Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (QS. Maryam, 19: 98)
Manusia berada di bumi untuk diuji. Sepanjang sejarah, risalah yang murni dan wahyu yang disampaikan kepada manusia oleh para utusan-Nya memberi panduan bagi manusia. Para utusan dan kitab-kitab ini senantiasa mengajak manusia ke jalan yang benar, jalan Allah. Saat ini, tersedia kitab Allah terakhir, satu-satunya wahyu-Nya untuk manusia yang tak berubah: Al Quran.
Dalam Al Quran, Allah memberi tahu kita bahwa Dia menunjukkan jalan yang lurus kepada semua manusia di sepanjang sejarah dunia dan memberi peringatan melalui para utusan-Nya tentang hari penghisaban dan neraka. Namun, sebagian besar manusia mencela para nabi yang diutus kepada mereka dan menunjukkan permusuhan kepada mereka. Kesombongan mereka mengundang kemurkaan Allah atas diri mereka dan dengan sangat tiba-tiba mereka disapu dari muka bumi. Berikut adalah ayat tentang ini:
Dan (Kami binasakan) kaum Ad dan Tsamud dan penduduk Ar-Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum-kaum tersebut. Dan Kami jadikan bagi masing-masing mereka itu benar-benar telah Kami binasakan sehancur-hancurnya. Dan sesungguhnya mereka (kaum musyrik Makkah) telah melalui sebuah negeri (Sodom) yang (dulu) dihujani dengan hujan yang sejelek-jeleknya (hujan batu). Maka apakah mereka tidak menyaksikan runtuhan itu; bahkan adalah mereka itu tidak mengharapkan akan kebangkitan. (QS. Al Furqan, 25: 38-40)
Berita tentang manusia terdahulu, yang merupakan sebagian besar dari Al Quran, tentunya merupakan salah satu pokok wahyu untuk direnungkan. Pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman mereka dinyatakan sebagai berikut dalam Al Quran:
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (QS. Al An aam, 6:6)
Ayat lainnya yang ditujukan kepada kaum yang memahami yang dapat mengambil peringatan dan menaruh perhatian adalah sebagai berikut:
Dan berapa banyaknya umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjelajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. (QS. Qaaf, 50: 36-37)
Dalam Al Quran, Allah memberi tahu kita bahwa berbagai peristiwa penghancuran ini seharusnya menjadi peringatan bagi generasi berikutnya. Hampir semua kehancuran kaum dahulu yang diceritakan di dalam Al Quran dapat diidentifikasi, berkat kajian arsip dan temuan arkeologis saat ini, dan dengan demikian dapat dipelajari. Namun, merupakan kekeliruan besar jika hanya mengembangkan pendekatan historis dan ilmiah saat mengkaji jejak-jejak peristiwa di dalam Al Quran ini. Sebagaimana dinyatakan di dalam ayat berikut, setiap peristiwa ini merupakan peringatan untuk diambil pelajaran darinya.
Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang dimasa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah, 2: 66)
Akan tetapi, kita seharusnya mempertimbangkan sebuah fakta penting: Kaum-kaum yang menolak mematuhi perintah Allah tidak tertimpa amarah Allah secara tiba-tiba. Allah mengirim para utusan kepada mereka untuk memberi peringatan, sehingga mereka menyesali kelakuan mereka dan berserah diri kepada-Nya. Bahwa semua kesulitan yang menimpa manusia adalah peringatan tentang azab yang pedih di akhirat dinyatakan dalam Al Quran:
Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar, mudah-mudahan mereka kembali. (QS. As-Sajdah, 32:21)
Kehancuran sering mengikuti ketika peringatan ini tidak menimbulkan tanggapan dalam masyarakat tersebut dan penentangan meningkat. Semua masyarakat ini dihukum oleh murka Allah. Mereka lenyap dari halaman sejarah dan digantikan oleh generasi baru. Masyarakat ini sebenarnya telah menerima kenikmatan yang dikaruniakan Allah, menjalani hidup dalam kemakmuran, memperturutkan hati menikmati semua kesenangan dan, saat melakukan semua itu, tidak pernah menyibukkan diri dengan mengingat Allah. Mereka tidak pernah merenungkan fakta bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti akan berakhir. Mereka mengecap kehidupan dan tidak pernah memikirkan tentang kematian dan hal-hal setelahnya. Bagi mereka, segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan duniawi terasa abadi. Akan tetapi, kehidupan abadi yang sebenarnya adalah setelah kematian. Mereka tidak mencapai apa pun dengan cara pandang kehidupan seperti ini; namun, sejarah memberikan cukup bukti tentang kehancuran mereka yang pahit. Walau telah berlalu ribuan tahun, kenangan mereka tetap sebagai peringatan, yang mengingatkan generasi sekarang tentang akhir dari mereka yang menyimpang dari jalan Pencipta mereka.
Tsamud adalah salah satu dari bangsa yang dimusnahkan karena kesombongan terhadap wahyu ilahi dan mengabaikan peringatan-peringatan Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran, kaum Tsamud dikenal dengan kemakmuran dan kekuatannya dan mereka merupakan sebuah negeri yang unggul dalam seni.
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ´Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (QS. Al Araaf, 7: 74)
Pada ayat lain, lingkungan sosial kaum Tsamud digambarkan sebagai berikut:
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini dengan aman, di dalam kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. (QS. Asy-Syuaraa, 26: 146-149)
Karena bergembira ria dalam kemakmuran, kaum Tsamud menjalani hidup yang mewah. Dalam Al Quran, Allah menyebutkan bahwa nabi Shalih dikirim untuk memberi peringatan kepada mereka. Nabi Shalih adalah orang yang dikenal di kalangan kaum Tsamud. Kaumnya, yang tidak mengira ia akan menyerukan agama yang hak, terkejut atas ajakannya agar mereka meninggalkan kesesatan. Sebagian kecil masyarakat menuruti panggilan Shalih, tetapi kebanyakan tidak menerima perkataannya. Khususnya, para pemuka kaum menolak Shalih dan memusuhinya. Mereka mencoba menyakiti siapa saja yang mempercayai Shalih dan menekan mereka. Mereka murka kepada Shalih karena dia menyeru mereka untuk menyembah Allah. Kemurkaan ini bukan hal yang khusus pada kaum Tsamud saja: mereka hanya mengulangi kesalahan yang telah dilakukan oleh kaum Nuh dan Ad yang mendahului mereka dalam sejarah. Karena itulah, Al Quran menyebutkan ketiga kaum ini sebagai berikut:
Belumkah sampai kepadamu berita orang-orang sebelum kamu (yaitu) kaum Nuh, ´Ad, Tsamud dan orang-orang sesudah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah. Telah datang rasul-rasul kepada mereka (membawa) bukti-bukti yang nyata lalu mereka menutupkan tangannya ke mulutnya (karena kebencian), dan berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu disuruh menyampaikannya (kepada kami), dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keragu-raguan yang menggelisahkan terhadap apa yang kamu ajak kami kepadanya". (QS. Ibrahim, 14: 9)
Kaum Tsamud berkeras untuk bersikap angkuh dan tidak pernah mengubah perilaku mereka terhadap nabi Shalih dan malahan merencanakan untuk membunuhnya. Shalih memperingatkan mereka lebih jauh dengan mengatakan: Adakah kamu akan dibiarkan tinggal disini dengan aman, (QS. Asy-Syuaraa, 26: 146). Memang, kaum Tsamud meningkatkan penyelewengan mereka karena tidak sadar akan azab Allah dan menantang Nabi Shalih dengan sombong dan penuh kegirangan:
Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus. (QS. Al Araaf, 7: 77)
Nabi Shalih memberi tahu mereka, dari wahyu Allah, bahwa mereka akan dibinasakan dalam waktu tiga hari. Tiga hari kemudian, peringatan Nabi Shalih menjadi kenyataan dan kaum Tsamud pun musnah.
Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud.
Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud. (QS. Huud, 11: 67-68)
Menyedihkan, kaum Tsamud membayar ketidakpatuhan mereka terhadap nabi mereka dengan kehancuran. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan dan karya-karya seni yang mereka hasilkan tidak dapat melindungi mereka dari hukuman. Kaum Tsamud dihancurkan dengan azab yang memilukan sebagaimana semua kaum lain yang menolak keimanan sebelum dan sesudah mereka. Singkatnya, akhir mereka sesuai dengan tingkah laku mereka. Mereka yang ingkar dihancurkan sama sekali, dan mereka yang patuh menerima kebebasan abadi.
Dengan sejarah 2000 tahun, kaum Tsamud membangun sebuah kerajaan dengan bangsa Arab lainnya, kaum Nabatea. Hari ini, di Lembah Rum, yang juga disebut. Lembah Petra, di Yordania, masih dapat dilihat contoh terbaik dari pahatan batu bangsa-bangsa ini. Di dalam Al Quran, kaum Tsamud juga disebutkan dengan keahlian mereka memahat batu. |
Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan öenjadikan kamu pengganti-pengganti sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan'' (QS. Al A'raaf, 7: 176) |
Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir. (QS. Saba, 34: 15-17)
Sebagaimana dituturkan dalam ayat di atas, kaum Saba tinggal di wilayah yang dikenal dengan kebun-kebun dan kebun anggur yang indah dan subur. Di negeri seperti itu, di mana standar kehidupan sangat baik, seharusnya mereka bersyukur kepada Allah. Namun, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, mereka berpaling dari Allah. Karena mereka mengaku-aku semua kemakmuran mereka sebagai milik mereka semata, mereka kehilangan semuanya. Sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, banjir Arim menghancurkan seluruh negeri mereka.
Bendungan Ma'rib merupakan hasil teknologi yang sangat maju. Namun, bendungan itu ruhtuh dan ''banjir Arim'' menghancurkan kaum Saba'dan tanah mereka.
| Ratu Puabi boleh jadi telah dikuburkan bersama kekayaan yang tak terhitung, namun itu tidak menyelamatkan jasadnya dari kehancuran hinnga tinngal kerangka.
|
Sumeria merupakan gabungan negara-negara kota di sekitar Tigris dan Eufrat bawah yang sekarang merupakan Irak selatan. Di masa kini, daratan yang akan sering ditemui mereka yang melakukan perjalanan ke Irak selatan hanyalah padang pasir yang sangat luas. Sebagian besar daratan, kecuali kota-kota dan daerah-daerah yang telah dihutankan, diselimuti pasir. Padang pasir ini, tanah asal bangsa Sumeria, telah ada sejak ribuan tahun. Negeri mereka yang jaya, yang kini hanya dapat ditemui di buku-buku pelajaran, sama nyatanya dengan peradaban mana pun sekarang. Bangsa Sumeria hidup sebagaimana kita saat ini dan menciptakan karya-karya arsitektur yang luar biasa. Dalam sebuah pengertian, kota-kota yang luar biasa indahnya yang dibangun oleh bangsa Sumeria adalah bagian dari warisan budaya bagi zaman kita.
Di antara apa yang tersisa dari peninggalan budaya Sumeria, kita mendapatkan informasi tentang penguburan yang rumit yang dilakukan untuk Puabi, salah satu ratu mereka. Penggambaran yang hidup tentang upacara besar ini dapat ditemukan pada banyak sumber dan mereka menceritakan bahwa jasad sang ratu dihiasi secara luar biasa. Jenazahnya dikenakan kain yang dihiasi dengan manik-manik dari perak, emas dan batu-batu mulia, serta untaian mutiara. Di kepalanya dipasang rambut palsu dan mahkota berhiaskan daun-daun emas. Sejumlah besar emas juga ditempatkan di makam tersebut.11 Singkatnya, Ratu Puabi, sebuah nama yang penting dalam sejarah Sumeria, dikuburkan dengan harta benda yang luar biasa. Menurut penuturan, kekayaan yang, kekayaan yang tak ternilai ini dibawa ke makamnya dengan prosesi tentara dan pelayan. Ratu Puabi mungkin telah dikubur bersama kekayaan yang tak terhitung, tetapi itu tidak menyelamatkan jasadnya dari membusuk hingga tinggal kerangka.
Seperti semua orang lain di kerajaannya, yang mungkin dihinanya karena kemiskinan mereka, jasadnya meluruh di bawah tanah menjadi massa bakteri yang membusuk. Ini tentunya merupakan contoh yang mengesankan yang menunjukkan bahwa harta dan kekayaan di dunia tidak dapat menjamin agar selamat dari akhir yang menyedihkan.
Daratan dan lautan mungkin saja terhampar relatif tenang selama berabad-abad. Lalu, sebuah pelengkungan tanah tiba-tiba melepaskan bencana. Barangkali tidak ada kejadian yang menggambarkan kengerian seperti itu begitu nyata sebagaimana malapetaka di Thera kuno. Yang terjadi di sana mungkin merupakan letusan vulkanik terdahsyat dalam sejarah. Menjulang tinggi di atas Laut Aegea sekitar 3.500 tahun yang lalu, gunung api setinggi satu mil membentuk sebuah pulau sepanjang 10 mil. Di sana tampak sebuah peradaban besar yang berpusat sekitar tujuh puluh mil di utara pulau Kreta. Pada puncaknya, barangkali 30.000 orang hidup di Akrotiri, kota utama Thera, di mana berdiri istana berhiasan lukisan dinding dan dari mana dikirim kapal-kapal penuh barang dagangan. Walaupun para ilmuwan masih belum dapat memastikan waktu tepatnya yang diperkirakan antara 1470 hingga 1628 SM mereka mengetahui rangkaian peristiwanya. Goncangan-bumi ringan diikuti oleh gempa hebat, gempa susulan, dan sebuah ledakan yang gemanya terdengar hingga ke Skandinavia, Teluk Persia, dan Karang Gibraltar.12 Gelombang pasang menyerbu dan menghancurkan Amnisos, teluk Knossos. Hari ini, hanya sisa-sisa dari istana yang megah tersebut yang tersisa.
Peradaban Mino, salah satu peradaban terpenting di masa itu, kemungkinan besar tidak pernah mengira akhir yang begitu drastis. Mereka yang menyombongkan kekayaan dan harta mereka kehilangan segala milik mereka. Allah menekankan di dalam Al Quran bahwa akhir yang drastis dari berbagai peradaban kuno seperti itu hendaknya direnungkan oleh masyarakat sekarang:
Dan apakah tidak menjadi petunjuk bagi mereka, berapa banyak umat sebelum mereka yang telah Kami binasakan sedangkan mereka sendiri berjalan di tempat-tempat kediaman mereka itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah). Maka apakah mereka tidak mendengarkan? (QS. As-Sajdah, 32: 26)
Bagi ahli sejarah, sisa-sisa Pompei merupakan kesaksian yang mengguncang dari penyelewengan susila yang pernah berlaku di sana. Bahkan jalan-jalan raya kota Pompei, lambang kemerosotan moral dari Kekaisaran Romawi, menunjukkan kesenangan dan kenikmatan yang diperturutkan oleh kota ini: jalan raya yang pernah begitu sibuk dan dipenuhi banyak kedai minuman, klab malam, dan rumah bordil, masih memberikan kilasan yang ditinggalkan malapetaka tersebut pada kehidupan sehari-hari.
Di sini, di tanah yang sekarang diselimuti debu vulkanis, pernah ada banyak peternakan yang makmur, kebun anggur yang subur, dan rumah musim panas yang mewah. Karena berlokasi di antara lereng Gunung Vesuvius dan laut, Pompei menjadi tempat wisata musim panas favorit bagi orang-orang kaya Romawi yang melepaskan diri dari ibu kota yang terik. Tetapi, Pompei menjadi saksi atas salah satu letusan gunung api paling menakutkan dalam sejarah, melenyapkan kota itu dari muka bumi. Kini, sisa-sisa penghuni kota ini sesak napas karena uap beracun dari Vesuvius saat mereka melakukan kegiatan harian seperti biasa dengan sangat hidup menggambarkan detail mengenai cara hidup bangsa Romawi. Bencana tersebut melanda Pompei, juga kota tetangganya, Herculaneum, pada suatu hari musim panas, pada saat daerah itu dipadati orang-orang kaya Romawi menghabiskan musim dalam villa-villa mereka yang megah.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 24 Agustus 79 M. Penyelidikan di situs kejadian mengungkapkan bahwa letusan berkembang dalam tahapan yang berbeda-beda. Sebelum letusan, daerah itu berguncang beberapa kali. Suara gaduh yang jauh dan bernada tinggi, dalam dan mengerikan, yang datang dari gunung berapi, mengiringi gempa itu. Pertama-tama, Vesuvius menyemburkan gumpalan uap air dan abu, Kemudian awan yang berputar ini naik tinggi ke atmosfer dengan membawa pecahan batu tua yang tercabik dari saluran gunung berapi dan jutaan ton batu apung yang masih baru dan seperti kaca. Angin yang kuat membawa awan abu ke arah Pompei, di mana batu-batu kecil mulai berjatuhan. Begitu kanopi yang menutupi matahari menyebar di atas kota, batu apung dan abu menghujani Pompei, bertumpuk dengan kecepatan enam inci per jam.
Herculaneum lebih dekat ke Vesuvius; kebanyakan penduduknya meninggalkan kota karena takut akan gelombang piroklastic bergerak yang menderu ke arah mereka. Mereka yang tidak segera meninggalkan kota, tidak hidup lebih lama untuk menyesali keterlambatan mereka. Gelombang piroklastik yang mencapai Herculaneum membunuh mereka sementara aliran piroklastik yang bergerak lebih lambat menelan kota itu, menguburnya. Penggalian di Pompei, di pihak lain, mengungkapkan bahwa kebanyakan penghuninya enggan meninggalkan kota. Mereka mengira tidak berada dalam bahaya karena Pompei tidak terlalu dekat ke kawah. Karena itu, kebanyakan warga Pompei yang kaya tidak meninggalkan rumah mereka dan malah berlindung di rumah dan toko mereka, sambil berharap badai akan segera bertiup jauh. Mereka semua binasa sebelum sempat menyadari bahwa segalanya telah terlambat. Hanya dalam satu hari, Pompei dan Herculaneum, serta enam desa di sekitarnya tersapu dari peta. Al Quran menyatakan bahwa peristiwa seperti ini merupakan peringatan bagi semua:
Itu adalah sebahagian dan berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah. (QS. Huud, 11: 100)
Pompei, tempat kemegahan dan keindahan, musnah bersama 20 ribu penduduknya.
Berbagai bentuk dari korban warga Pompei yang menderita terpelihara sebagai peringatan bagi generasi berikutnya.
Menyingkap rahasia Pompei tidak dapat dilakukan hingga berabad-abad kemudian. Lebih dari sekadar isyarat belaka, penggalian kota kuno itu memberikan gambaran hidup dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Bentuk dari banyak korban yang menderita ini terpelihara utuh. Berikut ini ayat yang berhubungan:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (QS. Huud, 11: 102)
Kini, reruntuhan yang sangat luas merupakan bukti yang menakjubkan dari peradaban rumit yang pernah berkembang ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Banyak pembangun kota-kota besar dari berbagai era sejarah yang berbeda sekarang tidak dikenal. Kekayaan, teknologi, atau karya seni mereka tidak dapat menyelamatkan mereka dari akhir yang pahit. Bukan mereka, melainkan generasi-generasi sesudahnya yang mengambil keuntungan dari warisan mereka yang kaya. Dengan sedikit petunjuk untuk menuntun kita, asal usul dan nasib dari berbagai peradaban kuno ini masih menjadi misteri hingga sekarang. Namun ada dua hal yang nyata: mereka menganggap bahwa mereka tidak akan pernah mati dan mereka menenggelamkan diri dalam kesenangan duniawi. Mereka meninggalkan monumen-monumen besar karena mempercayai bahwa dengan itu mereka akan meraih keabadian. Tidak jauh berbeda dengan berbagai peradaban kuno ini, banyak kelompok manusia saat ini juga memiliki pola pikir demikian. Dengan harapan untuk mengabadikan nama mereka, segolongan besar anggota masyarakat modern menghambakan diri sepenuhnya untuk mengumpulkan lebih banyak kekayaan atau menciptakan karya-karya untuk ditinggalkan. Lebih jauh lagi, kelihatan jelas bahwa mereka bersuka-ria dalam kemewahan yang lebih boros dari generasi sebelumnya dan tetap mengabaikan wahyu-wahyu Allah. Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari perilaku sosial dan pengalaman berbagai kaum terdahulu. Tak satu pun dari kaum-kaum itu bertahan hidup. Berbagai karya seni dan monumen yang mereka tinggalkan mungkin dapat menolong mereka agar dikenang oleh generasi sesudahnya tetapi tidak menyelamatkan mereka dari azab ilahi atau mencegah jasad mereka membusuk. Aneka peninggalan mereka tetap berdiri di sana hanya sebagai peringatan dan ancaman akan kemurkaan Allah pada mereka yang ingkar dan tidak bersyukur atas kekayaan yang dikaruniakan-Nya.
Pompei, tempat yang penuh kemegahan dan keindahan, musnah bersama 20.000 warganya. |
Tak diragukan lagi, pelajaran yang dapat diambil dari berbagai peristiwa sejarah seperti itu seharusnya pada akhirnya membawa kepada kearifan. Setelah itu barulah seseorang dapat memahami bahwa apa yang menimpa kaum-kaum terdahulu bukannya tanpa tujuan. Seseorang mungkin menyadari lebih jauh bahwa hanya Allah Yang Mahakuasa yang memiliki kekuatan untuk menciptakan bencana kapan pun. Dunia adalah tempat manusia diuji. Mereka yang berserah diri kepada Allah akan meraih keselamatan. Mereka yang puas dengan dunia ini, di lain pihak, akan kehilangan keabadian yang dirahmati. Tak diragukan, akhir mereka akan sesuai dengan perbuatan mereka dan mereka akan diadili sesuai dengan perbuatan mereka. Tentu saja, Allah adalah sebaik-baik Hakim.
Bentuk dari banyak korban Pompei yang memilukan terpelihara sebagai peringatan bagi generasi-generasi setelahnya. |