaha untuk tidak memikirkannya, mereka mengabaikan satu fakta penting: tak peduli betapapun

kerasnya perjuangan mereka, umur ini merambat detik demi detik. Bahwasanya tak mungkin lolos dari kematian pun telah diingatkan:

"Di mana saja kalian berada, kematian akan mendapatkan kalian, kendatipun kalian di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: 'lni adalah dari sisi Allah,' dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: 'lni (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad).' Katakanlah:

'Semuanya (datang) dari sisi Allah.' Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?"
(Q.s. an-Nisa': 78).

"Katakanlah: 'Sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah), yaitu yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian apa-apa yang telah kalian kerjakan'."
(Q.s. al-Jumu'ah: 8).

Sebagaimana diterangkan oleh ayat-ayat tadi, maut adalah suatu kepastian yang tak dapat dihindari. Sebagaimana orang-orang lainnya, baik yang paling kaya, paling eantik atau tampan, maupun seseorang yang paling terhormat di dunia ini akan mati. Tak seorang pun, tanpa keeuali, dapat lolos darinya. Mereka yang sedang hidup saat ini dan mereka yang akan hidup nanti pun juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditetapkan.

Dengan menyadari fakta ini, orang-orang jahiliah melakukan daya upaya yang besar guna menunda akhir kehidupan ini, dan dengan demikian berusaha menikmati kehidupan ini sebesar-besarnya. Kematian akan memisahkan mereka dari sanak kerabat atau kawan-kawan yang mereka sayangi dan menjadikan semua usaha duniawi tidak berarti lagi. Lagi pula, mereka pun tidak mau mengueapkan kata "mati". Mereka yang mengingatkan kawan-kawannya tentang itu pun disebut "orang yang mengueapkan sesuatu tanpa dipikir" dan pereakapan-pereakapan mengenai kematian kerapkali diputus dengan dalih bahwa itu bukan saat atau tempat yang tepat untuk membiearakannya.

Proses mental manusia eenderung untuk meremehkan apa yang tidak disukai atau diinginkannya. Bahkan dia eenderung untuk menyangkal eksistensi hal-hal yang tidak mau dihadapinya. Keeenderungan ini tampak paling jelas tatkala masalah kematian dijadikan pokok pembiearaan. Dia menghindar dari pembiearaan-pembiearaan seputar penyakit atau usia tua, yang mengingatkannya akan kematian. Ketakutannya begitu besar sampaisampai melihat dokter saja sudah membuatnya gelisah. Dia khawatir bila mendapat diagnosa adanya suatu penyakit yang fatal pada dirinya. Kadang-kadang, keeemasan ini bahkan membuatnya tidak mau mengunjungi dokter. Tentu saja, proses pemakaman adalah peristiwa yang menyebabkan rasa eemas yang paling besar. Tatkala menyaksikan anggota keluarga terdekat atau kawan yang paling disayangi diletakkan di dalam liang kubur mau tak mau mengingatkan seseorang akan suatu saat di mana dia sendiri kelak akan menemui ajalnya pula.

Bagaimanapun, ketakutan ini tidak mendatangkan hal yang positif bagi mereka. Mereka takut kehilangan kehidupan di dunia ini. Namun, sekalipun mereka hidup lama, mereka menghabiskan semua usianya dalam ketakutan ini. Sungguh ini adalah sebuah siksaan dari Allah bagi mereka yang tidak mau melepaskan diri dari ketakutan yang tidak masuk akal ini dan tidak mau menggantikannya dengan rasa takut kepada Allah.

Kepercayaan-kepercayaan yang Tidak Masuk Akal (Takhayul)

Di kalangan masyarakat jahiliah, hampir setiap orang pikirannya dirusak oleh kepereayaan-kepereayaan yang tidak masuk akal. Sebagaimana dinyatakan pula oleh kata "takhayul", kepereayaan semaeam ini adalah kepereayaan dimana seseorang tahu bahwa itu tidak masuk akal namun demikian dia tetap saja memegangnya. Bagaimanapun, ini adalah sebuah fenomena yang alami bagi seseorang yang tidak mengenal al-Qur'an, dan dengan demikian tidak terbiasa dengan agama.

Salah satu aspek terpenting dari takhayultakhayul ini adalah bahwa hal ini diturunkan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Tidak peduli betapa tidak rasional atau tidak berdasarnya kepereayaan-kepereayaan itu, mayoritas masyarakat telah memasukkan kepereayaan-kepereayaan ini di dalam eara hidup mereka.

Lebih jauh lagi, sebagian besar masyarakat menerima kepereayaan-kepereayaan ini sebagai aturan-aturan dan mereka pun menjaganya dengan hati-hati. Mereka tidak pernah berjalan di bawah sebuah tangga, misalnya, karena yakin bahwa hal itu bisa mendatangkan kesialan. Melihat kueing hitam juga dianggap tanda kesialan. Mereka mengetuk kayu guna menghindar dari kejadian yang tak diinginkan. Tidak terhitung aturan-aturan semaeam ini, yang menimbulkan suatu ketakutan yang dalam, dirumuskan oleh masyarakat jahiliah. Jika mereka tidak dapat memenuhi aturan-aturan ini, mereka merasa eemas akan ditimpa oleh suatu beneana.

Kesalahan besar yang dibuat oleh orang-orang ini sesungguhnya adalah melupakan bahwa setiap kejadian hanya terjadi dengan kehendak Allah. Dengan demikian, entah itu kueing hitam atau tangga tidak punya kekuatan untuk mendatangkan kesialan. Akan tetapi, orang-orang yang pikirannya dalam kegelapan terganggu oleh "ketakutan-ketakutan semu" yang dibuat-buat oleh mereka sendiri.

Diganggu Pikiran Akan Nasib Sial

Di kalangan suatu masyarakat yang tidak mengalami peneerahan, takhayul-takhayul ini seeara luas dikait-kaitkan dengan nasib sial.

Kepereayaan-kepereayaan ini punya suatu pengaruh yang dalam pada kehidupan seharihari orang-orang jahiliah. Sebuah nomor, warna, atau bahkan seseorang bisa dianggap telah kena kutukan. Hampir diterima seeara universal bahwa angka tiga belas sama dengan nasib sial. Demikian pula, keeuali bagi mereka yang menjadikan alQur 'an sebagai eara hidupnya, semua orang di seluruh dunia ini akan meneari jalan lain guna menghindar dari kueing hitam.

Orang-orang yang kurang berpengetahuan juga punya ketakutan-ketakutan mengenai diri mereka sendiri dimana mereka sulit untuk menyebutnya. Misal, mereka tidak pernah lagi memakai pakaian yang pernah mereka pakai waktu mengalami suatu keeelakaan. Alternatif lain, dalam kasus seperti itu mereka segera menjual mobil mereka.

Ketakutan untuk mendapat kutukan begitu kuatnya di kalangan orang-orang jahiliah sehingga keputusan-keputusan penting tentang hidup mereka, bahkan sahabat-sahabat mereka, ditentukan olehnya. Seeara keseluruhan mungkin saja bahwa ketakutan yang tidak rasional semaeam itu bisa memuluskan jalan untuk mengakhiri suatu persahabatan yang telah terjalin dalam waktu yang lama, misalnya. Bagaimanapun, sampai mereka menghentikan ketakutan-ketakutan ini, barulah mereka bisa membebaskan diri mereka dari pikiran-pikiran yang mengganggu ini. Dengan d em ikian, s olusinya bukanlah dengan menghindarinya namun dengan menghilangkannya. Satu-satunya eara untuk meneapai tujuan ini, bagaimanapun, adalah dengan meninggalkan semua kepereayaan yang mengakar pada kejahiliahan dan hanya pereaya kepada Allah saja.

Mengalami Fobia-fobia

Keeemasan atau ketakutan karena fobia adalah suatu ketakutan tidak rasional dimana individu yang mengalaminya tahu bahwa sebenarnya hal itu tidak perlu dan tidak proporsional berkenaan dengan situasi yang menuntutnya, namun demikian, dia tidak mampu mengatasinya. Hal ini terjadi seeara tidak masuk akal pada situasi-situasi yang biasanya semestinya tidak menimbulkan rasa takut. Kendati demikian, meskipun ini adalah suatu gangguan mental, orang-orang jahiliah menerima mereka yang mengalami keeemasan atau ketakutan yang sifatnya fobia ini sebagai orang-orang normal dan bukannya sebagai pasien yang memerlukan perawatan. Kamus-kamus medis meneantumkan antara

250 hingga 300 maeam fobia. Sungguh, orang jahiliah bisa mengalami fobia mengenai apa saja. Tidak jarang seseorang punya daftar situasi-situasi yang menimbulkan serangan fobia bagi dirinya.

Sebagian dari ketakutan-ketakutan ini bisa jadi dianggap rasional bagi semua orang. Namun, ketakutan-ketakutan yang dialami oleh orang-orang yang menderita fobia eukup ekstrem. Seseorang yang punya fobia terhadap ular, misalnya, menjerit-jerit, melompat-lompat di atas sofa, atau pingsan begitu melihat ular di televisi atau koran. Sebagian orang punya fobia pada tempat-tempat yang dilingkungi oleh kuburan atau suatu tempat yang terletak di bawah tanah dan oleh karenanya m engalam i agoraphobia, ketakutan a tas tempat-tempat yang tertutup. Sesungguhnya, ini adalah perwujudan dari rasa takut atas kematian. Di dalam benak mereka, mereka menyamakan kegelapan dengan beneana dan oleh sebab itu merasa tidak tenang bahkan di rumahnya sendiri, sebuah tempat di mana seharusnya mereka merasakan rasa aman. Mereka menghubungkan adanya suatu kekuatan dengan kegelapan, menganggapnya terpisah dan lepas dari Allah, dan mempereayai bahwa ini adalah sumber dari segala kejahatan. Di dalam kegelapan, mereka merasakan kengerian, dengan beranggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan gaib yang mengintai untuk membunuh mereka.

Ada satu alasan utama mengapa orang-orang ini merasakan kengerian yang tidak rasional dan tidak jelas alasannya: karena mereka tidak pereaya kepada Allah dan menyekutukan-Nya. Di dalam al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa ketakutan yang tak berdasar adalah suatu godaan setan dan bahwasanya bagi orang-orang beriman yang bertakwa kepada Allah mereka tidak mengalami rasa takut dan sedih.

"Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya
(orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman."
(Q.s. Al Imran: 175).

"Bahkan barangsiapa yang berserah diri kepada Allah,
sedang dia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."
(Q.s. al-Baqarah: 112).