Keyakinan menyimpang ajaran Buddha sangat beragam di tiap negara, karena sepanjang 2500 tahun yang lalu, agama ini telah tercampur aduk dengan berbagai agama setempat, kebiasaan, dan budaya yang dibuat oleh negara-negara tempat penyebarannya. Saat ini, beragam ajaran Buddha yang dijalankan di Jepang, Cina, Tibet, Sri Lanka, Vietnam, dan Amerika sangat berbeda satu sama lain.
Para biksu yang menerjemahkan kitab dari bahasa kuno penting artinya dalam ajaran Buddha. Dalam foto di halaman depan, Buddha melihat dan mendorong para biksu melakukan pekerjaannya. Bawah: teks Sanskerta dari abad ke-11 berisi bagian tentang kehidupan Buddha. Mereka yang menganut keyakinan menyimpang dalam kitab ini mengalami kemerosotan akhlak dan kejiwaan yang parah, karena mereka kurang percaya pada kehidupan setelah mati. Sangat lumrah jika umat Buddha mengalami masalah kerohanian karena mereka percaya bahwa mereka bisa lahir kembali sebagai tikus, monyet, sapi, atau beberapa binatang lain. |
Seperti ditunjukkan sumber-sumber sejarah, Buddha selalu memilih berbicara tentang pemikiran mendasar dan menyampaikan cara peribadatannya secara lisan; penelitian berabad-abad telah menunjukkan bahwa ia tidak meninggalkan satu catatan tertulis pun. Pemeluk Buddha yakin bahwa ajarannya diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi selama 400 tahun, hingga akhirnya terkumpul dalam hukum Pali. Akan tetapi, sebagian besar cendekiawan percaya bahwa sebagian besar kata-kata ini bukanlah perkataan sang Buddha sama sekali, melainkan ditambahkan padanya dalam perjalanan abad hingga mencapai bentuk seperti sekarang ini. Oleh karena itu, ajaran Buddha, yang tidak mengandalkan catatan tertulis apa pun, mengalami banyak perubahan dan penyimpangan sepanjang waktu, dan banyak yang diubah kembali dengan penambahan-penambahan dan penghapusan-penghapusan.
Saat ini, kitab suci Buddha, yang ditulis dalam bahasa Pali, disebut dengan Tripitaka, yang berarti “tiga keranjang.” Tidak diketahui pasti kapan Tripitaka ditulis, namun dianggap mencapai bentuk seperti sekarang ini di Sri Lanka pada suatu waktu di abad pertama SM. Tulisan di dalamnya dibagi dalam bab-bab berikut ini:
1. Vinaya Pitaka: Bab ini, yang berarti “Keranjang Kedisiplinan,” meliputi aturan yang diperuntukkan bagi para biksu dan biksuni dan bagaimana mengikutinya. Juga ada beberapa kesesuaian dengan pembaca yang bukan biksu atau biksuni.
2. Sutta Pitaka: Sebagian besar bab ini ditulis menurut percakapan ketika Buddha menerangkan gagasannya. Oleh karena itu, bab ini disebut “Keranjang Pembahasan.” Kata-kata sang Buddha ini diturunkan selama berabad-abad, dan bercampur aduk dengan legenda-legenda dan keyakinan keliru lainnya.
3. Abhidharma Pitaka: Bab ini berisi filsafat Buddha dan penerjemahan wejangan sang Buddha.
Para biksu Buddha hari ini menganggap perkataan-perkataan ini suci; mereka beribadah dan mengatur kehidupannya menurut perkataan ini. Mereka melukiskan Buddha sebagai tuhan sejati (Tuhan pastilah bukan seperti ini!), dan karena itulah, pemeluk Buddha modern menundukkan diri di depan patung-patungnya, menaruh di depannya sesajian makanan dan bunga, dan berharap pertolongan dari mereka. Jelas, ini benar-benar perbuatan tak masuk akal, dan setiap orang yang percaya bahwa patung batu dan perunggu bisa mendengar atau menolong jelas telah tertipu. Berikut dalam buku ini, kita akan membahas perbuatan-perbuatan sesat mendasar ini lebih terperinci dan melihat bagaimana ajaran Buddha menjadi ajaran rahasia yang memusatkan perhatian pada manusia tanpa memperhitungkan pertanyaan tentang bagaimana tata laksana dunia yang tak bercela ini bisa terjadi, atau bagaimana seluruh alam semesta bisa tercipta.
Di Tibet, penyampaian kitab Buddha adalah salah satu cara ibadah terpenting. Khususnya, para biksu yang telah sepenuhnya meninggalkan kehidupan duniawi melakukan pekerjaan ini sendiri. Tanpa gagasan mengenai bentuk sesungguhnya hidup setelah kematian, orang-orang ini meninggalkan kehidupan duniawinya demi tujuan sia-sia. Selama berabad-abad, perpustakaan di Tibet telah dimusnahkan. Namun kitab-kitab tertulis oleh para biksu Tibet masih dipertahankan di daerah-daerah tetangga. Seluruh kitab umat Buddha mengajak manusia menuju kehidupan mimpi buruk. Agama sesat dan suram ini menyatakan bahwa setelah mereka mati, manusia bisa saja kembali ke dunia sebagai sapi atau tikus dan mengutuk mereka untuk hidup dalam ketakutan dan kecemasan. |
Filsafat pemeluk Buddha mengingkari adanya Tuhan, di samping mendasarkan diri mereka pada beberapa akhlak kemanusiaan dan pelarian diri dari penderitaan duniawi. Tanpa dukungan intelektual atau ilmiah agama ini bersandar pada pemikiran kembar tentang karma dan kelahiran kembali (reinkarnasi), sebuah gagasan bahwa manusia akan terus terlahir kembali ke dunia ini, bahwa kehidupan mereka berikutnya ditentukan oleh perilaku mereka di kehidupan sebelumnya. Tak ada kitab Buddha yang merenungkan adanya sang Pencipta, atau bagaimana alam semesta, dunia, dan makhluk hidup terjadi. Tak ada kitab Buddha yang melukiskan bagaimana alam semesta diciptakan dari ketiadaan; atau bagaimana makhluk hidup menjadi ada; atau bagaimana menerangkan bukti, yang bisa dilihat di mana-mana di dunia ini, tentang penciptaan yang tak ada bandingannya. Menurut tipu daya ajaran Buddha, bahkan tidak diperlukan adanya pemikiran tentang semua ini! Satu-satunya hal penting dalam kehidupan, yang dinyatakan oleh kitab-kitab Buddha, adalah menekan nafsu, menghormati Buddha, dan melarikan diri dari penderitaan.
Oleh sebab itu, sebagai sebuah agama, ajaran Buddha menderita karena cita-cita yang sangat sempit yang menghambat pengikutnya merenungkan pertanyaan mendasar seperti dari mana mereka berasal atau bagaimana alam semesta dan seluruh makhluk hidup terjadi. Jelas, agama ini menghalangi mereka bahkan dari memikirkan hal-hal ini dan menekan mereka ke dalam bentuk sempit kehidupan keduniawian mereka saat ini.
“Apakah berhala-berhala mempunyai kaki yang dengan itu ia dapat berjalan, atau mempunyai tangan yang dengannya ia dapat memegang dengan keras, atau mempunyai mata yang dengan itu ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengannya ia dapat mendengar?…” |
Ajaran Buddha adalah agama palsu yang didirikan atas dasar penyembahan berhala. Para biksu Buddha yang tumbuh dewasa dalam keyakinan ini menghabiskan kehidupannya menyembah sang Buddha. |
Menurut ajaran Buddha, kelaparan, ketakutan, dan kesakitan menuntun jalan menuju kebenaran. |
Usaha ajaran Buddha menihilkan seluruh nafsu manusia adalah sisi lain filsafatnya yang sempit. Allah menciptakan berkah dunia ini untuk manfaat dan kesenangan manusia, sehingga mereka bersyukur kepada-Nya. Oleh karena itu, Islam tidak memerintahkan manusia untuk menekan hawa nafsunya atau menanggung rasa sakit dan penderitaan. Sebaliknya, Islam mengajak mereka memanfaatkan hal-hal indah di dunia (tanpa perilaku yang menyimpang dan melawan hukum), bukan mengekang diri mereka tanpa kebutuhan, atau menyebabkan rasa sakit atas diri mereka sendiri. Oleh karena itu, Allah berfirman (Al-Qur'an, 7: 157) bahwa Nabi Muhammad SAW telah “memutuskan dari pengikutnya belenggu mereka”:
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Pendeknya, Islam adalah agama pembebas yang menyelamatkan manusia dari kebiasaan dan larangan tak bermanfaat, tekanan sosial, dan kecemasan tentang apa yang mungkin dipikirkan orang lain. Agama ini mengajak mereka untuk membawa ketenangan, hidup damai dengan tujuan mendapat ridha Allah. Oleh karena itulah Nabi SAW dalam banyak perkataannya menganjurkan kita untuk menjadikan agama ini sederhana dan mudah.
“Mudahkanlah segalanya untuk manusia, dan jangan membuat kesukaran bagi mereka, dan tenangkanlah mereka (dengan kabar gembira) dan jangan menakuti mereka.”1
“Kamu telah diutus untuk memudahkan segalanya (untuk manusia) dan kamu tidaklah diutus untuk mempersulit mereka.”2
Ajaran Buddha memperbudak pengikutnya dalam biara-biara yang suram dan memaksa mereka hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Anehnya, agama ini melarang makanan yang baik, kebersihan, kenyamanan, anugerah yang Allah ciptakan untuk manusia, menerima penderitaan sebagai kebaikan dan menganjurkan pengikutnya untuk menuju kehidupan yang menyedihkan.
Bagi biksu dan biksuni Buddha, kehidupan itu penuh segala jenis kesukaran. Mereka dilarang bekerja atau mempunyai hak milik, wajib mencari makan untuk diri sendiri dari pintu ke pintu dan mengemis dari manusia, dengan menadahkan tangannya. Karena hal inilah, para biarawan Buddha ini sering disebut biksu/bhikku (pengemis) oleh masyarakat. Para biksu Buddha dilarang menikah atau punya kehidupan berkeluarga dalam bentuk apa pun; mereka mungkin hanya punya satu jubah, yang harus dari kain bermutu rendah berwarna kuning atau merah.
Di samping jubah ini, satu-satunya milik mereka yang lain adalah tempat tidur yang sulit dipakai tidur, silet untuk mencukur kepala mereka, kotak jarum untuk mereka gunakan, sebotol air, dan sebuah mangkuk untuk mengemis. Mereka hanya makan satu kali sehari, umumnya berupa roti dan nasi yang diberi bumbu dan minum air atau air cucian beras. Mereka harus menyelesaikan makan sebelum siang dan tidak diizinkan makan apa pun hingga keesokan harinya. Makanan lain, bahkan obat-obatan dianggap kemewahan terlarang. Seorang biksu dapat makan daging, ikan, atau sayur hanya jika ia sakit, itu pun hanya dengan izin biksu yang lebih tinggi derajatnya. Pendeknya, kekangan ajaran Buddha adalah bentuk penyiksaan diri.
Keadaan ini adalah perwujudan kebenaran ayat dalam Al-Qur'an (10:44) yang menyebutkan. “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” Namun, bagi mereka yang percaya pada-Nya dan mengabdikan dirinya kepada-Nya, Allah menjanjikan kehidupan yang sangat baik, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi mereka diberikan baik berkah di dunia ini maupun di akhirat. Menurut Al-Qur'an (7:32):
Katakanlah, "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.
Seorang biksu Buddha membakar dirinya untuk memprotes tindakan pemerintah di Saigon. Foto ini cukup memperlihatkan keadaan rohani yang gelap dan pemahaman sesat yang dibawa oleh ajaran Buddha. Umat Buddha zaman sekarang percaya bahwa semakin besar rasa sakit yang mereka tanggungkan, dan semakin besar kelaparan dan ketakutan yang mereka derita, semakin cepat pula mereka akan tercerahkan. Namun, sebenarnya ini bukanlah pencerahan, melainkan kehidupan tak manusiawi atau pelecehan diri sendiri. Suatu ayat dalam Al-Qur'an (40:31) menyebutkan, “…Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadap hamba-hamba-Nya.” Perbuatan menyimpang umat Buddha ini sangat bertentangan dengan akhlak Islami. |
Sisi gelap lain dari ajaran Buddha adalah keputusasaan (rasa pesimis). “Nirwana” yang dijanjikan untuk pemeluknya tidak lebih dari pemutusan gila atas seluruh hubungan dengan kehidupan dengan pemikiran menyedihkan yang membawa pandangan suram tentang dunia. The Catholic Encyclopedia (Ensiklopedia Katolik) menggambarkan sisi gelap ajaran Buddha ini dengan:
Kerusakan parah lain ajaran Buddha adalah rasa pesimisnya yang keliru. Pikiran yang kuat dan sehat memberontak melawan pandangan suram bahwa hidup ini tidak layak dijalani, bahwa setiap bentuk keberadaan kesadaran adalah kejahatan. Pendirian ajaran Buddha ini ditentang oleh suara alam dengan keras yang menyuarakan harapan dan suka cita. Ini adalah protes melawan alam karena memiliki kesempurnaan hidup yang masuk akal. Ambisi tertinggi ajaran Buddha adalah menghancurkan kesempurnaan itu dengan membawa seluruh makhluk hidup menuju keteduhan Nirwana tak sadar. Ajaran Buddha oleh karenanya bersalah karena kejahatan besar melawan alam, sehingga menyebabkan ketidakadilan pada pribadi-pribadi. Semua nafsu yang sah harus ditekan. Kedamaian tak berdosa dikutuk. Penciptaan musik dilarang. Penelitian ilmu alam diabaikan. Perkembangan pikiran dibatasi hanya untuk mengingat kitab-kitab Buddha dan mempelajari metafisika Buddha, yang nilainya sangat kecil. Cita-cita Buddha di dunia adalah pengabaian yang kaku dalam segala hal.3
Islam tidak membuat pengikutnya acuh tak acuh; sebaliknya, Islam menghimbau mereka pada semangat, aktivitas, dan kebahagiaan. Semua orang yang menganut ajaran Islam sangat tanggap pada apa yang terjadi di sekeliling mereka. Mereka tidak memandang dunia seperti ajaran Buddha, sebagai kekacauan yang menipu mata, melainkan tempat ujian, sebuah ajang tempat mereka mengamalkan ajaran akhlak tinggi Al-Qur'an. Oleh karena itu, sejarah Islam penuh dengan para pemimpin yang adil dan berhasil yang memastikan kehidupan yang nyaman dan bahagia untuk rakyatnya. Dan bertentangan tajam dengan hal ini, ajaran Buddha hanya menghasilkan pengikut yang menyedihkan yang membuat dirinya sendiri menderita, menyeret diri mereka sendiri dan orang lain pada kemandekan dan kemiskinan, dengan satu-satunya pemecahan untuk masalah yang mereka hadapi ialah mengorbankan diri sendiri. Inilah salah satu tipu daya terbesar yang dimainkan setan atas manusia.
Umat Buddha menghabiskan hari-harinya tanpa melakukan apa-apa, pekerjaan yang menggelapkan jiwa yang tidak akan mendatangkan keuntungan di dunia ini maupun di akhirat. Padahal Islam mengajak manusia pada kesejahteraan, keindahan, dan kepuasan hidup di dunia dan akhirat, dan melarang segala jenis perbuatan yang menentang fitrah manusia. Gambar ini menunjukkan Buddha dan pengikutnya, dengan mangkuk di tangannya, menerima sedekah. Kebiasaan umat Buddha yang tak masuk akal ini terus berlanjut hingga hari ini. Orang-orang yang jatuh ke dalam kesesatan ajaran Buddha, wajib mengemis, meskipun mereka tak punya kebutuhan, dan terhina. Bukannya bekerja untuk penghidupannya, ajaran Buddha membawa manusia pada kemalasan dan keputusasaan, dan mengutuk mereka menjalani keadaan hidup terbelakang. Padahal, Islam menganjurkan hal sebaliknya: agama yang dinamis yang membuat pengikutnya bersemangat dan menganjurkan mereka melakukan pekerjaan yang bermanfaat. Sebaliknya dengan gelapnya ajaran Buddha, Islam menganjurkan kebersihan, kehormatan, dan kerja yang menguntungkan serta mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Orang yang tidak punya kedudukan biksu mau tak mau harus membantu para biksu mengumpulkan sedekah, karena percaya bahwa mereka akan mendapatkan pahala di kehidupan masa depannya. Para biksu Buddha berjalan di jalanan di waktu subuh, dengan mangkuk di tangannya, menerima sedekah dari orang-orang. Namun perbuatan tak masuk akal ini, yang dilakukan atas nama ibadah tidak akan mendatangkan kebaikan pada mereka di dunia ini maupun nanti, kecuali jika Allah menghendaki sebaliknya. |
Ajaran Buddha adalah agama kafir, karena menyembah berhala. Bisa dikatakan bahwa ajaran Buddha dewasa ini telah terbagi atas kelompok-kelompok berbeda, dan malah ibadah-ibadah sang Buddha itu sendiri hanya ditemukan pada beberapa di antaranya. Namun, bahkan menerima ajaran Buddha sebagai pedoman sempurna (sebuah kekeliruan yang dialami seluruh aliran Buddha) pun merupakan petunjuk bahwa agama ini memandang Buddha sebagai tuhan.
Atas: Mata yang dilukis pada beberapa kuil menggambarkan mata Buddha, yang dianggap melihat segala hal. Jenis kuil seperti ini, patung Buddha, dan lukisan mata sering dilihat di negara-negar tempat ajaran Buddha diterima luas, yang jelas memperlihatkan bagaimana ajaran Buddha menjadikan Buddha sebagai berhala. Kanan: Biara Samye adalah salah satu kuil Tibet yang paling terkenal, tempat umat Buddha memutar-mutar tabung doanya dan memohon doanya. Upacara-upacara yang dilakukan oleh para biksu kadang-kadang berlangsung sehari penuh. Namun umat Buddha mengabaikan kenyataan bahwa Buddha tidak akan mendengarkan mereka atau menjawab doa-doa mereka. Seperti halnya seluruh manusia, Gautama adalah hamba yang tak berdaya yang diciptakan Allah; hanya Allah yang bisa menjawab doa-doa: |
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), |
Menurut sumber-sumber sejarah, para biksu Buddha mulai menyembah Buddha segera setelah kematiannya. Patung-patung dirinya didirikan di setiap tempat, dan keyakinan sesat mendapatkan kekuatan bahwa Nirwana akan benar-benar terwujud dalam dirinya dan terwujud dalam patung-patungnya. Rasa hormat berlebihan para biksu Buddha kepada sang Buddha kemudian menjadi ibadah sesungguhnya. Saat ini, patung-patung raksasa menghiasi setiap negara tempat ajaran Buddha dijadikan agama utama. Di banyak negara dari Asia hingga Amerika Anda bisa melihat patung-patung dan kuil dengan mata Buddha dilukiskan di sana, lagi-lagi menunjukkan pesan bahwa Buddha melihat segalanya dan melihat manusia terus menerus, dan bahwa mereka harus mengingatnya setiap saat dalam kehidupan mereka. Jelas, merupakan keyakinan yang sepenuhnya tak berdasar bahwa seseorang yang telah mati ribuan tahun yang lalu masih bisa melihat orang-orang yang percaya padanya, melindungi mereka, dan mendengarkan doa-doa mereka. Keyakinan dasar yang tidak mampu direnungkan oleh pemeluk ajaran Buddha adalah bahwa Allah, Tuhan seluruh dunia, yang meliputi segala sesuatu dan mengetahui rahasia paling tersembunyi dari segala sesuatu, telah menciptakan sang Buddha, seperti halnya seluruh manusia.
Menurut teori karma, orang-orang miskin, cacat, atau sakit sebenarnya membayar harga perbuatan jahat yang dilakukannya di kehidupan sebelumnya. Oleh karena itu, mereka pantas mendapatkan kesialannya sekarang. Pemahaman sesat ini menyebabkan ketidakadilan di mana-mana dalam masyarakat ketika kepercayaan karma tersebar luas. |
Ajaran karma menganggap bahwa segala hal yang dikerjakan manusia akan membawa dampak bagi dirinya cepat atau lambat, dan akan mempunyai dampak atas apa yang disebut sebagai kehidupan selanjutnya. Menurut keyakinan ini, manusia akan terus terlahir kembali ke dunia ini, di mana mereka harus menanggung akibatnya dalam kehidupan berikutnya atas apa yang telah mereka lakukan di masa lalu. Ajaran Buddha mengingkari adanya Tuhan dan yakin bahwa karma adalah kekuatan tersendiri yang mengatur segala sesuatu.
Karma adalah kata Sanskerta yang berarti “tindakan,” dan mengacu pada hukum sebab akibat. Menurut orang yang meyakininya, seseorang akan mengalami di masa yang akan datang apa yang telah ia lakukan di masa lalu, baik atau buruk. Masa lalu adalah kehidupan manusia sebelumnya; masa depan dianggap sebagai kehidupan baru yang akan dimulai setelah kematian. Menurut keyakinan ini, setiap orang yang miskin dalam kehidupan ini membayar dengan kemiskinannya harga kejahatan yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Keyakinan takhayul ini juga menyatakan bahwa dalam kehidupan berikutnya, seorang yang jahat bisa “diturunkan derajatnya” dalam kelahiran kembali sebagai binatang atau bahkan tanaman.
Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi. Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-duga. |
Salah satu akibat berbahaya dari keyakinan pada karma adalah bahwa ajaran ini mengajarkan bahwa ketidakberdayaan, kemiskinan, dan kelemahan saat ini merupakan hukuman untuk kejahatan akhlak seseorang. Menurut sistem kepercayaan ini, jika seseorang cacat, itu adalah karena ia telah menimbulkan luka yang serupa pada seorang yang lain dalam kehidupan sebelumnya sehingga ia pantas mendapatkannya. Keyakinan takhayul ini adalah alasan utama mengapa tatanan masyarakat yang tak adil berupa sistem kasta menguasai India selama berabad-abad. (Harus diingat bahwa karma adalah gagasan Hindu, dan ajaran Buddha sebenarnya muncul dari ajaran Hindu.) Karena sistem kasta itu didasarkan pada karma, orang yang miskin, sakit, dan cacat di India dibenci dan ditindas. Kelas penguasa berkasta tinggi yang kaya menganggap keistimewaan mereka sebagai hal alami dan adil.
Dalam Islam, bagaimana pun menjadi orang yang lemah bukanlah suatu pembalasan; ini diperoleh sebagai ujian dari Allah. Lebih jauh, orang lain mempunyai kewajiban amat penting membantu orang-orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, Islam, seperti halnya Yahudi dan Kristen, agama-agama lain yang didasarkan pada wahyu Tuhan namun kemudian diubah-ubah, memiliki perasaan yang kuat atas keadilan sosial. Akan tetapi, agama berdasar karma seperti Buddha dan Hindu mengizinkan adanya pembedaan dan membuat hambatan besar untuk perkembangan masyarakat.
Karma didasarkan pada keyakinan adanya kelahiran kembali: gagasan bahwa manusia kembali ke dunia dengan jiwa yang sama namun dalam tubuh yang berbeda. Gagasan tentang “roda kelahiran kembali” ini menganggap bahwa setiap kehidupan mempengaruhi kehidupan selanjutnya. Namun keyakinan ini tidak mampu menjawab satu pertanyaan: bagaimana karma itu terjadi? Jika ajaran Buddha tidak menerima adanya Tuhan, maka siapakah yang menilai kehidupan seseorang sebelumnya dan mengirimnya kembali ke dunia dalam tubuh yang baru? Pertanyaan ini tidak punya jawaban! Penganut Buddha percaya bahwa karma adalah “hukum alam” yang terjadi sendiri, serta merta, seperti gravitasi atau termodinamika. Padahal, adalah Allah-lah yang menciptakan seluruh hukum alam. Tidak ada hukum alam yang melihat apa yang diperbuat manusia di sepanjang kehidupan mereka, mencatatnya, dan menilai mereka setelah kematian atas dasar itu. Tidak ada hukum alam yang menentukan, sebagai hasil dari penilaian itu, jenis kehidupan baru apa yang akan dipunyai seseorang dan menciptakannya kembali sesuai itu; dan tidak ada hukum alam yang menjalankan proses ini dengan sempurna atas miliaran manusia, atau binatang. Jelas tidak ada hukum alam seperti itu sama sekali, sehingga proses seperti itu pun tidak mungkin ada.
Begitu banyak manusia di seluruh dunia percaya pada kelahiran kembali, meskipun tidak ada dasar yang masuk akal, karena mereka tidak punya keyakinan keagamaan. Karena mengingkari adanya kehidupan abadi setelah kehidupan, mereka takut pada kematian dan berpegang pada gagasan kelahiran kembali sebagai cara melarikan diri dari ketakutan mereka. Keyakinan pada kelahiran kembali, seperti halnya keyakinan pada karma, didasarkan pada kebahagiaan palsu bahwa kematian adalah sesuatu yang tak perlu ditakuti, dan bahwa setiap orang akan mampu mencapai tujuannya dalam kelahiran yang baru.
Jika reinkarnasi tidak terjadi sendiri, seperti hukum alam, maka jelaslah itu bisa terjadi hanya melalui tindakan penciptaan yang luar biasa. Namun tinjauan Al-Qur'an memberi tahu kita bahwa reinkarnasi tersebut adalah mitos. Kitab yang diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi umat manusia secara terbuka menyatakan bahwa reinkarnasi itu keliru belaka.
Seperti halnya segala hal lain, pandangan seorang Muslim mengenai filsafat karma harus didasarkan pada apa yang Allah katakan dalam Al-Qur'an, yang menyatakan hanya ada satu kelahiran dan kebangkitan. Setiap orang hidup hanya satu kali di dunia ini, lalu ia mati. Dalam ayat 62:8, Tuhan kita memberikan perintah berikut ini:
Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Seseorang dibangkitkan setelah kematian, dan menurut seluruh yang telah ia lakukan dan kerja yang ia perbuat, ia diberi ganjaran dengan surga yang abadi atau neraka yang tak berkesudahan. Ini berarti, bahwa manusia memiliki satu-satunya kehidupan di dunia ini, lalu sebuah kehidupan abadi di akhirat. Allah mengatakan sangat jelas dalam Al-Qur'an (21:95) bahwa setelah manusia mati, tidak akan ada yang kembali pada kehidupannya: “Sungguh tidak mungkin atas (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan, bahwa mereka akan sanggup berdiri kembali .” Dan begitu pula:
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan.
Seperti ditunjukkan ayat ini, ada umat manusia yang akan mati dengan harapan dilahirkan kembali, namun pada saat kematian mereka, dikatakan pada mereka bahwa ini mustahil sama sekali. Dalam ayat lain dalam Al-Qur'an (2:28), Allah mengatakan tentang kematian dan kebangkitan manusia:
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?
“Dan betapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? |
Allah mengatakan bahwa setiap manusia memulai sesuatu dari kematian, yakni, ia tercipta dari unsur tanah, air, dan lumpur yang tak bernyawa. Lalu, Allah “menyempurnakan dan menjadikan seimbang” zat tak bernyawa ini (Al-Qur'an, 82:7) dan menghidupkannya. Pada waktu tertentu setelah seseorang itu dihidupkan, kehidupan itu menemukan akhirnya, dan ia meninggal. Ia kembali ke bumi dan membusuk menjadi tanah, tempat ia menunggu pembangkitan akhir. Setiap orang akan dibangkitkan pada Hari Akhir, ketika, dengan mengingat bahwa pengembalian lain ke bumi adalah mustahil, ia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatan yang ia lakukan dalam kehidupannya. Dalam Al-Qur'an (44:56-57) Allah berfirman bahwa setelah seorang manusia datang ke dunia, ia akan mengalami hanya sekali kematian: “Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia. Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka, sebagai karunia dari Tuhanmu. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.”
“Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, | |
Sisa-sisa Petra di Yordania | Sisa-sisa Coliseum di Roma |
Ayat ini memperjelas bahwa kematian hanya datang satu kali. Tidak peduli seberapa besarkah manusia ingin mengatasi ketakutan akan kematian dan kehidupan setelah mati yang abadi dan menenangkan dirinya dengan keyakinan palsu tentang karma dan reinkarnasi, kenyataannya adalah bahwa mereka tidak akan kembali ke dunia ini setelah mereka mati. Setiap orang hanya akan mati satu kali, dan seperti dikehendaki Allah, akan mendapatkan kehidupan tak berakhir di akhirat. Menurut kebaikan atau kejahatan yang telah dilakukan seseorang, mereka akan diganjar dengan surga, maupun dihukum dengan neraka.
Selamanya adil, penuh kasih dan sayang, Allah memberikan pahala sempurna untuk apa yang telah dikerjakan setiap orang. Jika seseorang mencari ketenangan dalam keyakinan palsu karena takut mati atau kemungkinan masuk neraka, ia akan mengalami kegagalan. Setiap orang yang mempunyai kesadaran pemikiran, hati nurani, dan rasa takut tentang hal ini pasti akan kembali pada Allah dengan hati yang tulus jika ia berharap terjauh dari sakitnya neraka dan memasuki surga. Ia harus menyesuaikan kehidupannya dengan Al-Qur'an, pedoman sejati umat manusia.
Belum pernah menjadi tua atau muda, cantik atau kaya mampu mencegah setiap orang dari kematian, sehingga tak seorang pun bisa mengabaikan kenyataan kematian. Baik seseorang itu mengabaikan kenyataan tersebut atau tidak, kematian adalah sesuatu yang tidak pernah bisa mereka hindari.
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang selalu kamu lari lari darinya. (Qur'an, 50: 19)
Dengan membaca ayat ini, Anda mungkin merenungkan dekatnya kematian, mungkin kematian lebih dekat pada Anda daripada orang lain; dan Anda mungkin mati setelah Anda selesai membaca buku ini. Ia bisa datang tanpa alasan yang jelas, tanpa rasa sakit, kecelakaan, atau sebab ketuaan. Allah akan mengirimkan Malaikat Maut untuk datang pada saat Anda tiba dan mengambil jiwa Anda.
Kita harus selalu menanamkan dalam ingatan kita akan kenyataan penting ini dan tidak pernah menunda persiapan kematian. Al-Qur'an (63:11) mengingatkan kita bahwa “Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” Di sini, Allah memberi tahu kita bahwa kematian tidak bisa ditunda, dan dia menyebutkan kesedihan seseorang yang menemuinya:
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antaramu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat…” |
Menurut kepercayaan Buddha yang tak rasional, adanya alam semesta, manusia, kematian, dan kelahiran kembali adalah proses yang tak terkendali. Orang yang percaya tentang pernyataan tak masuk akal seperti ini jiwanya tidak seimbang. Mereka hidup dalam tekanan dan ketidakbahagiaan yang disebabkan gagasan menakutkan bahwa segala yang ada di dunia ini karena kebetulan. Padahal, Islam mengajarkan bahwa bahwa Allah mengendalikan segala yang terjadi di alam semesta. Orang yang memahami hal ini mempercayai Allah di setiap saat, hidup dalam kebahagiaan karena pertolongan dan perlindungannya. |
Keyakinan ajaran Buddha pada karma tidak memberi ruang pada keyakinan akan akhirat, surga, atau neraka. Keyakinan palsu dan sesat ini (gagasan akan kembalinya seseorang ke dunia setelah kematian terus menerus) bertentangan dengan apa yang diwahyukan Allah dalam Al-Qur'an. Dalam The Religions of India, Edward Washburn Hopkins, seorang profesor Sanskerta dan Ilmu Filsafat Perbandingan, menerangkan bahwa ajaran Buddha tidak percaya pada kehidupan akhirat:
… Cara pikir sistemnya sendiri membawa Buddha ke dalam pesimisme formal dan total, yang mengingkari hari akhirat bagi manusia yang tidak menemukan kebahagiaan dalam kehidupan ini… Dalam percakapannya dengan murid dan orang yang bertanya padanya, ia menggunakan segala cara untuk melarikan diri dari pertanyaan langsung yang berhubungan dengan takdir atau manusia setelah mati. Ia percaya bahwa Nirwana (kepunahan nafsu) membawa akhir sesuatu. Ia tidak percaya pada jiwa abadi… Apa yang berkali-kali dihimbaunya adalah bahwa setiap orang yang menerima ajaran karma tanpa bantahan atau kelahiran kembali sepenuhnya (yakni, bahwa untuk setiap dosa saat ini, hukuman akan mengikuti di kehidupan selanjutnya), harus berusaha keras untuk melarikan diri, jika mungkin, dari kelahiran kembali yang menyakitkan dan tak berujung itu…4
Dari beberapa tulisan ajaran Buddha, kita bisa mengumpulkan informasi berikut ini tentang akhirat:
Baik seseorang itu terlahir di surga, atau di berbagai tingkatan neraka, bentuk kehidupan di tempat-tempat ini hanyalah sementara, seperti halnya mereka di dunia, dan tidak abadi. Seperti halnya dalam agama Hindu, rentang waktu ketika… manusia tetap di tempat-tempat ini tergantung pada besarnya kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan selama di dunia. Ketika waktu yang ditentukan untuk mereka telah berakhir, mereka akan kembali ke dunia lagi. Surga dan neraka tidak lebih dari tempat hidup sementara di mana manusia menerima balasan perbuatan yang telah mereka lakukan sewaktu di dunia.5
Ajaran Buddha mengajarkan bahwa ada semacam surga dan neraka, sebagai ganjaran dan hukuman untuk apa yang telah dilakukan manusia. Namun karena keyakinan ini tidak berpegang pada agama wahyu, ia berisi pertentangan dan hal-hal tak masuk akal. Kesimpulannya, dan bertentangan dengan apa yang Allah wahyukan dalam Al-Qur'an, ajaran Buddha percaya bahwa surga dan neraka itu hanyalah sementara.
Kembali, salah satu sudut pandang tak logis kepercayaan ini adalah gagasan bahwa seluruh sistem di dunia ini terjadi dengan sendirinya. Menurut ajaran Buddha, seperti halnya terjadinya alam semesta dan manusia yang tak terkendalikan, begitu pula perputaran kehidupan dan kelahiran kembali. Tidak ada ruang dalam keyakinan ini untuk seorang Pencipta yang membuat dunia menjadi ada serta kehidupan di dalamnya, dan surga dan neraka, dan membalas manusia atas segala yang telah ia lakukan. Padahal, menerima adanya surga dan neraka sebagai tempat pahala dan hukuman diberikan, tapi tidak menjelaskan bagaimana tempat-tempat tersebut tercipta, benar-benar pernyataan yang sangat tak masuk akal dan tak bisa diterima.
Jadi, siapa yag memberi pahala dan hukuman? Atau lebih jauh lagi, bagaimana tempat itu tercipta? Filsafat karma tidak memberi penjelasan apa pun tentang bagaimana surga dan neraka bisa terjadi tanpa sang Pencipta. Kepercayaan takhayul ini telah diturunkan dari generasi ke generasi, tanpa dipertanyakan atau dijelaskan secara logis. Ajaran Buddha tidak punya penjelasan masuk akal tentang adanya alam semesta atau bagaimana ia berfungsi, dan tidak pula tentang asal muasal bukti seni penciptaan sempurna dalam seluruh makhluk hidup. Untuk alasan ini, ajaran Buddha tidak pernah bisa dianggap lebih dari sekedar gerakan mistis tanpa dasar logika, dan hanya didukung mitos.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” “Dan katakanlah: |
Satu-satunya sumber tempat kita bisa mempelajari kenyataan tentang kehidupan di dunia ini dan keyakinan pada akhirat adalah Al-Qur'an, yang diturunkan sebagai pedoman bagi manusia dan sunnah Nabi SAW.
Allah berkata dalam Al-Qur'an bahwa kehidupan di dunia ini adalah masa pengujian sementara untuk setiap orang, dan bahwa kehidupan akhirat itu adalah tempat tinggal yang abadi. Setiap orang akan mendapat balasan di surga atau neraka untuk semua perbuatan yang telah ia lakukan selama kehidupan yang ia jalani di dunia ini. Allah mengungkap kebenaran ini dalam firmannya (Al-Qur'an, 6:32):
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
Seseorang yang mengabdi kepada Allah, menyesuaikan kehidupannya dengan pedoman sejati yang telah Dia turunkan dan ajaran Nabi SAW, percaya dengan sepenuh hatinya bahwa pada Hari Akhir, ia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, dan akan menerima balasan surga abadi atau neraka yang tak berkesudahan. Allah telah memfirmankan hal ini pada umat manusia dalam kitab yang telah Dia turunkan dan nabi-nabi yang telah Dia pilih. Namun, ajaran Buddha adalah ajaran yang dibuat manusia, dibangun dari mulut ke mulut atas dasar filsafat yang diusulkan oleh satu orang.
Menggunakan alasan seorang manusia untuk mengubah apa yang datang dari Allah adalah kesalahan serius. Orang-orang yang memenuhi kepalanya dengan gagasan yang setengah matang tentang cara Buddha dan, demi keinginannya meniru artis pop favorit atau bintang filmnya, mulai mengikuti ajaran Buddha sebagai gaya, harus merenungkan hal ini dan membebaskan dirinya dari kesalahan mereka.
Dalam Al-Qur'an, Allah mewahyukan sifat orang-orang yang menyatakan bahwa tidak ada akhirat:
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan. (Qur'an, 7: 147)
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami (Al Qur'an) serta (mendustakan) menemui hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam siksaan (neraka). (Qur'an, 30: 16).
“Balasan” dan “siksaan” yang disebutkan dalam ayat-ayat ini akan dimulai pada saat kematian. Orang-orang yang mengetahui kesalahan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia akan merasakan kepedihan tak terperikan:
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman," (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (Qur'an, 6: 27)
Dan, sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin." (Qur'an, 32: 12)
“Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan) semuanya. Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Qur’an 15:43-44) “Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. (Qur’an 74:26-29) |
Bagaimana pun seringnya mereka mohon dan minta ampunan, mereka akan memulai kehidupan akhirat yang penuh dengan siksaan, tanpa tempat lari, maupun tempat kembali. Penyesalan mereka tidak akan diterima, dan tidak pula keinginan mereka untuk kembali ke dunia akan dipenuhi. Meskipun diperingatkan berkali-kali, orang-orang ingkar Tuhan yang tidak beriman, dan mengabdikan diri di depan patung-patung batu dan kayu yang mereka persekutukan dengan Allah, yang menganut filsafat sia-sia hanya sebagai pertunjukan untuk menarik perhatian orang lain; yang tidak takut pada Tuhan sebagaimana harusnya, akan memasuki penghinaan tak berkesudahan mulai saat mereka menemui Malaikat Maut. Ruh mereka akan dibawa dengan direnggut ke punggung dan sisi mereka, mereka akan diikat dengan belenggu dan dilemparkan ke neraka; ini akan menjadi awal hari akhirat mereka.
Allah tidak akan mengizinkan mereka bicara, dan suara mereka tidak akan lebih keras dari bisikan. (Al-Qur'an, 20: 108). Neraka akan menjadi tempat akhir seluruh orang yang tak percaya pada Tuhan, tidak meyakini kebangkitan atau akhirat, tetap durhaka meskipun telah diberi peringatan dan tidak menjalani kehidupan berakhlak. Ahli neraka, “dibelenggu bersama dengan rantai” (Al-Qur'an, 25:13), akan dilempar ke dalam “neraka yang ditutup rapat.” (Al-Qur'an, 90:20) dan hidup dalam kegelapan asap hitam tebal. Mereka akan mendengar api yang menggelora keras sewaktu menggelegak dan menemukan manusia yang menjerit di dalamnya. Kesakitan mereka yang tanpa akhir tidak pernah dipulihkan, meskipun mereka merajuk, yang menyebabkan mereka berada dalam kecemasan yang tak terlukiskan.
Secara jasmaniah, penghuni neraka akan mempunyai penampilan mengerikan. Mereka akan diikat dengan belenggu dan rantai, dan mata mereka akan kuyu, gelap karena penghinaan. Suatu angin panas akan membakar kulit mereka, yang akan terus diganti untuk dibakar lagi, seperti digambarkan Allah dalam ayat 4:56, “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab.” Mereka akan dipukul dengan gada dari besi dan diikat dengan “rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta” (Al-Qur'an, 69:32). Muka, sisi, dan punggung mereka akan dikepung dalam api. Air mendidih akan disiramkan pada kepala mereka, dan mereka akan mengenakan pakaian dari ter.
Al-Qur'an juga menceritakan tentang makanan dan minuman mengerikan yang disediakan untuk orang-orang di neraka. Allah menyatakan dalam ayat 69:36 bahwa “tidak ada makanan sedikit pun (untuk mereka) kecuali dari darah dan nanah” yang hampir tidak bisa ditelan manusia di dunia ini. Di neraka yang telah mereka masuki karena melupakan Allah dan mengejar nafsunya di kehidupan ini, mereka akan diberi minum air mendidih yang dicampur nanah. Dan karena tidak ada yang dapat melewati tenggorokan mereka yang robek, mereka tidak mampu menelan. Di neraka. Allah juga akan membuat para pendosa memakan semak pahit berduri dan Zaqqum (pohon neraka):
Sesungguhnya pohon Zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. Seperti kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, (Qur'an, 44: 43-45)
Untuk orang-orang yang percaya pada Allah dan kembali kepada-Nya, mereka tidak akan dilaknat dengan keadaan ini, melainkan akan melewati hisab yang mudah. Karena mereka tidak mengikuti filsafat yang sia-sia, dan, karena mencari ridha Allah dan takut pada siksaan-nya di neraka, hidup menurut Al-Qur'an, mereka akan mendapatkan balasan abadi dan diterima di surga, bebas dari rasa takut, kepahitan dan kesedihan. Pada hari itu, Allah berkata, wajah-wajah orang beriman akan bersinar. Seperti yang Allah katakan dalam Al-Qur'an (39:71-73):
Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam dalam rombongan demi rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab: "Benar (telah datang)." Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. Dikatakan (kepada mereka), "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu,, kamu kekal di dalamnya." Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga dalam rombongan demi rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka maka berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, kamu kekal di dalamnya."
Setiap orang harus memperhatikan dengan seksama peringatan Allah yang terus diberikan bahwa hari hisab tengah mendekat, bahwa “hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya.” (Al-Qur'an, 22:7). Dalam ayat lainnya, Allah berkata:
Telah dekat kepada manusia hari penghisaban segala amalan mereka, ketika mereka berada dalam kelalaian dan berpaling (darinya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Qur'an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, tapi mereka mempermainkan. (Qur'an, 21: 1-2)
Pada hari itu, orang-orang yang baik akan menerima ganjaran sempurna untuk perbuatan mereka, sedangkan setiap orang yang melakukan kejahatan akan menginginkan akan ada rentang waktu yang jauh antara mereka dengan hari itu. Setiap pribadi akan menghadirkan diri sendiri-sendiri ke hadapan Allah, di mana mereka akan diadili dengan keadilan sempurna:
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan. (Qur'an, 21: 47)
Seluruh filsafat buatan manusia adalah tipu daya yang menjauhkan manusia dari kepercayaan akan adanya Allah dan dari penghambaan pada-Nya. Pemahaman ajaran Buddha tentang akhlak yang hanya bersifat kulit luar saja sepenuhnya bertentangan dengan pola alamiah manusia. Di satu sisi, agama ini membiarkan manusia menghindari siksaan hati nurani yang datang karena tidak punya agama, sehingga menjadi sumber spiritualitas yang palsu. Orang-orang yang percaya pada ajaran Buddha menghibur dirinya dengan anggapan bahwa mereka telah mencapai kesempurnaan jiwa dengan menyebabkan rasa sakit atas diri mereka dan mengingkari kebutuhan tubuh. Akan tetapi, satu kebenaran dasar yang tidak mereka perhatikan: bahwa manusia harus mengakui bahwa mereka adalah hamba Tuhan. Perbuatan yang baik akan bernilai hanya jika dilakukan untuk secara sadar mengabdi pada Allah dan mendapat ridha-Nya. Mengekang keinginan dan kehendak hati membawa nilai besar, namun hanya jika dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah, dan hingga tingkat yang Dia bolehkan. Bagi mereka yang melakukan upaya ini tanpa pandangan mencapai ridha-Nya, Allah berkata bahwa “mereka itu sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat.” (Al-Qur'an, 2:217)
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya..” |
Orang-orang yang menerima gagasan karma percaya bahwa perputaran kelahiran kembali tidak akan pernah berakhir, bahwa mereka hidup kembali setelah tiap kematian, hingga mereka mencapai nirwana. Dan, dengan demikian mereka beranggapan bahwa di depan mereka ada peluang yang tak terbatas. Oleh sebab itu, jika seseorang memutuskan melakukan dosa, ia mungkin berpikir ia akan mampu menebusnya di kehidupan berikutnya, meskipun kehidupan berikutnya itu lebih buruk dari yang ada sekarang. Sebuah pemahaman yang didirikan atas dasar keliru seperti ini tidak bisa menghambat seseorang melakukan kejahatan.
Keterikatan dengan dunia ini adalah kelemahan utama manusia. Mereka percaya pada gagasan sesat seperti reinkarnasi terutama karena mereka tidak ingin menyerah pada godaan duniawi. Oleh karena itu, hanya jika seseorang memiliki pandangan yang tepat tentang sifat sesungguhnya dari kehidupan duniawilah ia bisa secara tajam mengubah perilakunya agar hidup dengan akhlak terpuji.
Setiap orang yang sadar akan sifat sesungguhnya kehidupan di dunia ini mengetahui bahwa ia telah diciptakan untuk mengabdi pada Tuhan, Pelindung dan Penolognya, yang telah menciptakan baik dirinya maupun alam semesta. Juga, ia tahu bahwa Allah akan memikulkan tanggung jawab atas pemikiran, perkataan, dan perbuatannya, dan bahwa ia harus mempertanggungjawabkannya pada Allah setelah kematiannya. Allah mengungkapkan alasan penciptaan kehidupan dunia ini dalam Al-Qur'an (67:2): “(Dialah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun.”
Seperti dinyatakan ayat ini, Allah telah menciptakan manusia dan menempatkannya di satu kehidupan ini untuk sementara sebagai ujian. Di sini, Allah mencoba kita dengan hal-hal yang terjadi pada kita, dan membuat kehidupan kita berlanjut untuk memisahkan orang beriman dari orang tak beriman, untuk memurnikan mereka dari dosa-dosa mereka, dan menunjuki mereka pada nilai-nilai akhlak yang mengantarkan ke surga. Dengan kata lain, dunia ini hanyalah sebuah tempat pelatihan, tempat kita bisa memenangkan ridha Allah.
Dalam Al-Qur'an, ayat 2:21, Allah berfirman bahwa Dia telah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”
“Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk?…” (Qur’an 10:35) |
Allah dengan jelas telah menunjukkan batas yang tidak boleh dilalui manusia, dan jenis perilaku yang akan mendapat ridha-Nya dan jenis yang tidak akan diridhai. Atas dasar perilakunya di dunia, manusia akan mendapat ganjaran atau hukuman di kehidupan abadi yang akan datang. Ini berarti bahwa setiap saat dalam kehidupan ini membawa kita makin dekat baik ke neraka atau surga. Allah mengingatkan hamba-Nya tentang kenyataan ini dan memperingatkan mereka akan hari tersebut dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an, termasuk berikut ini (59:18):
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
“… Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka...” |
Atas: Kitab-kitab Buddha menganjurkan semedi sebagai cara terbaik mencapai rasa sejahtera dan menghindari kecemasan setiap hari. Padahal ini sangat menipu. Orang yang melakukan semedi untuk mendorong masalah keluar dari pikirannya akan berhadapan dengan kecemasan yang sama ketika semedi itu berakhir. Mencoba melupakan kecemasan mungkin bisa menenangkan diri sementara waktu, namun tidak menghilangkannya. “Bius” sementara atas otak tidak ada gunanya. Satu-satunya jalan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan adalah tunduk pada takdir yang telah ditentukan oleh Satu-satunya Tuhan yang benar. Orang beriman yang mengetahui bahwa tak selembar daun pun jatuh kecuali karena kehendak Allah, mengetahui pula bahwa segalanya yang terjadi padanya hanyalah cobaan. Sepanjang kehidupannya, seseorang diuji dengan segala hal yang ia alami dan dengan segala perbuatan yang ia lakukan. Dan dalam kehidupan ahirat yang akan ditemuinya, sebagian besar dari yang akan diterimanya hanyalah balasan bagi kebaikannya. |
Orang-orang beriman yang takut pada siksaan Allah, hanya mengabdi kepada-Nya, mematuhi perintah-Nya dengan mutlak, menghindari kejahatan dan bertindak dengan cara yang akan diridhai oleh Allah. Terikat pada Allah dengan ikatan cinta yang kuat, takut kepada-Nya dan peduli pada perintah-Nya dan teguh mengabdi pada-Nya, adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan keunggulan akhlak yang harus dilakukan seseorang. Dia tidak akan pernah mempertanyakan tujuan itu meskipun bertentangan dengan keinginannya. Dia mungkin punya beberapa akhlak baik yang bertentangan, namun ini akan terbatas, berumur pendek, atau tergantung pada keadaan tertentu.
Ajaran Buddha juga menganjurkan perbuatan baik, tentu saja, tapi perbuatan tersebut tak punya nilai di mata Tuhan. Nilai apakah yang ada dalam perbuatan baik seseorang terhadap lingkungannya jika dia tidak bersyukur kepada Allah, mengingkari keberadaan Zat yang telah menciptakannya dari ketiadaan? Agar perbuatan memiliki nilai, semuanya harus dilakukan dengan keimanan kepada Allah, dengan sebuah tujuan untuk mendapatkan ridha-Nya, dalam takut kepada kemuliaan-Nya, kepatuhan, dan dengan kesadaran akan kekuasaan-Nya. Untuk itu, sifat akhlak orang beriman yang unggul tidak boleh bersandar pada hal yang tidak masuk akal. Ibadah mereka berkesinambungan dan tak terkotori oleh apa pun, seperti diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an:
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya. (Qur'an, 19: 76)
Saat ini, gerakan mistis seperti semedi/meditasi dan yoga sangat populer di Barat. Namun, jalan yang benar menuju kedamaian nurani, kebahagiaan, dan hati yang baik tidaklah ditemukan dalam pembiusan otak sementara itu, melainkan datang dari mengimani Allah, tunduk kepada-Nya dengan hati yang beriman, dan menjalani jalan yang akan diridhai-Nya. |
Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah keta'atan itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah? (Qur'an, 16: 52)
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Qur'an, 18: 46)
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka.” “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku…” … (Bukan karena itu) sebenarnya kami melihat nenek moyang kami berbuat demikian". |
Di sekitar kuil Buddha, Anda bisa melihat ratusan bendera doa yang diikatkan pada tali. Menurut kepercayaan takhayul ini, doa yang dituliskan pada bendera paling mungkin dikabulkan jika dibawa angin. Seperti gagasan Buddha lainnya, ini melulu mitos belaka. Karena mengingkari keberadaan Tuhan, umat Buddha tak mampu menerangkan kepada siapa mereka berdoa dan mengapa. Dalam Al-Qur'an, Allah mengingatkan kita bahwa hanya doa yang dimohonkan pada Allah, satu-satunya Tuhan, akan diterima. |
Manusia harus waspada akan tumbuhnya keterikatan pada perhiasan kehidupan yang sementara dan menipu ini karena kehidupan di dunia ini sangatlah pendek. Kekayaan, kecantikan, dan harta dunia tidak ada nilainya untuk akhirat. Tubuh mereka yang terkubur akan membusuk; waktu akan menghancurkan harta benda. Setiap orang akan dibawa ke hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahkan, jika Anda menanyakan pada seorang berusia tiga puluh tahun apa yang telah ia alami hingga saat ini, ia akan berkata bahwa kehidupannya telah ia lalui sangat cepat. Ia mungkin hidup hingga tiga puluh atau lima puluh tahun lagi dalam cara yang sama, sebelum kehidupannya berakhir.
a) Umat Buddha dengan tekun melakukan tradisi yang diwarisi dari leluhur mereka; mereka menghabiskan hari demi hari memohonkan doa di sekitar kuil dan memutar-mutar roda permohonan. Namun jika menganggap cara ini merupakan jalan keselamatan, pemeluk Buddha benar-benar telah tertipu. Patung kayu dan batu tempat mereka membungkuk, membakar dupa, dan berdoa tidak dapat mendengar permohonan atau menjawab doa-doa mereka. b) Upacara-upacara aneh yang dilakukan di tempat-tempat yang dipersembahkan pada nama Sang Buddha menunjukkan kesesatan kepercayaan pemeluk Buddha. Dalam upacara-upacara sesat ini, patung batu Buddha disembah, meskipun mereka tak punya kekuatan untuk memberi kebaikan atau pun membahayakan mereka. Tidak masuk akal mengharapkan pertolongan dari patung-patung ini, tapi orang yang telah tercuci otaknya oleh ajaran Buddha telah mencapai suatu titik di mana mereka tidak mampu lagi mengetahui omong kosong ini. c) Kepercayaan dan upacara-upacara ajaran Buddha membuat manusia sakit secara rohani, tanpa mengindahkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, keindahan, atau pun peradaban secara umum. Mereka sudah demikian tertipu dalam kepercayaannya, sehingga mereka beribadah dengan lilin terbakar. d) Menurut ibadah Buddha, kalung manik-manik seperti dalam gambar ini adalah suci. Umat Buddha mengulang-ulang doa pada sang Buddha jutaan kali (mereka tidak akan pernah mendapat apa pun dari doa-doa mereka). Umat ini, yang telah melupakan Tuhan, berharap pertolongan dari hamba tak berdaya yang telah diciptakan Tuhan, dan membawa dirinya sendiri pada penderitaan besar jika tidak meninggalkan keyakinan sesat mereka. e) Biksu Buddha harus menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang amat berbeda dengan yang diikuti orang beragama Buddha biasa. Setelah makan siang, mereka tidak makan apa-apa lagi hingga keesokan harinya, dan harus bersemedi tiap malam tanpa berhenti. Kebiasaan aneh ini tidak ditemukan dalam agama yang benar. Sebaliknya Allah selalu memerintahkan apa yang mudah bagi hamba-hamba-Nya; dalam Al-Qur'an Dia berkata: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.”(Qur'an, 92: 5-7) f) Umat Buddha melakukan ibadah aneh di depan patung Buddha. Di sini, salah satu jemaatnya bersujud di tanah menunjukkan penghormatan. Hal pertama yang mereka lakukan setelah memasuki kuil adalah membungkuk di depan patung Buddha dan menyentuhkan mukanya ke lantai. g) Sebuah terompet sepanjang 4,5 meter yang disebut radong sangat penting dalam ibadah Buddha dan digunakan selama upacara mereka. Ajaran Buddha telah berubah menjadi agama upacara, ritual, dan perayaan yang menyebabkan masyarakat merugi besar, baik di dunia maupun di akhirat nanti. |
Dalam beberapa ayat, Allah mengundang perhatian kita bahwa jangka kehidupan di dunia ini pendek. Dia memberitahu kita bahwa di akhirat manusia secara terbuka akan mengakui hal ini:
Dan (ingatlah) akan hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia, selain) hanya sesaat di siang hari… (Qur'an, 10: 45)
Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa bahwa mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja). Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran). (Qur'an, 30: 55)
a)Meskipun ajaran Buddha mempunyai ribuan aturan dan upacara, tak satu pun menunjukkan keyakinan pada akhirat yang abadi, sehingga menyebabkan kerusakan rohani yang besar pada orang yang terperosok dalam kesesatannya. Di samping sifat takhayulnya, perbuatan tak adil umat Buddha menunjukkan kurangnya keikhlasan. Di tempat ajaran Buddha tersebar luas, banyak yang menderita kemiskinan parah, tapi tidak ada uang yang disisihkan dari pembangunan kuil kafir yang dipersembahkan pada Buddha. Penolakan kebenaran tentang akhirat menyebabkan umat Buddha mengalami keruntuhan akhlak dan rohani, mengasingkan mereka dari dunia luar, menyebabkan mereka tak peduli keadilan atau mempedulikan orang lain. Orang yang punya pandangan gelap dan suram ini tak mampu menemukan atau menerapkan pemecahan yang cerdas atas masalah-masalah masyarakat. b) Dalam waktu tertentu, ajaran Buddha terlihat merupakan jalan akhlak yang tinggi, pertolongan sesama dan pengorbanan diri. Padahal kenyataannya, orang-orang yang hidup dalam penderitaan di negara-negara Buddha seperti Nepal, Tibet, dan Kamboja jelas menunjukkan bahwa pertolongan sesama dan pengorbanan diri ini bukanlah kenyataan. c-d) Nepal adalah salah satu negara tempat di mana ajaran Buddha adalah yang terkuat, tapi rakyat Nepal sangat miskin. Di daerah Mustang di pinggang pegunungan Himalaya, rakyat hidup di rumah-rumah kumuh yang terbuat dari lumpur. |
Akan sangat tidak bijaksana jika seseorang ditipu oleh daya tarik sementara kehidupan duniawi yang pendek ini dan tak memberi perhatian pada akhirat. Hari ketika manusia akan mempertanggungjawabkan diri pada Allah adalah kenyataan. Dalam Al-Qur'an (10:7-8), Allah memerintahkan:
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.
Namun bagi orang-orang yang tidak diperbodoh oleh kehidupan dunia dan memiliih hidup yang abadi di akhirat, Allah memberikan kabar gembira;
Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (Qur'an, 42: 20)
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami coba mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Qur'an, 20: 131)
“Dan mereka menyembah selain dari Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah…" “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah…” |
1- Ebu Davud, Edeb 20 ; Müslim, Cihad 6; Kütüb-i Sitte, 7. cilt, s. 294
2- Ramuz El-Ehadis, cilt 1, s. 137
3- Buddhism, The Catholic Encyclopedia, cilt 3, Copyright © 1908 by Robert Appleton Company Online Edition Copyright © 1999 by Kevin Knight, http://www.newadvent.org
4- Edward Washburn Hopkins, The Religions of India, Boston, 1995, s. 319
5- Dr. Ali İhsan Yitik, Hint Kökenli Dinlerde Karma İnancının Tenasüh İnancıyla İlişkisi, s.130-131