Hari ini, di banyak media lokal dan asing, propaganda yang mendukung evolusi dilakukan baik seeara langsung maupun terselubung. Kadang-kadang dalam bentuk berita singkat, ini kadangkala berbentuk sekelumit kalimat yang disisipkan di antara kalimat-kalimat yang sama sekali tidak relevan dengan topik pembahasan. Yang penting adalah agar pokok pembahasan ini tetap ada di dalam agenda dan dijejalkan ke dalam pikiran orang-orang bahwa seakan-akan teori evolusi ini adalah sebuah fakta yang tak terbantahkan, kebenaran ini telah dibuktikan berkali-kali.
Sesungguhnya, tidaklah sulit untuk memahami maksud sesungguhnya dari kampanye ini. Pertimbangan-pertimbangan ideologis dibandingkan ilmiah yang ada di balik teori evolusi ini tampak dengan sendirinya semenjak pertama kali teori ini dikemukakan oleh Darwin. Tesis-tesis evolusi Darwin memberikan dukungan yang sangat besar terhadap materialisme. Pendiri materialisme dialektik, Karl Marx, mempersembahkan buku terkenalnya Das Kapital kepada Darwin dan dia menulis di dalam salinan yang dikirimkannya kepada Darwin: "Dari seorang pengagum setia kepada Charles Darwin".
Semenjak itu, sekalipun telah dikemukakan berkali-kali bahwa teori evolusi ini tidak punya landasan apa pun, banyak keeenderungan yang sifatnya politis dan ideologis memberikan sentuhan akhir ide evolusi ini. Para teoretisi dan pendukung dari ideologiideologi seperti fasisme, kapitalisme yang buas, komunisme yang bersandar pada landasan-landasan materialisme dan anti-agama berlomba-lomba untuk tetap menegakkan teori evolusi ini dengan segala daya dan upaya, dan mereka telah mendasarkan argumen-argumen filosofis mereka seeara mutlak pada pondasi-pondasi evolusionis.
Karena alasan itulah, di dalam buku keeil ini di mana kami merujuk ke al-Qur'an, sumber utama agama, dan pengetahuan Ilahiah yang disampaikan oleh al-Qur'an, kami merasa perlu untuk memikirkan dalam-dalam propaganda evolusi dan teori evolusi yang telah berubah menjadi sebuah kampanye ideologis yang diarahkan terhadap agama. Pada halaman-halaman berikutnya, seeara singkat akan kami terangkan mengapa teori evolusi ini adalah sebuah dogma ideologis yang tidak memiliki validitas ilmiah.
Orang yang mula-mula mengajukan teori evolusi ini, seeara esensial dalam bentuk yang sedang dipertahankan pada hari ini, adalah seorang ahli biologi amatir Inggris yang bernama Charles Robert Darwin. Pertama kali Darwin menerbitkan ide-idenya ini di dalam sebuah buku yang berjudul The Origin of Species by Means of Natural Selection (Asal-usul Spesies dengan Cara Seleksi Alamiah) pada tahun 1859. Di dalam buku ini, Darwin menerangkan evolusi makhluk hidup dengan sebuah tesis yang disebutnya seleksi alam.
Menurutnya, semua makhluk hidup dulunya memiliki satu nenek moyang yang sama dan bahwa mereka berkembang dari satu bentuk ke bentuk lainnya dengan eara seleksi alamiah. Mereka yang paling baik dalam beradaptasi dengan tempat di mana dia hidup atau habitatnya m enurunkan sifatsifat mereka pada generasi-generasi berikutnya, dan dengan akumulasi setelah melewati sekian banyak zaman-zaman yang besar, kualitas-kualitas unggul ini mengubah individuindividu menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyang mereka. Dengan demikian manusia pun adalah produk paling maju dari mekanisme seleksi alam. Darwin berpikir bahwa dirinya telah menyingkap asal-usul spesies: "Asal-usul suatu spesies" adalah spesies lainnya.
Ide-ide Darwin yang penuh khayal ini tampaknya masuk akal dan menarik bagi banyak orang pada pandangan pertama.
Bukunya tadi mendapat sambutan yang sangat antusias di kalangan kelompok politik dan ideologi tertentu. Teori ini pun menjadi sangat populer. Alasan utamanya adalah bahwa tingkat pengetahuan orang pada saat itu masih belum memadai untuk mengungkapkan bahwa khayalan Darwin ini adalah suatu kepalsuan. Tatkala Darwin mengajukan asumsi-asumsinya, disiplin-disiplin ilmu genetika, mikrobiologi, dan biokimia masih belum ada. Andaikata saat itu hukum pewarisan sifat pada keturunan (law of inheritance) dan struktur kromosom telah terungkap, barangkali Darwin tidak akan pernah menyatakan klaimnya mengenai "transisi dari sifatsifat fisik yang diperoleh pada generasigenerasi berikutnya" yang diwarisinya dari Lamarek.
Demikian pula, dunia ilmu pengetahuan pada saat itu masih memiliki pemahaman yang sangat dangkal tentang struktur dan fungsi-fungsi sel. Andaikata Darwin berkesempatan melihat sebuah sel dengan menggunakan mikroskop elektron, barangkali dia akan menyaksikan betapa sangat kompleks dan luar biasanya struktur yang ada di dalam organel-organel sebuah sel tadi. Dia akan yakin dengan mata kepalanya sendiri bahwa tidak mungkin sistem yang begitu kompleks dan rumit ini terjadi melalui variasi-variasi yang keeil. Andaikata dia tahu bio-matematika, maka dia akan menyadari bahwa bahkan tak satu molekul protein pun, apalagi seluruh sel, dapat terjadi seeara kebetulan.
Jika ilmu-ilmu yang disebutkan di atas tadi telah terungkap sebelum Darwin mengajukan teorinya, bisa jadi Darwin segera mengakui bahwa teorinya sama sekali tidak ilmiah dan dengan demikian tidak akan berupaya mengajukan klaim-klaim yang tidak ada gunanya: informasi yang menentukan mengenai spesies sudah ada di dalam gen-gen dan tidak mungkin seleksi alam menghasilkan spesies-spesies baru dengan eara mengganti gen-gen tadi.
Sementara buku Darwin tadi masih bergema gaungnya, seorang ahli tumbuhan atau botanis Austria yang bernama Gregor Mendel mengungkap adanya hukum pewarisan sifat pada keturunan (law of inheritance) pada tahun 1865. Sekalipun baru sedikit diketahui sebelum akhir abad itu, penemuan Mendel ini menjadi sangat penting pada awal tahun 1900an dengan lahirnya ilmu genetika. Beberapa waktu kemudian, struktur-struktur gen dan kromosom pun terungkap. Penemuan molekul DNA pada tahun 1950-an yang mengandung informasi genetika, melemparkan teori evolusi ini ke dalam krisis yang sangat besar.
Selain semua perkembangan ilmiah tadi, tak ada bentuk-bentuk atau makhluk-makhluk transisi yang dianggap menunjukkan adanya evolusi bertahap organisme-organisme hidup dari spesies yang primitif hingga spesies yang maju pernah ditemukan sekalipun telah melakukan penearian selama bertahun-tahun. Bahkan hal ini saja sudah membuktikan bahwa yang namanya peristiwa evolusi itu tidak pernah terjadi.
Dengan adanya perkembangan-perkembangan ini mestinya teori Darwin tadi dibuang ke dalam keranjang sampah sejarah. Akan tetapi, tidak demikian adanya, oleh karena ada kalangan-kalangan tertentu yang bersikukuh untuk merevisinya, memperbaruinya, dan mengangkat teori ini ke suatu tataran ilmiah. Upaya-upaya ini hanya berarti
bila kita menyadari bahwa di balik teori tadi terletak maksud-maksud ideologis daripada pertimbangan-pertimbangan ilmiah.
Teori evolusi ini punya argumen bahwa evolusi suatu spesies menjadi spesies lainnya berlangsung seeara bertahap, selangkah demi selangkah selama jutaan tahun. Menurut pandangan ini, transisi dari makhluk hidup prim itif m en jadi m akh l uk h idup y an g kompleks meliputi jangka waktu dan tahapantahapan kemajuan yang lama. Dugaan logis yang wajar yang ditarik dari klaim semaeam itu bahwa ada banyak sekali organisme-organisme hidup yang disebut bentuk-bentuk perantara atau makhluk-makhluk peralihan (transitional forms) yang mestinya hidup pada masa-masa transformasi ini.
Misalnya, beberapa makhluk setengah ikan dan setengah reptil mestinya pernah hidup pada masa lalu yang memperoleh sebagian sifat-sifat reptil di samping sifat-sifat ikan yang sudah mereka miliki. Dari sana mestinya juga pernah ada beberapa burung setengah reptil, yang memperoleh sebagian sifat-sifat burung di samping sifat-sifat reptil yang telah mereka miliki. Karena para penganut teori evolusi ini menduga keras bahwa semua makhluk hidup berkembang dari satu sama lain selangkah demi selangkah, jumlah dan variasi makhluk-makhluk peralihan ini seharusnya ada jutaan.
Jika m akhluk-m akhluk sem aeam itu benar-benar pernah hidup, maka mestinya kita melihat sisa-sisa jasad mereka di manamana. Sesungguhnya, andaikata tesis ini benar, jumlah makhluk-makhluk peralihan ini seharusnya lebih banyak daripada jumlah spesies hewan yang hidup pada hari ini dan fosil-fosil mereka pun seharusnya melimpah ruah di seluruh penjuru dunia. Kaum evolusionis sudah melakukan penearian hingga kini untuk menemukan fosil-fosil tadi dan menggali mata rantai yang hilang itu sejak pertengahan abad ke-19 di seluruh penjuru dunia. Sekalipun mereka telah melakukan upaya yang terbaik, tak ada makhluk-makhluk peralihan yang pernah ditemukan selama hampir 150 tahun.
Darwin sendiri pun eukup menyadari akan tidak adanya makhluk-makhluk peralihan ini. Ini adalah harapan terbesarnya bahwa kelak pada masa depan mereka akan ditemukan. Sekalipun harapannya begitu menggebugebu, dia juga melihat bahwa batu sandungan terbesar atas teorinya adalah tidak adanya makhluk-makhluk peralihan ini. Ini sebabnya mengapa, di dalam bukunya The Origin of Species, dia menulis:
Mengapa, jika memang spesies-spesies itu diturunkan dari spesies-spesies lainnya melalui tahapan-tahapan yang sangat baik, di manamana tidak kita lihat makhluk-makhluk peralihan yang tak terhitung jumlahnya? Mengapa seluruh alam yang tidak membingungkan ini kecuali makhluk spesies sebagaimana yang kita lihat itu didefinisikan dengan baik? ... Namun, mengenai teori ini harus ada makhlukmakhluk peralihan yang jumlahnya tak terhitung, mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di dalam kerak bumi yang tak terhitung banyaknya? ... Namun di wilayah peralihan, dengan kondisi kehidupan yang peralihan, mengapa kita tidak menemukan variasi-variasi peralihan yang erat hubungan-nya? Kesulitan ini dalam waktu yang lama cukup memusingkanku. (Charles Darwin, The Origin of Species, London: Senate Press, 1995, hlm. 134. )
Semenjak Darwin, kaum evolusionis telah melakukan penearian atas fosil-fosil danhasilnya selalu saja berupa kekeeewaan yang besar bagi mereka. Tak ada satu tempatpun di dunia ini entah itu di darat maupun di kedalaman laut terdapat makhluk-makhluk peralihan apa pun antara dua spesies yang pernah digali. Semua fosil yang digali menunjukkan fakta yang bertentangan dengan keyakinan kaum evolusionis ini, kehidupan muneul di muka bumi ini seeara tiba-tiba dan sepenuhnya lengkap. Dalam upaya untuk membuktikan teori mereka, kaum evolusionis malah mengungkap bukti-bukti Peneiptaan berdasarkan fakta yang ada di tangan mereka sendiri.
Problem ini juga mengganggu para penganut paham evolusi lainnya. Seorang paleontolog atau ahli fosil terkenal dari Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta yang memalukan ini:
Masalah yang timbul jika kita memeriksa catatan fosil ini secara rinci, baik itu pada tingkat ordo atau spesies, kita mendapati berkalikali bukannya evolusi bertahap, namun ledakan kemunculan tiba-tiba dari satu kelompok makhluk atas hilangnya kelompok yang lain. (Derek V. Ager, "The Nature of the Fossil Reeord", Proceedings of the British Geological Association, Vol. 87, 1976, hlm. 133)
Lebarnya jurang yang menganga pada eatatan fosil tak dapat dijelaskan begitu saja dengan angan-angan bahwa masih belum eukup banyak fosil yang digali dan bahwasanya fosil-fosil yang hilang ini suatu hari nanti akan ditemukan. Seorang paleontolog penganut paham evolusi lainnya, T. Neville George, menerangkan alasannya:
Tak perlu lagi meminta maaf atas miskinnya catatan fosil. Bagaimanapun, sudah hampir tak terkira lagi banyaknya dan penemuan sudah melampaui integrasi ... Namun demikian catatan fosil makin menunjukkan semakin lebarnya jurang yang menganga. (T. Neville George, "Fossils in Evolutionary Perspeetive", Science Progress, Vol. 48, Januari 1960, hlm. 1, 3.)
Ketika lapisan bumi dan eatatan fosil diteliti, tampaklah bahwa organisme-organisme hidup muneul seeara simultan. Lapisan tertua bumi ini di mana ditemukan adanya fosil-fosil makhluk hidup adalah pada Masa Kambrium, yang usianya diperkirakan 520-530 juta tahun.
Makhluk-makhluk hidup yang ditemukan pada lapisan Periode Kambrium muneul seeara tiba-tiba pada eatatan fosil tanpa adanya nenek moyang apa pun yang pernah hidup sebelum mereka. Fosil-fosil yang ditemukan di bukit-bukit karang Zaman Kambrium adalah fosil-fosil siput, trilobit, bunga karang, eaeing tanah, ubur-ubur, landak laut, dan hewan-hewan invertebrata kompleks lainnya. Mosaik besar organisme-organisme hidup ini, yang terdiri dari begitu banyaknya makhlukmakhluk kompleks, muneul seeara tiba-tiba sehingga peristiwa yang luar biasa ini disebut sebagai L edakan Kambrium ( Cambrian Explosion) di dalam literatur ilmiah.
Sebagian besar organisme yang ditemukan pada lapisan ini memiliki organ-organ tubuh yang sudah sangat maju seperti mata, atau sistem-sistem yang terlihat pada organismeorganisme dengan satu organisasi yang sudah sangat maju seperti insang, sistem peredaran darah, dan sebagainya. Tak ada tanda-tanda pada eatatan fosil tersebut yang menunjukkan bahwa organisme-organisme ini pernah memiliki nenek moyang. Riehard Monestarsky, editor pada majalah Earth Sciences, menyatakan tentang kemuneulan mendadak spesies hidup ini:
Setengah milyar tahun yang lalu macammacam hewan yang luar biasa kompleksnya yang kita lihat pada hari ini tiba-tiba saja muncul. Momen ini, tepat pada saat dimulainya Periode Kambrium Bumi, sekitar 0 juta tahun yang lalu, menandai ledakan evolusioner yang mengisi lautan-lautan dengan makhluk-makhluk kompleks pertama di dunia. Phylum-phylum besar hewan pada hari ini sudah muncul pada awal Kambrium dan mereka sudah memiliki keistimewaan atau ciri-ciri yang berbeda satu sama lain sebagaimana keadaan mereka pada hari ini. (Riehard Monastersky, "Mysteries of the Orient", Discover, April 1993, hlm. 40.)
Sebagaimana bisa dilihat, eatatan fosil ini menunjukkan bahwa makhluk-makhluk hidup tidaklah berkembang dari bentuk-bentuk yang primitif hingga ke bentuk-bentuk yang lebih maju sebagaimana yang dinyatakan oleh evolusi, namun justru muneul seeara tiba-tiba dan dalam kondisi yang sudah sempurna. Singkat kata, makhluk-makhluk hidup tidak muneul menjadi ada melalui evolusi, namun mereka memang dieiptakan.
Sesungguhnya, teori evolusi ini telah rontok pada tataran eetakan fosil. Ini karena fosil-fosil adalah jejak-jejak yang ditinggalkan oleh makhluk-makhluk hidup multi-sel yang kompleks. Evolusi, pada sisi lain, mengalami keputusasaan dalam menghadapi masalah bagaimana sel pertama, dan terlebih lagi, bagaimana protein pertama menjadi ada, apalagi menjelaskan asal-usul makhluk-makhluk hidup multi-sel yang kompleks.
Teori evolusi mempertahankan pendapat bahwa hidup ini dimulai dengan sebuah sel yang terbentuk seeara kebetulan pada kondisikondisi bumi primitif. Sesungguhnya sekadar memiliki beberapa pengetahuan dasar mengenai komposisi sel sudah memadai guna memahami betapa tidak rasionalnya anggapan yang menyatakan bahwa sel sebuah struktur yang masih tetap misteri dalam banyak segi, bahkan pada waktu kita telah menjejakkan kaki pada abad ke-21 ini terjadi karena fenomena alam dan peristiwa-peristiwa yang kebetulan.
Jauh daripada terbentuk di bawah kondisikondisi bumi primitif, sel yang organelorganel dan mekanisme-mekanismenya sungguh sangat kompleks tidak dapat disintesiskan bahkan di laboratorium-laboratorium paling eanggih pada zaman kita ini. Bahkan dengan menggunakan asam amino, unsurunsur pembangun sebuah sel, tidaklah mungkin untuk menghasilkan satu organel sel saja, seperti mitokondria atau ribosom, yang jauh lebih keeil dari sebuah sel seeara keseluruhan. Sel pertama yang diklaim pernah dihasilkan seeara kebetulan menurut evolusi hanyalah isapan jempol belaka dan produk khayalan seperti halnya unicorn (kuda bertanduk satu di tengah kepalanya dalam legenda Yunani, pent.).
Dan bukan hanya sel saja yang tak dapat diproduksi: membuat formasi, di bawah kondisi-kondisi yang alami, bahkan satu protein saja dari ribuan molekul protein yang kompleks yang menyusun satu sel pun tidaklah mungkin.
Protein adalah molekul-molekul raksasa yang terdiri dari asam amino yang tersusun dalam sebuah rantai yang khas dengan kuantitas dan struktur tertentu. Molekul-molekul ini adalah unsur-unsur pembangun dari sebuah sel hidup. Yang paling sederhana terdiri dari 50 asam amino; namun ada beberapa protein yang tersusun dari ribuan asam amino. Tidak adanya, bertambahnya, atau digantinya satu asam amino saja di dalam struktur sebuah protein di dalam sel-sel hidup tadi, yang masing-masing darinya memiliki fungsi istimewa, menyebabkan protein itu menjadi sebuah tumpukan molekul yang tak berguna. Dengan ketidakmampuannya dalam menunjukkan "formasi yang terjadi seeara kebetulan" dari asam-asam amino ini, teori evolusi telah rontok pada persoalan formasi protein.
Seeara mudah kita dapat memperlihatkan, dengan perhitungan-perhitungan probabilitas sederhana yang dapat dipahami oleh siapa pun, bahwa struktur fungsional proteinprotein sama sekali tidak dapat terjadi seeara kebetulan.
Asam-asam amino dari sebuah molekul protein yang punya ukuran rata-rata tersusun dari 288 asam amino, yang terdiri dari 12 jenis yang berbeda, dapat disusun dengan 10300 (1 diikuti dengan 300 angka nol) eara yang berbeda. Dari semua kemungkinan rantai ini, hanya "satu" bentuk saja yang diinginkan oleh molekul protein. Rantai-rantai asam amino lainnya sama sekali tidak berguna atau punya potensi yang membahayakan bagi makhluk hidup.
Dengan kata lain, probabilitas formasi yang terjadi seeara kebetulan dari satu-satunya molekul protein yang disebut di atas adalah "1 berbanding 10300". Probabilitas angka 1 yang muneul dari sebuah angka yang sangat banyak yang terdiri dari 1 diikuti dengan 300 nol seeara praktis sama dengan nol; yaitu tidak mungkin. Lebih jauh lagi, sebuah molekul protein dari 288 asam amino barulah satu bentuk yang sederhana dibandingkan beberapa molekul protein raksasa yang terdiri dari ribuan asam amino. Bila kita terapkan perhitungan-perhitungan probabilitas yang sama ini pada molekul-molekul protein raksasa tadi, kita lihat bahwa bahkan kata tidak mungkin saja masih belum memadai untuk menyebut hal ini.
Bila kita maju satu langkah lagi ke depan dalam perkembangan skema kehidupan, kita amati bahwa satu protein saja tidaklah ada artinya. Satu dari sekian bakteri paling keeil yang pernah diamati, Mycoplasma Hominis H 39, mengandung 600 jenis protein. Dalam kasus ini, kita agaknya mesti mengulangi lagi perhitungan-perhitungan probabilitas yang telah kita buat di atas untuk satu protein bagi tiap-tiap dari 600 jenis protein yang berbeda ini. Hasilnya bahkan tidak dapat dilukiskan oleh konsep ketidakmungkinan.
Jika formasi yang terjadi seeara kebetulan dari satu dari sekian banyak protein ini saja tidak mungkin, maka trilyunan kali tidak mungkin bagi kira-kira satu juta protein itu untuk berkumpul jadi satu seeara kebetulan seeara terorganisir dan membentuk satu sel manusia yang lengkap. Lagi pula, sebuah sel bukanlah semata-mata sekumpulan protein. Selain protein, selsel juga mengandung nucleic acids (DNA dan RNA), karbohidrat, lipid, vitamin-vitamin, dan banyak lagi zatzat kimia lainnya seperti elektrolit, yang semuanya itu tersusun seeara harmonis dan didisain dengan proporsi-proporsi yang istimewa, baik struktur dan fungsinya. Masingmasing berfungsi sebagai unsur pembangun atau komponen di dalam berbagai organel.
Sebagaimana telah kita lihat, dengan satusatunya "penjelasan" dari teori kebetulan, evolusi tak mampu menjelaskan formasi bahkan satu protein saja dari jutaan protein lainnya dalam sebuah sel, apalagi menjelaskan tentang sel itu sendiri.
Perry Reeves, seorang profesor kimia di Amerika Serikat, menyatakan:
Bila seseorang memeriksa dengan cermat betapa besarnya angka kemungkinan strukturstruktur yang dapat dihasilkan dari sebuah kombinasi acak sederhana asam-asam amino di dalam sebuah kolam primordial yang menguap ini, tidak dapat diterima oleh pikiran kita bahwa hidup ini berasal dengan cara seperti itu. Lebih masuk akal bahwa diperlukan adanya Penyusun Yang Agung dengan rencana induk (master plan) untuk menjalankan tugas semacam ini. (J. D. Thomas, Evolution and Faith. Abilene, TX, ACU Press, 1988, hlm. 81-82.)
Prof. Dr. Ali Demirsoy, salah seorang pendukung terkemuka paham evolusi di Turki, di dalam bukunya Kalitim ve Evrim (Pewarisan dan Evolusi), membahas probabilitas formasi yang terjadi seeara kebetulan Cytoehrome-C, salah satu enzim esensial bagi kehidupan:
Probabilitas adanya rantai asam amino yang khas pada Cytochrome-C sama-sama tidak dapat dipercayanya dengan probabilitas seekor monyet yang menulis sejarah umat manusia di atas mesin ketik dengan anggapan bahwa monyet tadi menekan tombol-tombol di atas mesin itu secara acak. (Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim, Ankara: Meteksan Yayinlari 1984, hlm. 61).
Bukankah hal ini bertentangan dengan nalar untuk menerima probabilitas yang tidak masuk akal ini? Ya, tentu saja, namun para ilmuwan evolusionis masih menerima hal yang tidak mungkin ini. Ali Demirsoy menjelaskan mengapa:
Probabilitas formasi sebuah rantai Cytoc hromeC sama dengan nol. Yaitu, j ika kehidupan mensyaratkan satu rantai tertentu, dapat dikatakan bahwa ini memiliki satu probabilitas yang mungkin untuk direalisasikan sekali di seluruh alam semesta ini. Jika tidak, maka seharusnya ada suatu kekuatan metafisika yang tak terjangkau oleh penalaran kita yang menyusun formasi ini. Menerima kemungkinan yang terakhir ini tidak sesuai dengan tujuantujuan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, kita harus melihatnya di dalam hipotesis yang pertama tadi. (Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim, Ankara: Meteksan Yayinlari 1984, hlm. 61)
Alinea di atas juga dapat dibaea sebagai berikut: "Probabilitas formasi sebuah rantai Cytoehrome-C adalah nol. Namun demikian, bila kita mengatakan dia tidak terbentuk seeara kebetulan, maka kita harus menerima bahwa kita telah dieiptakan yang berarti bahwa kita membenarkan adanya Allah. Hal ini tidak sesuai dengan tujuan-tujuan kita."
Sebagaimana sudah terlihat, teori evolusi ini sudah rontok bahkan pada langkah pertama, namun beberapa ilmuwan yang tahu bahwa teori ini adalah satu-satunya alternatif atas peneiptaan, yaitu mereka yang menolak tentang peneiptaan karena kepentingan mereka sendiri seeara dogmatis menganut teori ini ...
Sebagaimana telah terungkap sampai sejauh ini dari hasil kajian kita, masalah rantai asam-asam amino ini dan formasi protein sudah eukup untuk membuat skenario evolusi ini tidak valid. Kendati demikian, masalahnya tidak berakhir dengan asam-asam amino dan protein. Ini hanya sekadar awal saja. Seeara esensial, kesempurnaan struktur sel ini membuat kaum evolusionis menemui jalan buntu. Hal ini karena sel tersebut bukanlah sekadar setumpuk protein yang tersusun dari asam amino. Namun dia adalah sebuah entitas yang hidup dengan ratusan sistem yang eanggih, rahasia-rahasia dari sistem-sistem ini masih belum terungkap seluruhnya bagi manusia. Namun demikian, sebagaimana telah kami nyatakan tadi, jangankan sistem-sistem ini, kaum evolusionis bahkan tidak mampu menjelaskan bagaimana unsur-unsur pembangun sel ini dibentuk.
Seorang ahli matematika dan astronom Inggris yang terkenal Sir Fred Hoyle mengakui fakta ini di dalam salah satu pernyataannya yang dimuat di dalam majalah Nature tanggal 12 November 1981.
Peluang makhluk-makhluk hidup tingkat tinggi ini untuk dapat muncul dengan cara begini dapat dibandingkan dengan peluang dari angin puyuh yang menyapu tumpukan sampah dapat merakit sebuah Boeing 747 dari material yang ada di dalamnya. ("Hoyle on Evolution", Nature, Vol. 294, 12 November 1981, hlm. 105.)
Pengamatan yang eermat tidak perlu atas seluruh sel, tetapi bahkan eukup DNA saja, yang merupakan salah satu bagian dari intinya, dengan mudah membuat kita paham mengapa evolusi adalah suatu kepalsuan.
DNA belum diketahui orang pada masa hidup Darwin. Teori evolusi selama ini tidak mampu memberikan sebuah penjelasan yang koheren mengenai adanya molekul-molekul yang merupakan basis dari sel. Lebih jauh lagi, perkembangan-perkembangan di dalam ilmu genetika dan penemuan nucleic acids (DNA dan RNA) telah menghasilkan problem-problem baru bagi teori evolusi ini.
Pada tahun 1955, hasil usaha dua orang ilmuwan mengenai DNA, James Watson dan Franeis Criek, meluneurkan era baru di bidang biologi. Banyak ilmuwan yang mengarahkan perhatian mereka pada ilmu genetika.
Pada hari ini, setelah melakukan penelitian selama bertahun-tahun, para ilmuwan, dalam jumlah besar, telah memetakan struktur DNA.
Di sini, kami perlu menyampaikan beberapa informasi yang sangat mendasar tentang struktur dan fungsi DNA:
Molekul yang disebut DNA ini, yang ada di dalam inti dari tiap-tiap 100 trilyun sel di dalam tubuh kita ini, mengandung raneangan konstruksi yang lengkap mengenai tubuh manusia. Informasi mengenai semua sifat dari seseorang, mulai dari penampilan fisiknya hingga ke struktur organ-organ dalamnya, terekam di dalam DNA dengan menggunakan sistem pengkodean yang istimewa. Informasi di dalam DNA dikodekan di dalam rantai empat basis spesial yang menyusun molekul ini. Basis-basis ini diberi pengkhususan dengan A, T, G, dan C menurut huruf-huruf awal dari nama-namanya. Semua perbedaan struktural di antara manusia tergantung pada variasi-variasi yang ada di dalam rantai basisbasis ini. Terdapat kira-kira 3,5 milyar nucleotid, yaitu 3,5 milyar huruf di dalam sebuah molekul DNA.
Data DNA mengenai suatu organ atau protein tertentu dimasukkan di dalam komponen-komponen istimewa yang disebut gen. Misalnya, informasi tentang mata terdapat di dalam satu rangkaian gen khusus, sementara informasi tentang jantung terdapat di dalam rangkaian gen lainnya. Sel memproduksi protein-protein dengan menggunakan informasi yang ada di dalam semua gen ini. Asam amino yang menyusun struktur protein didefinisikan oleh susunan berurutan dari tiga nucleotid di dalam DNA.
Pada titik ini, rineian yang penting perlu diperhatikan. Satu kesalahan di dalam rantai nucleotid yang menyusun sebuah gen menjadikan gen ini sama sekali tak berguna. Jika kita memikirkan bahwa ada 200 ribu gen di dalam tubuh manusia, menjadi makin jelaslah betapa tidak mungkinnya jutaan nucleotid yang menyusun gen-gen ini terbentuk seeara kebetulan di dalam rantai yang tepat. Seorang ahli biologi penganut aliran evolusi, Frank Salisbury, berkomentar tentang hal ini dengan mengatakan:
Sebuah protein ukuran menengah bisa mengandung 300 asam amino. Gen DNA yang mengontrol ini bisa sekitar 1.000 nucleotid di dalam rantainya. Karena ada empat macam nucleotid di dalam rantai DNA, yang satunya terdiri dari 1.000 kaitan dapat menghasilkan 41000 bentuk. Dengan menggunakan sedikit hitungan aljabar (logaritma), kita dapat melihat bahwa 41000 = 10600. Sepuluh berlipat ganda 600 kali memberikan angka 1 diikuti oleh 600 noll Angka ini sama sekali tak terbayang oleh kita. (Frank B. Salisbury, "Doubts about the Modern Synthetie Theory of Evolution", American Biology Teacher, September 1971, hlm. 336.)
Angka 41000 sama dengan 10600. Kita memperoleh angka ini dengan menambahkan 600 nol pada angka 1. Jika 10 dengan 11 nol menunjukkan satu trilyun, sebuah angka dengan 600 nol sungguh adalah suatu jumlah yang tak dapat terjangkau oleh pikiran kita.
Evolusionis Prof. Ali Demirsoy terpaksa harus membuat pengakuan berikut mengenai pokok persoalan ini:
Sesungguhnya, probabilitas formasi acak dari sebuah protein dan satu nucleic acid (DNA-RNA) tak terkirakan kecilnya. Peluangpeluang atas munculnya bahkan satu rantai protein yang khas sangat besar kemungkinannya. (Ali Demirsoy, Kalitim ve Evrim (Pewarisan dan Evolusi), Ankara: Meteksan Publishing Co., 1984, hlm. 39.)
Sebagaimana telah terlihat jelas dari apa yang telah disampaikan sejauh ini, teori evolusi adalah sebuah teori yang gagal pada intinya sendiri. Alasannya adalah bahwa kaum evolusionis bahkan tidak mampu menjelaskan asal-usul satu protein pun yang diperlukan bagi kehidupan, atau bagaimana sebuah sel yang hidup terlindungi oleh kondisikondisi atmosfer primitif tanpa mengalami kerusakan. Baik hukum-hukum probabilitas maupun hukum-hukum fisika dan kimia memberikan peluang bagi adanya formasi yang terjadi seeara kebetulan dari sebuah molekul protein.
Amat menarik bahwa sementara tak mampu menjelaskan formasi satu saja dari jutaan protein yang esensial bagi sebuah sel yang hidup, kaum evolusionis dulu mampu membikin banyak skenario palsu seperti transisi dari air ke daratan, dari daratan ke udara, dan dari kera ke manusia. Dengan menutup-nutupi pertanyaan tentang formasi kehidupan, dimana mereka sesungguhnya harus meneari jawabannya, m ereka telah m em bangun sebuah runtuhan raksasa dengan karangankarangan tak berdasar semaeam itu. Mereka ingin mendirikan sebuah bangunan yang tidak berpondasi di atas runtuhan ini, namun sekalipun mereka sudah melakukan usahausaha terbaiknya, mereka tidak akan tahan berada di dalam runtuhan bangunan ini.
Apakah ini terdengar logis atau masuk akal manakala bahkan tidak satu pun protein yang terbentuk seeara kebetulan dapat ada, bahwa jutaan protein semaeam itu berkombinasi dalam rangka memproduksi sel makhluk hidup; dan bahwa trilyunan sel membentuk diri dan kemudian menjadi satu seeara kebetulan untuk menghasilkan makhluk-makhluk hidup; dan bahwa dari merekalah keluar ikan; dan ikan-ikan yang naik ke daratan berubah menjadi reptil-reptil, burung-burung, dan bahwa beginilah bagaimana jutaan spesies yang berbeda di muka bumi ini terbentuk?
Bahkan sekalipun ini tampaknya tidak logis bagi Anda, namun kaum evolusionis mempereayai dongeng anak-anak ini.
Bagaimanapun, ini hanyalah sekadar kepereayaan atau agaknya keyakinan saja karena mereka bahkan tidak punya satu bukti pun guna meyakinkan eerita ini.
Pada hari ini, tidaklah mungkin untuk membentuk sebuah sel hidup dari materi yang tak bergerak di dalam laboratorium-laboratorium berteknologi tinggi, dengan pengawasan dari para ilmuwan yang paling terkemuka, dengan peralatan yang paling mahal. Jangankan sel, bahkan tidak mungkin untuk mendapatkan protein-protein di dalam sel di dalam lingkungan sebuah laboratorium yang terkontrol yang memiliki tingkat produktivitas dan keberhasilan yang sama dengan yang dimiliki oleh sel hidup ini. Mengemukakan suatu klaim bahwa struktur-struktur ini terbentuk seeara kebetulan tentu saja adalah sebuah klaim yang tak masuk akal. Fakta bahwa kehidupan ini dieiptakan sangatlah terang-benderang.
Seorang profesor matematika dan astronomi terapan dari University College (Cardiff, Wales), Chandra Wiekramasinghe melukiskan realitas yang dihadapinya sebagai seorang ilmuwan yang selama ini telah diajarkan sepanjang hidupnya bahwa kehidupan ini telah muneul sebagai hasil daripada peristiwaperistiwa yang kebetulan:
Sejak dari awal mula saya dididik sebagai seorang ilmuwan, saya mengalami cuci otak yang sangat kuat agar percaya bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat konsisten dengan proses penciptaan apa pun. Pikiran itu harus dibuang dengan susah payah. Pada saat itu, saya tak dapat menemukan sembarang argumen rasional apa pun untuk membuka pandangan yang mendukung Tuhan. Dulu kami biasa berpikir terbuka; kini kami menyadari bahwa satusatunya jawaban yang logis atas kehidupan adalah penciptaan dan bukannya lemparan dadu secara acak. (Chandra Wiekramasinghe, wawaneara dengan London Daily Express, 14 Agustus 1981.)
Kebenaran selalu menang, mari sekarang kita sekali lagi meneermati jenis khayalan apa yang dimiliki oleh kaum evolusionis ini dengan sebuah eontoh yang begitu sederhana sehingga anak-anak pun dapat memahaminya:
Teori evolusi menyatakan bahwa kehidupan itu terbentuk seeara kebetulan. Berdasar klaim ini, atom-atom non-organik dan tak berakal berkumpul menjadi satu guna membentuk sel dan kemudian mereka entah bagaimana membentuk makhluk-makhluk hidup lainnya, termasuk manusia. Mari kita pikirkan tentang hal itu. Tatkala kita menyatukan unsur-unsur yang merupakan unsur-unsur pembangun kehidupan seperti karbon, fosfor, nitrogen, dan potasium, hanya satu tumpukan saja yang terbentuk. Tak peduli perlakuan apa pun yang dikerjakan, tumpukan atom ini bahkan tidak dapat membentuk satu makhluk hidup pun. Jika Anda mau, mari kita rumuskan sebuah eksperimen pada pokok pembahasan ini dan mari kita meneermatinya atas nama kaum evolusionis apa yang sesungguh-nya mereka klaim tanpa menyatakannya seeara terus terang dengan nama "formula Darwinian":
Biarkan para penganut paham evolusi ini m eletakkan sekian banyak m ateri yang terdapat dalam komposisi makhluk hidup seperti fosfor, nitrogen, karbon, oksigen, besi, dan magnesium ke dalam tong-tong besar. Lebih jauh lagi, biarkan mereka menambahkan ke dalam tong-tong ini materi apa pun yang tidak ada di dalam kondisi normal, namun mereka pikir perlu. Biarkan mereka menambahkan ke dalam eampuran ini sebanyak mungkin asam amino yang tidak punya kemungkinan untuk terbentuk di bawah kondisi yang alami sebanyak mungkin protein yang satu saja darinya memiliki sebuah probabilitas formasi 10-950 sebagaimana mereka suka. Biarkan mereka memaparkan eampuran ini pada ukuran panas dan kelembaban seberapa pun sesuka mereka. Biarkan mereka mengaduk-aduknya dengan alat yang seeanggih apa pun sesuka mereka. Biarkan mereka menghadirkan para ilmuwan paling terkemuka di samping tong-tong ini. Biarkan para ilmuwan ini saling bergiliran menunggu di samping tong-tong ini selama milyaran, bahkan trilyunan tahun. Biarkan mereka bebas menggunakan segala maeam kondisi yang mereka yakini diperlukan bagi membentuk seorang manusia. Tak peduli apa yang mereka lakukan, mereka tidak dapat memproduksi seorang manusia dari tong-tong ini, ujar seorang profesor yang mengamati struktur selnya sendiri di bawah sebuah mikroskop elektron. Mereka tidak dapat memproduksi jerapah, singa, lebah, kenari, kuda, lumba-lumba, mawar, anggrek, lili, pisang, jeruk, apel, kurma, tomat, melon, semangka, ara, zaitun, anggur, persik, ayam pegar, kupukupu yang berwarna-warni, atau jutaan makhluk hidup lainnya yang seperti ini. Sungguh, mereka bahkan tak dapat memperoleh satu sel saja dari sembarang makhluk-makhluk tadi.
Singkatnya, atom-atom tak berakal tidak dapat membentuk sel dengan cara berkumpul menjad satu. Atom-atom ini tak dapat membuat satu keputusan yang baru dan membagi sel ini menjadi dua, kemudian membuat keputusan lainnya dan meneiptakan para profesor yang pertama kali menemukan mikroskop elektron dan selanjutnya mengamati struktur sel mereka sendiri di bawah mikroskop tadi. Materi adalah tumpukan yang tak berakal, tidak hidup, dan menjadi hidup karena kehebatan ciptaan Allah.
Teori evolusi, yang menyatakan klaim yang berlawanan, adalah kepalsuan total yang sepenuhnya bertentangan dengan akal. Dengan memikirkan sedikit saja mengenai klaimklaim dari para penganut evolusi ini, maka terungkaplah kenyataan ini, sebagaimana pada eontoh di atas tadi.
Kebetulan-kebetulan dari evolusi ini menempatkan atom-atom pada suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga membentuk mata manusia dan kemudian mata ini dari dalam timbunan yang gelap gulita tadi lalu terbuka melihat dunia yang terang benderang, tiga dimensi, dan dapat dirasa melalui kelima indera ini. Ini adalah dunia yang bahkan teknologi abad ke-21 pun belum bisa meneapai kualitas gambar dan suara dari atom-atom yang hidup seeara kebetulan ini. Begitu jauhnya sehingga bila Anda mengumpulkan jadi satu teknik teknik suara paling eanggih sekalipun, akan Anda lihat bahwa semua perangkat tadi kualitasnya jauh lebih primitif dibandingkan dengan telinga manusia. Bahkan jika Anda kumpulkan jadi satu semua teknik gambar yang paling eanggih pun, Anda tidak akan mampu menyamai kualitas gambar mata.
Tatkala sudah jelas bahwasanya semua produk teknologi ini tidaklah terjadi seeara kebetulan, namun karena memang ada disaindisain yang diraneang seeara sengaja oleh para disainer yang punya pikiran, maka adalah omong kosong untuk tetap bersikukuh bahwa mekanisme hidup yang jauh lebih kompleks daripada produk-produk teknologi tadi terjadi seeara kebetulan. Karena setiap disain membuktikan adanya sang disainer. Evolusi tidak mau melihat agungnya disain di alam ini, karena untuk mengakui adanya Sang Peneipta, yaitu Allah, yang menjadikan semua disain ini, itu bertentangan dengan pradugapraduga dan ideologi-ideologi dari kaum evolusionis.
Dasar atau basis dari semua ideologi ini adalah filsafat yang dikenal dengan nama materialisme. Filsafat materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa materi tidaklah dieiptakan, namun dia sudah ada seeara abadi dan tidak ada realitas keeuali materi. Paham ini sangat bertentangan dengan keimanan terhadap Allah dan agama. Ini bukanlah ilmu pengetahuan namun adalah sebuah filsafat. Para penganut paham evolusionis tidak punya dedikasi terhadap ilmu pengetahuan namun mereka mendedikasikan dirinya kepada filsafat materialis ini dan mereka mendistorsi ilmu pengetahuan untuk dieoeokeoeokkan dengan filsafat ini. Seorang ahli genetika dan penganut paham evolusi terkemuka, Riehard C. Lewontin dari Harvard University, mengakui fakta yang konkret ini:
Bagaimanapun bukanlah metode-metode dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan itu yang membuat kami menerima sebuah penjelasan material tentang fenomena dunia, namun justru sebaliknya, kami dipaksa oleh kesetiaan kami yang sifatnya a priori kepada sebab-sebab material untuk meneiptakan sebuah alat penyelidikan dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan-penjelasan yang bersifat material, tak peduli betapapun hal ini bertentangan dengan intuisi, tak peduli betapapun membingungkannya bagi orang yang masih belum tahu. Lagi pula, materialisme adalah absolut, maka kita tidak dapat membiarkan adanya pembahasan tentang Tuhan dalam hal ini. (Riehard Lewontin, "The Demon-Haunted World", The New York Review of Books, 9 Januari 1997, hlm. 28.)
Ada banyak spesies di dunia ini yang mirip satu sama lain. Misalnya, bisa saja ada banyak makhluk hidup yang mirip dengan seekor kuda atau seekor kueing dan banyak serangga yang tampak mirip satu sama lain. Kemiripan-kemiripan ini tidaklah mengherankan bagi siapa pun.
Entah bagaimana, kemiripan seeara lahiriah antara manusia dengan kera begitu menarik banyak perhatian. Daya tarik ini terkadang terlalu jauh hingga membuat sebagian orang mempereayai tesis evolusi yang tidak benar itu. Sesungguhnya, kemiripan-kemiripan lahiriah antara manusia dan kera tidaklah bermakna apa-apa. Kumbang badak dengan badak juga memiliki kemiripan-kemiripan lahiriah tertentu namun akan jadi konyol bila meneari-eari adanya suatu hubungan evolusi di antara kedua makhluk tadi, yang satu adalah serangga sedangkan satunya lagi adalah mamalia, berdasarkan kemiripan itu.
Selain kemiripan lahiriah, kera tidak dapat dikatakan lebih dekat dengan manusia dibandingkan hewan-hewan lainnya. Sesungguhnya, jika tingkat keeerdasan dijadikan pertimbangan, maka lebah madu yang membuat sarang lebah yang seeara geometris strukturnya menakjubkan atau laba-laba yang membuat jaring dengan teknik yang ajaib dapat dikatakan lebih mendekati manusia. Bahkan dalam beberapa segi kedua serangga tadi lebih unggul.
Ada satu perbedaan yang sangat besar antara manusia dengan kera dengan tanpa memandang kemiripan lahiriah semata. Kera adalah hewan dan tidak ada bedanya dengan kuda atau anjing bila ditilik dari kadar akalnya. Namun manusia adalah makhluk berakal yang punya kemauan kuat sehingga dapat berpikir, berbieara, memahami, memutuskan, dan membuat penilaian. Semua eiri ini adalah fungsi-fungsi ruh yang dimiliki oleh manusia. Ruh adalah perbedaan terbesar yang menjadi jurang pemisah yang sangat lebar antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Tak ada kemiripan fisik yang dapat mendekatkan jurang pemisah ini antara manusia dengan makhluk hidup apa pun. Di alam, satu-satunya makhluk hidup yang memiliki ruh hanyalah manusia.
Apakah ada artinya bila skenario yang diajukan oleh kaum evolusionis sungguhsungguh terjadi? Tidak sedikit pun. Alasannya adalah bahwa tiap tahapan yang dikemukakan oleh teori evolusi dan disandarkan pada peristiwa yang sifatnya kebetulan hanya dapat terjadi sebagai hasil dari sebuah keajaiban. Bahkan andaikata kehidupan terjadi seeara bertahap melewati tahapan-tahapan suksesi yang demikian itu, setiap tahapan progresif hanya dapat terjadi oleh adanya suatu kehendak yang dijalankan dengan sadar. Bukan hanya tidak masuk akal saja bahwa tahapan-tahapan tersebut terjadi seeara kebetulan, namun memang tidak mungkin.
Jika dikatakan bahwa sebuah molekul protein telah terbentuk di bawah kondisikondisi atmosfer zaman purba, maka harus diingat bahwa ini sudah diperlihatkan oleh hukum-hukum probabilitas, biologi, dan kimia bahwa hal ini tidak dapat terjadi seeara kebetulan. Namun harus ditempatkan pada posisi bahwa dia diproduksi, maka tidak ada alternatif keeuali mengakui bahwa untuk keberadaannya itu dia berutang kepada kehendak Peneipta. Logika yang sama berlaku pada seluruh hipotesis yang diajukan oleh kaum evolusionis. Misalnya, tak ada bukti paleontologis maupun fisika, kimia, biologi, ataupun pembenaran logis yang membuktikan bahwa ikan dari air naik ke darat dan menjadi hewanhewan darat, untuk transisi semaeam itu. Namun bila seseorang harus berpendapat bahwa ikan merangkak naik ke darat dan berubah menjadi reptil, maka orang yang menyatakan klaim tadi seharusnya juga mengakui adanya Peneipta yang mampu membuat apa pun yang dikehendaki-Nya menjadi ada hanya dengan kata "jadilah". Apa pun penjelasan lain untuk suatu keajaiban semaeam itu seeara inheren bertentangan sendiri dan suatu pelanggaran atas prinsip-prinsip akal.
Realitas ini jelas dan nyata. Semua kehidupan adalah produk dari sebuah disain yang sempurna dan eiptaan yang unggul. Ini pada gilirannya membuktikan seeara konkret akan adanya Peneipta, Pemilik kekuasaan, pengetahuan, dan keeerdasan yang tak terhingga.
Peneipta itu adalah Allah, Tuhan pemilik langit dan bumi, dan semua yang ada di antara keduanya.