Bab 6. Perang Masonik Melawan Agama

Keberadaan Masonry pertama kali diumumkan di Inggris pada tahun 1717. Sebelumnya, Masonry te-lah menyebar pertama di Inggris, lalu di Prancis dan seluruh Eropa. Masonry menjadi tempat pertemuan utama para penentang agama. Banyak kaum Mason Eropa bertemu di loge mereka, menyebut diri mereka sebagai “pemikir be-bas”, yang bagi mereka berarti tidak mengakui agama-aga-ma ilahiah. Sebuah artikel bertajuk “Periode-Periode Awal Freemasonry” dalam Mimar Sinan menyebutkan, “Tempat di mana kaum Mason berkumpul untuk mencari kebenar-an di luar gereja menjadi tempat perlindungan.” 119

Walau demikian, kelompok yang mencari kebenaran di luar agama ini juga menyembunyikan permusuhan terha-dap agama. Oleh karena itu, organisasi tersebut segera men-jadi pusat kekuatan yang membuat risau Gereja, khususnya Gereja Katolik. Konflik antara Masonry dan Gereja terus tumbuh, meninggalkan jejak di Eropa abad kedelapan belas dan kesembilan belas. Masonry mulai menyebar ke negara-negara lain di luar Eropa, pada paro kedua abad kesembilan belas, dan ke mana pun perginya, Masonry menjadi pusat filosofi dan aktivitas antiagama.

Sebuah artikel berjudul “Politik dan Freemasonry”, yang muncul di Mimar Sinan, menjelaskan tentang pertarungan melawan agama sebagai berikut:

Sejalan dengan tidak menjadi partai politik, Freemasonry menjadi terorganisir di awal abad kedelapan belas sebagai sebuah lembaga sosial berskala internasional sesuai dengan arus sosial politik. Untuk menyokong sekte-sekte dalam upaya untuk melaksanakan kebebasan beragama, Freemasonry melibatkan diri dalam pertarungan mela-wan kekuatan dan pengaruh kependetaan dalam upaya untuk menggapai sasaran tunggal mereka meruntuhkan kekuatan dan pe-ngaruh Gereja atas masyarakat. Karena itulah, di tahun 1738 dan 1751 Freemasonry dinyatakan Paus sebagai tak bertuhan….Di negara-negara yang menerapkan prinsip kebebasan beragama itu, Freema-sonry merupakan sebuah masyarakat misterius dan rahasia yang ha-nya dikenal namanya; di negara-negara ini Freemasonry diabaikan ta-pi juga didorong, mendapatkan anggota di antara kelas menengah dan pejabat-pejabat tinggi yang mempunyai waktu dan sarana, serta me-masang pejabat-pejabat negara terkemuka di posisi-posisi kepemim-pinan dalam organisasi-organisasinya. Di negara-negara selatan, di mana semua orang harus menganut Katolik, mereka mempertahan-kan karakter sebagai organisasi rahasia, terlarang, dan revolusioner yang menjadi sasaran pengawasan hukum. Di negara-negara ini, orang-orang muda yang berpikiran bebas dan para pegawai yang tidak puas dengan administrasi pemerintahan mulai memasuki loge-loge Masonik dan dengan demikian dimulailah rencana-rencana revolusioner dan diarahkan kepada rezim Spanyol, Portugal, dan Italia yang berada di bawah dominasi Vatikan. 120

Tidak diragukan bahwa di sini para penulis Masonik mengguna-kan bahasa yang mendukung organisasinya sendiri ketika menyebut-kan bahwa Masonry sedang melakukan perlawanan terhadap domi-nasi Gereja. Namun, jika kita kaji masalah ini lebih dekat, kita akan melihat bahwa di banyak negara, “dominasi” yang sama juga cocok un-tuk rezim-rezim yang didirikan atau didukung oleh kaum Mason. Oleh karena itu, kita dapat dengan mudah memahami bahwa Masonry mengklaim berjuang melawan “dominasi” adalah kepura-puraan. Di luar fakta bahwa Gereja —karena agama Kristen telah menyimpang — mempertahankan gagasan-gagasan skolastik dan praktik-praktik yang menindas, permusuhan Masonry terhadap Gereja tidaklah didasarkan pada hal ini namun pada kebenciannya terhadap agama-agama mono-teisme tradisional.

Cukuplah dengan mengamati struktur Masonry dan berbagai ritual serta upacaranya untuk memahami hal ini.

Contoh Sebuah Loge Masonik: Hell-Fire Club

Untuk memahami bagaimana Masonry abad kedelapan belas di-organisir, dan apa yang menjadi targetnya, salah satu hal yang harus terus kita lakukan adalah mengkaji berbagai masyarakat Masonik raha-sia yang muncul pada periode itu. Salah satunya adalah Klub Api Neraka (“Hell-Fire Club”), yang aktif di Inggris di pertengahan abad ke-delapan belas. Struktur Masonik klub ini dan karakter pagan dan antiagama digambarkan oleh penulis Masonik Daniel Willens dalam artikelnya, “Hell-Fire Club: Sex, Politics and Religion in Eighteenth-Century in England”. Inilah sepotong bagian yang menarik dari artikel yang diterbitkan dalam Gnosis, sebuah jurnal tentang tradisi-tradisi dalam di Barat.

Pada malam-malam yang diterangi cahaya bulan selama pemerintah-an Raja George III dari Inggris, anggota-anggota Pemerintahan yang sangat berkuasa, para intelektual penting, dan artis-artis yang berpe-ngaruh kadang dapat terlihat melintasi Sungai Thames dengan gon-dola ke sebuah reruntuhan biara di dekat Wycombe Barat. Di sana, di bawah bunyi nyaring bel biara yang ternoda, mereka mengenakan ju-bah biarawan dan bersenang-senang dengan segala bentuk kebejatan, yang berpuncak pada Misa Hitam yang diselenggarakan pada tubuh telanjang seorang wanita ningrat yang asusila dengan diketuai oleh bandot tersohor Sir Francis Dashwood. Kebaktian setan berakhir, lingkaran dalam akan berpindah tempat untuk merencanakan perja-lanan Kerajaan Inggris.

eighteenth century Masonic lodge

Sebuah penggambaran dari upacara aneh di loge Masonik abad kedelapan belas.

“Persaudaraan nista” ini, begitu sebutannya, memberi pilihan nama Gotik yang sesuai untuk diri mereka, “Rahib-rahib St. Francis dari Medmenham”, walaupun mereka telah diabadikan dengan julukan populer “Klub Api Neraka”. Pada abad penuh gunjingan itu banyak spekulasi tentang kegiatan-kegiatan buruk masyarakat ini, dan di ta-hun 1765, Charles Johnstone menerbitkan sebuah roman berjudul Chrysal, or the Adventure of a Guinea, yang secara populer diyakini mengungkap rahasia-rahasia “Para Biarawan Medmenham”.…

… Perintis terpenting Para Biarawan itu adalah Klub Api Neraka yang didirikan sekitar tahun 1719 di London oleh Philip, Duke of Wharton (1698-1731). Wharton adalah seorang politikus Whig yang terke-muka, seorang Freemason, dan ateis yang berupaya memperolok-olok agama dengan memimpin keramaian dengan hiasan-hiasan “satanik” di muka umum.... Dan Wharton selanjutnya menjadi Imam Besar Mason dari Loge Besar London pada tahun 1722....

Menjelang tahun 1739, dalam perjalanan pulang Dashwood mampir di Florence untuk menemui Abbe Nicolini, dan di sana pula ia berjumpa dengan Lady Mary Wortley Montagu… (yang) akhirnya kelak berga-bung dengan Dashwood dalam Klub Divan. … Sayang, kondisinya ti-dak berjalan baik bagi Freemasonry di Italia. Paus Clement XII baru sa-ja mengeluarkan dekrit In Eminenti Apostalatus Specula, yang meng-ungkapkan Inkuisisi atas Loge. Menjelang awal 1740, Paus meninggal, dan Dashwood pergi ke pertemuan tertutup untuk memilih paus baru di Roma. Di sana ia secara bermain-main memakai identitas Kardinal Ottiboni, salah seorang ketua penentang kaum Mason, dan memper-oloknya di muka umum dengan ritual ejekan yang keji….

“Chapter room” adalah kunci untuk memahami kegiatan para Biara-wan itu. Perabot isinya masih tidak diketahui, sehingga kegunaannya pun tetap menjadi misteri. Penulis-penulis penggemar sensasi mem-perkirakannya sebagai tempat persembunyian satanik, walau agak-nya lebih masuk akal jika disimpulkan bahwa ruang itu digunakan untuk upacara-upacara Masonik. John Wilkes, seorang mantan ang-gota penting perkumpulan Medmenham yang tidak menjadi Free-mason, mengeluh dalam sebuah artikel yang mencemarkan teman lamanya: “Tidak ada mata biasa yang berani menembus misteri Eleusi-nian Inggris chapter room. Sementara para biarawan berkumpul dalam semua upacara khidmat, lebih banyak lagi ritus-ritus rahasia dilaksa-nakan dan korban yang dipersembahkan dalam banyak kemegahan kepada BONA DEA”... Putra Sir Robert Walpole, Horace, salah satu musuh politik Dashwood dan tentu saja seorang yang asing dengan biara, mencemooh: “Apa pun doktrin mereka, praktik-praktik mere-ka sebenarnya adalah pagan: Bacchus* dan Venus adalah dewa-dewi yang hampir umum diketahui sebagai tujuan pengorbanan mereka; dan para peri serta tong bir yang diletakkan pada perayaan gereja baru ini, cukup menginformasikan para tetangga tentang corak para pertapa itu”….

Daftar nama keanggotaan Biarawan Medmenham sudah tidak ada, jika pun itu pernah ada, namun nama-nama yang paling dipercaya berhubungan dengan kelompok itu adalah saudara Dashwood, John Dashwood-King; John Montagu, Earl of Sandwich; John Wilkes; George Bubb Dodington, Baron Melcombe; Paul Whitehead; dan se-kumpulan orang-orang lokal yang tidak terlalu profesional maupun bereputasi baik… sekelompok orang yang di mata publik cukup ber-kemungkinan membuat skandal.

Keseluruhan pertanyaan tentang agama adalah pokok pesona yang te-rus dipraktikkan Dashwood.… Penafsiran yang lebih canggih mung-kin meliputi rumor tentang ilmu gaib yang bernuansa seksual, kitab kabbalis biara, gambaran Harpokrates yang berulang, koneksi lemah Dashwood dengan Ordo Masonik Kuil, dan tentu saja motto Thelemik di Biara Medmenham untuk menyimpulkan bahwa Klub Api Neraka adalah manifestasi awal dari “Crowleyanitas”. Suatu pendekatan yang lebih berkepala dingin akan memperhatikan kontak-kontak Masonik Dashwood dan menyimpulkan, dengan kemungkinan be-sar tepat, bahwa “chapter room” adalah sebuah kuil Masonik. 121

Alasan menyertakan kutipan panjang ini adalah untuk mendapat-kan gambaran suasana berkembangnya Masonry abad kedelapan belas dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Masonry tampil sebagai sebu-ah organisasi rahasia yang memancing rasa penasaran, dengan oposisi-nya terhadap keyakinan umum masyarakat memberikan semacam kepuasan psikologis bagi anggota-anggotanya. Karakteristik dasar ri-tus Masonik, sebagaimana ditekankan dalam kutipan di atas, adalah penyucian simbol dan konsep pagan, alih-alih agama-agama Monoteis-tik tradisional. Maka, mereka yang menjadi kaum Mason, dan mema-lingkan wajah dari agama Kristen, terwarnai pagan, walaupun tidak selalu berarti mengambil paganisme sebagai keyakinan, namun paling tidak dengan mengambil simbol-simbolnya.

Namun, Masonry tidak puas hanya untuk mempraktikkan upaca-ra-upacara aneh; ia juga mengikuti sebuah strategi yang dirancang un-tuk mengasingkan Eropa dari agama-agama ketuhanan, dan memikat-nya ke dalam paganisme. Di dalam bagian berikut kita akan mencer-mati beberapa titik puncak dari sejarah Eropa, negara per negara, dan mengikuti jejak perang Masonik ini melawan agama. Negara pertama yang mesti kita kaji adalah Prancis.

Pertarungan Melawan Agama Di Prancis

Pada kajian-kajian sebelumnya kami telah membahas peranan pen-ting Masonry dalam Revolusi Prancis. Sejumlah besar filsuf Pence-rahan, terutama mereka yang paling kuat berpandangan antiagama adalah pengikut Mason. Kaum Jacobin, yang membangun panggung revolusi, dan menjadi pemimpinnya, adalah anggota loge. 122

Peran yang dimainkan kaum Mason di dalam revolusi diakui oleh seorang “agen provokator” bernama Count Cagliostro. Cagliostro ditangkap oleh Inkuisisi pada tahun 1789, dan mengakui beberapa hal penting selama interogasi. Dia mengawali dengan menyatakan bahwa kaum Mason di seluruh penjuru Eropa telah merencanakan serang-kaian revolusi. Disebutkan bahwa sasaran utama kaum Mason adalah menghancurkan Kepausan atau menguasainya. Dalam pengakuannya, Cagliostro juga menyebutkan bahwa para bankir Yahudi mendukung semua kegiatan revolusioner ini secara finansial, dan bahwa uang Yahudi juga memainkan peran penting di dalam Revolusi Prancis.123

Revolusi Prancis pada dasarnya adalah sebuah revolusi melawan agama. Dalam upaya mati-matian kaum revolusioner untuk menying-kirkan kependetaan dan aristokrasi, banyak pendeta yang terbunuh, institusi agama yang dihancurkan, dan tempat-tempat ibadah yang di-runtuhkan. Kaum Jacobin bahkan ingin menghancurkan sama sekali agama Kristen, dan menggantikannya dengan sebuah kepercayaan pa-gan yang mereka sebut “agama logika”. Namun, dalam waktu singkat, mereka kehilangan kendali atas revolusi dan Prancis terjerumus ke dalam kekacauan total.

Misi Masonry di negara itu tidak berhenti dengan revolusi. Keka-cauan yang tercipta oleh revolusi akhirnya reda ketika Napoleon mera-ih kekuasaan. Namun, stabilitas ini tidak berlangsung lama; ambisi Napoleon untuk menguasai seluruh Eropa akhirnya mengakhiri peme-rintahannya. Setelahnya, konflik di Prancis berlanjut antara kaum monarkis dan revolusionis. Terjadi tiga kali revolusi lagi di tahun 1830, 1848, dan 1871. Di tahun 1848, “Republik Kedua” didirikan; dan di tahun 1871 dibentuk “Republik Ketiga”.

eighteenth century French Masonic lodge

Sebuah ilustrasi dari loge Masonik Prancis abad kedelapan belas.

Kaum Mason sangat aktif sepanjang periode agitasi ini. Sasaran utama mereka adalah melemahkan Gereja dan lembaga-lembaga ke-agamaannya, menghancurkan nilai-nilai agama dan pengaruhnya atas masyarakat, dan menghapuskan pendidikan agama. Kaum Mason me-mandang “antiklerikalisme” (antikependetaan) sebagai pusat aktivi-tas sosial dan politik.

The Catholic Encyclopedia memberikan informasi penting tentang misi antiagama dari Timur Raya — begitulah Masonry Prancis dikenal.

Dari dokumen-dokumen resmi Masonry Prancis yang terutama terca-kup dalam “Buletin” dan “Compterendu (Ikhtisar)” resmi Timur Ra-ya, terbukti bahwa semua undang-undang antiklerikal yang disah-kan di dalam parlemen Prancis telah diputuskan sebelumnya di loge-loge Masonik dan dilaksanakan di bawah arahan dari Timur Raya, dengan sasarannya diakui untuk mengendalikan segala hal dan semua orang di Prancis. “Saya menyatakan di dalam majelis tahun 1898,” ungkap deputi Masse, pembicara resmi Majelis tahun 1898, “bahwa adalah tugas tertinggi Freemasonry untuk semakin hari sema-kin banyak mencampuri pertarungan politis dan duniawi.” “Keberha-silan (dalam peperangan antiklerikal) dalam Freemasonry berskala luas; karena spiritnya, programnya, metodenyalah yang menang.” “Ji-ka Blok telah terbentuk, ini adalah berkat Freemasonry dan disiplin yang dipelajari di loge-loge”… “Kita membutuhkan kewaspadaan dan, di atas segalanya, kepercayaan timbal balik, jika ingin menuntas-kan kerja yang belum selesai. Kerja ini, Anda tahu… pertempuran anti-klerikal, sedang berlangsung. Republik harus membersihkan dirinya dari jema-ah agama, menyapu habis mereka dengan sebuah hantaman dahsyat. Di mana saja, sistem yang setengah-setengah adalah berbaha-ya; musuh harus dihancurkan dengan sebuah pukulan tunggal.” 124

The Catholic Encyclopedia melanjutkan penjelasannya tentang perta-rungan Masonry Prancis melawan agama:

Sejatinya, semua reformasi Masonik yang terlaksana di Prancis sejak 1877, seperti sekularisasi pendidikan, undang-undang menentang se-kolah-sekolah privat Kristen dan pembinaan amal, penindasan atas ordo-ordo keagamaan, dan pembusukan Gereja, tampak berpuncak pada sebuah reorganisasi masyarakat manusia yang anti-Kristen dan tidak beragama, tidak hanya di Prancis namun di seluruh penjuru du-nia. Jadi, Freemasonry Prancis, sebagai tolok ukur bagi seluruh Free-masonry, berpura-pura membuka era keemasan republik universal Masonik, yang mencakup persaudaraan Masonik semua manusia dan semua negara. ”Kemenangan orang Galilea,” kata Presiden Timur Raya, Senator Delpech, pada tanggal 20 September 1902, ”telah berlangsung selama dua puluh abad. Tetapi sekarang gilirannya ma-ti.... Gereja Romawi, yang dibangun atas mitos Galilea, mulai runtuh dengan cepat sejak hari pertama Perkumpulan Masonik didirikan.” 125

Yang dimaksud dengan ”orang Galilea” oleh kaum Mason adalah Almasih, karena menurut injil, Almasih lahir di kota Galilea di Pales-tina. Oleh karena itu, kebencian kaum Mason terhadap Gereja adalah ekspresi kebencian mereka terhadap Almasih dan semua agama mono-teistik. Mereka mengira telah menghancurkan pengaruh agama ketu-hanan dengan filosofi materialis, Darwinis, dan humanis yang mereka bangun di abad kesembilan belas, dan mengembalikan Eropa kepada paganisme pra-Kristen.

Ketika kata-kata ini disampaikan di tahun 1902, serangkaian un-dang-undang disahkan di Prancis memperluas jangkauan oposisi aga-ma. Tiga ribu sekolah agama ditutup dan pendidikan agama apa pun terlarang untuk diberikan di sekolah-sekolah. Banyak pendeta ditang-kapi, sebagian diasingkan dan orang-orang agama mulai dianggap se-bagai warga negara kelas dua. Karena itulah, pada tahun 1904 Vatikan memutuskan semua hubungan diplomatik dengan Prancis. Namun ini tidak mengubah sikap negara itu. Setelah kematian ratusan ribu warga Prancis melawan tentara Jerman pada Perang Dunia I barulah kesom-bongan negara itu jinak dan sekali lagi mengakui pentingnya nilai-nilai religius.

Sebagaimana diyakini The Catholic Encyclopedia, perang melawan agama dari Revolusi Prancis hingga abad kedua puluh dilakukan oleh ”undang-undang antiklerikal yang disahkan oleh Parlemen Prancis” yang telah diputuskan sebelumnya di loge-loge Masonik dan dilaksa-nakan di bawah arahan Timur Raya.” 126 Fakta ini tampak jelas dari tu-lisan-tulisan Masonik. Misalnya, kutipan dari terbitan berbahasa Turki bertajuk ”Sebuah Pidato dari Saudara Gambetta pada tanggal 5 Juli 1875 di Loge Clémente Amitié” menyebutkan:

Sementara momok reaksi mengancam Prancis, dan doktrin keagama-an serta ide-ide terbelakang berkembang ofensif terhadap berbagai prinsip dan undang-undang sosial modern, di lingkungan organisasi-organisasi seperti Masonry yang tekun dan berpandangan jauh serta mengabdi kepada prinsip-prinsip persaudaraan, kita menemukan ke-kuatan dan konsolidasi dalam perjuangan melawan klaim-klaim Ge-reja yang berlebihan, pernyataannya yang dibesar-besarkan dan menggelikan serta berbagai perbuatannya yang keterlaluan dan men-jadi kebiasaan... kita harus terus berjaga-jaga dan melanjutkan perju-angan. Untuk mewujudkan gagasan tentang tatanan manusia dan ke-majuan, mari kita tetap bertahan sehingga perisai-perisai kita tidak dapat ditembus. 127

Akan terlihat bahwa literatur Masonik secara konsisten menam-pilkan gagasan-gagasannya sebagai ”berpandangan jauh” sembari me-nuduh orang-orang beragama sebagai ”terbelakang”. Namun, ini tak lebih dari permainan kata-kata belaka. Ungkapan ”momok reaksi”, yang disebutkan pada kutipan di atas, adalah sesuatu yang juga diten-tang orang-orang beragama yang tulus, namun menjadi eksploitasi sa-saran oleh Masonry terhadap agama sejati dalam upaya mereka untuk menjauhkan manusia darinya. Apalagi, harus ditekankan sekali lagi bahwa filosofi materialis-humanis yang dianut kaum Masonlah yang sesungguhnya merupakan sistem pemikiran yang bertakhyul dan terbelakang, sebuah tempat bergantung bagi peradaban pagan Mesir Kuno dan Yunani Kuno.

Oleh karena itu, penggunaan istilah ”berpandangan jauh” dan ”ter-belakang” oleh kaum Mason tidak berpijak pada kenyataan. Memang, hal ini tidak berdasar karena konflik antara kaum Mason dan ma-syarakat beragama tidak lebih daripada pelestarian konflik antara dua pemikiran yang telah ada semenjak abad-abad awal sejarah. Agamalah yang memproklamirkan pertama kali gagasan-gagasan ini: bahwa manusia diciptakan oleh kehendak Tuhan dan manusia bertanggung jawab untuk menyembah-Nya. Inilah kebenaran. Gagasan sebaliknya, bahwa manusia tidak diciptakan namun menjalani hidup yang sia-sia dan tanpa tujuan, diajukan oleh mereka yang menolak keberadaan Tuhan. Jika dipahami dengan tepat, tampaklah bahwa penggunaan istilah-istilah dangkal ”keterbelakangan” dan ”pandangan jauh” tidak memiliki landasan apa-apa.

Dengan menggunakan gagasan ”kemajuan”, kaum Mason ber-upaya menghancurkan agama. The Catholic Encyclopedia menyatakan:

Yang berikut ini dianggap sebagai cara-cara utama (dari freemasonry):

(1) Menghancurkan secara radikal semua pengaruh sosial Gereja dan agama, yang secara busuk disebut ”klerikalisme”, dengan penyiksaan terbuka terhadap Gereja atau dengan sistem pemisahan antara Negara dan Agama yang bermuka dua dan curang, serta sejauh mungkin menghancurkan Gereja dan semua agama yang benar, yakni yang supramanusia, yang lebih dari sekadar bentuk pemujaan yang samar-samar terhadap tanah air dan umat manusia;

(2) Sekulerisasi, yakni dengan sistem ”non-sektarianisme” yang sama yang bermuka dua dan curang, semua kehidupan publik dan pribadi dan, di atas segalanya, pengajaran dan pendidikan populer. ”Non-sektarianisme” sebagaimana dipahami oleh golongan Timur Raya adalah sektarianisme yang anti-Katolik dan bahkan anti-Kristen, ateistik, positivistik, atau agnotis dalam genggaman non-sektarianisme. Kebebasan berpikir dan hati nurani anak-anak harus dikembangkan secara sistematis pada diri mereka di rumah dan dilindungi, sejauh mungkin, dari semua pengaruh yang mengganggu, tidak hanya dari Gereja dan para pendeta, tetapi juga dari orang tua anak itu sendiri, jika perlu, bahkan melalui cara tekanan moral dan fisik. Golongan Timur Raya menganggapnya sangat diperlukan dan sebuah jalan pasti yang sempurna untuk pewujudan final dari republik sosial universal.... 128

Tampaklah bahwa Masonry telah menggerakkan sebuah program, yang disebut ”pembebasan masyarakat”, dengan tujuan untuk meng-hapuskan agama, sebuah program yang masih terus diterapkan. Prog-ram ini harus dibedakan dari model yang berusaha memberikan ke-sempatan bagi setiap warga negara, dari keyakinan religius apa pun, untuk mempraktikkan keyakinannya secara bebas. Alih-alih, model yang diimpikan oleh Masonry adalah bentuk cuci otak yang dirancang untuk melenyapkan agama sepenuhnya dari masyarakat dan pikiran individu serta, jika perlu, menyiksa para penganutnya.

Di negara mana saja ia berkembang, Masonry berupaya meng-gerakkan program ini, walaupun dengan cara menyesuaikan diri de-ngan budaya dan kondisi yang lazim di negara tersebut.

Salah satu negara itu adalah Jerman.

Kampanye Antiagama Di Jerman: “Kulturkampf”

Seratus lima puluh tahun yang lalu, negara Jerman belum ada. Wi-layah yang sekarang disebut Jerman dikuasai oleh sejumlah kerajaan. Yang terluas di antaranya adalah Prussia, yang menempati bagian timur Jerman saat ini dan sebagian besar Polandia. Di tahun 1860, Prussia mulai mencaplok negara-negara kecil Jerman lainnya dan mendirikan Kekaisaran Jer-man pada tahun 1871. Pe-nguasa negara baru ini ada-lah Perdana Menteri Prussia dan Kanselir dari Kekaisaran Jerman baru, Otto van Bismarck.

Bismarck adalah se-orang negarawan yang suk-ses, terutama di bidang po-litik luar negeri, tetapi tidak mencapai sukses serupa da-lam urusan dalam negeri. Sa-lah satu penyebabnya adalah sekelompok intelektual yang dikenal sebagai ”kaum Liberal Nasional” yang mirip dengan antiklerikal di Prancis, serta menjalankan politik antiagama. Untuk mencapai persatuan Jerman, kaum Liberal Nasional meyakini perlunya menyingkirkan orang-orang yang memi-liki bentuk afiliasi apa pun di luar perbatasan mereka, dan menganggap hubungan antara sepertiga populasi dengan Paus Katolik sebagai sandungan terbesar bagi persatuan ini. Karena didorong oleh kaum Liberal Nasional, Bismarck me-mulai sebuah kampanye anti-Katolik yang dikenal sebagai Kulturkampf, atau ”perang budaya”. Kampanye ini juga digambarkan sebagai suatu perjuangan untuk mengontrol pikiran bangsa Jerman. 129

Otto von Bismarck

Otto von Bismarck

Selama Kulturkampf, kaum Katolik, terutama di Jerman bagian selatan, mengalami penindasan.

Di tahun 1872, untuk menegakkan sebuah undang-undang yang telah disahkan, semua pendeta Jesuit di negara ini ditahan dalam satu malam dan institusi-institusi mereka disita. Untuk menegakkan ”undang-undang Mei” (meigesetze) yang disahkan pada tahun 1873, semua pendeta yang bekerja kepada pemerintah dipecat, Gereja dilarang terlibat dalam semua hal yang berhubungan dengan pernikahan dan pendidikan, dan topik-topik khotbah dibatasi. Sejumlah uskup besar ditahan dan 1300 gereja akhirnya ditemukan tanpa pendeta.

Namun, karena taktik-taktik ini menimbulkan reaksi keras di ka-langan Katolik di negara itu terhadap pemerintah, Kulturkampf diken-durkan. Bismarck mengabaikan usulan-usulan kaum Liberal Nasional, yang telah membawanya ke dalam kampanye ini, dan mengurangi Kul-turkampf sedikit demi sedikit sampai akhirnya ia batalkan sepenuhnya. Keseluruhan kampanye ini tidak menghasilkan apa pun selain penin-dasan atas kaum Katolik Jerman, dan kehancuran rasa kesejahteraan so-sial negara itu. Banyak sejarawan hari ini meyakini bahwa hal itu adalah sebuah kegagalan yang merobek-robek rasa keamanan sosial bangsa Jerman. Apalagi, setelah Jerman, gelombang Kulturkampf melanda Aus-tria, Swiss, Belgia, dan Belanda, menimbulkan ketegangan sosial yang luar biasa di negara-negara ini.

Menariknya, para intelektual Masonlah yang memikat Bismarck ke dalam kebijaksaan ini. The Catholic Encyclopedia menyebutkan:

Namun mereka (kaum Mason) tentu saja memajukan gerakan yang oleh Prussia, yang secara bertahap menjadi negara pemimpin di Jer-man, dianggap sebagai ”representasi dan pelindung evolusi modern” melawan ”Ultramontanisme”, ”kefanatikan”, dan ”perebutan kuasa kepausan”. Mereka juga menghasut munculnya ”Kulturkampf”. Jurisconsult yang juga Mason tersohor, Imam Besar Bluntschli, adalah salah satu penghasut terdepan dalam konflik ini; dia juga menggerak-kan ”Kulturkampf” Swis.... Para Freemason Jerman dengan upaya-upaya tak kenal lelah memaksakan pengaruh yang menentukan atas hidup bangsa secara keseluruhan sejalan dengan prinsip-prinsip Ma-sonik, dan dengan demikian mempertahankan sebuah ”Kulturkampf” yang diam-diam dan abadi. Sarana-sarana terpenting yang mereka gunakan adalah aneka perpustakaan, konferensi, afiliasi dari berbagai perkumpulan dan lembaga dengan perhatian yang sama, dan jika perlu, pembentukan lembaga-lembaga baru, sebagai sarana bagi semangat Masonik untuk merasuki bangsa. 130

Artinya, walaupun dihentikan secara resmi oleh Bismarck, Kulturkampf diteruskan oleh kaum Mason, sebagai kampanye propaganda antiagama berkelanjutan yang di-tujukan kepada masyarakat luas. Buah paling pahit dari per-juangan ini dituai pada tahun 1920: kaum Nazi, yang bertu-juan mengembalikan bangsa Jerman kepada paganisme pra-Kristen mereka, sedikit demi sedikit memperoleh kekuatan dan berkuasa di tahun 1933. Salah satu aksi Nazi yang paling penting adalah memprakarsai sebuah Kulturkampf kedua melawan otoritas agamis. Komentator Amerika Elbridge Colby menjelaskan bahwa ”kaum Nazi membuka sebuah Kulturkampf baru melawan Gereja Katolik, memenjarakan para pendeta dan memecat para uskup; namun berbeda dengan tahun 1874, Hitler juga bergerak menentang kemapanan Protestan.” 131

Singkatnya, aktivitas-aktivitas yang diprakarsai oleh kaum Mason untuk menjauhkan masyarakat dari agama telah membangkitkan salah satu kediktatoran paling brutal dalam sejarah, ”Reich” Nazi, dan me-nyeret dunia ke dalam Perang Dunia II yang membinasakan 55 juta jiwa.

Nazis, anti-religious campaign

Tatkala Nazi berkuasa, dimulailah sebuah kampanye antiagama yang lebih buruk daripada yang dilakukan Bismarck.

Pertarungan Melawan Agama Di Italia

Masonic propaganda

Propaganda Masonik yang menggambarkan Garibaldi sebagai seorang pahlawan besar.

A publication of Italian Masonry

Sebuah terbitan Masonry Italia.

Negara lain yang jelas menampakkan aktivitas Masonik adalah Italia.

Hingga tahun 1870, wilayah Italia diduduki oleh beberapa negara kecil sisa-sisa masa feodal. Salah satu yang terpenting adalah Negara Kepausan. Negara ini berpusat di Roma, diperintah oleh Paus, dan mengontrol sebagian besar Italia pusat. Mason di Italia didirikan seba-gai perpanjangan dari Mason Prancis, dan mulai berpengaruh di Italia pada awal abad kesembilan belas. Mereka bermaksud menghancurkan Negara Kepausan dan menghapuskan otoritas Gereja di Italia secara keseluruhan. Menurut penulis buku berjudul The Roman Catholic Church and the Craft, Imam Freemason Alec Mellor: ”Di Italia, asal usul loge-loge luar biasa sebagian besar bersifat politis; mereka membingung-kan Masonry dengan pertarungan melawan kekuasaan duniawi Paus.” 132

Masonry mengawali pertarungannya melawan agama di Italia melalui masyarakat rahasia lain yang didirikan dan dikendalikannya. Masyarakat ini dikenal sebagai ”Carbonari.”

Masyarakat ini, yang pertama kali terdengar di Naples pada awal abad kesembilan belas, mengambil namanya dari para pembakar arang. Sebagaimana para Mason memakai lambang pembangun din-ding dan mengekspresikan pemikiran mereka dengan simbol-simbol, maka Carbonari mengambil lambang dari para pembakar arang. Na-mun, masyarakat tersebut punya tujuan-tujuan tersembunyi. Anggota-anggota masyarakat tersebut berupaya mengawali sebuah program politik, pertama di Italia, dan kemudian di Prancis, untuk menghan-curkan pengaruh Gereja, membangun sebuah pemerintahan baru dan menyekulerkan semua lembaga sosial.

Koneksi antara Masonry dan Carbonari begitu nyata. Kaum Mason secara otomatis menjadi anggota masyarakat Carbonari; bahkan, sejak saat memasuki masyarakat itu mereka meraih derajat imam. (Sementara, anggota-anggota Carbonari lainnya harus melewati proses kenaikan yang panjang se-belum mencapai derajat ini). Dua kardinal bernama Consalvi dan Pacca mengeluarkan sebuah mak-lumat pada tanggal 15 Agustus 1814 yang menuduh kaum Mason dan Carbonari diorganisir untuk campur tangan sosiopolitik dan penggalangan permusuhan terha-dap agama.

Tuduhan ini terbukti karena anggota-anggota Carbonari telah mengorganisir tipu mus-lihat politis dan pemberontakan bersenjata. Pemberontakan bersenjata yang berlangsung di Macerata pada 25 Juni 1817 diorganisir oleh Carbonari, namun diberangus oleh aparat keamanan Negara Kepausan. Pada tahun 1820, di Spanyol dan Naples, dan pada tahun 1821 di Piedmont, pemberon-takan revolusioner diorganisir oleh Carbonari terhadap Ge-reja dan ketenteraman publik.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Carbonari didiri-kan oleh kaum Mason yang terlibat bersama mereka dalam kegiatan-kegiatan revolusioner. Seusai Revolusi Juli di Pran-cis pada tahun 1930, organisasi tersebut kehilangan pen-garuhnya dan secara bertahap menghilang. Di Italia, Carbo-nari bersatu dengan gerakan ”Italia Muda” yang didirikan oleh Guiseppe Mazzini.

Mazzini, seorang ateis tersohor, selama bertahun-tahun telah bertarung melawan Negara Kepausan dan Gereja dan pada akhirnya menjadi seorang Mason ranking atas yang akan menjadi pendiri Persatuan Italia. Dengan dukungan dua orang Mason terkemuka lain, Guiseppe Garibaldi dan Count di Cavour, ia mendirikan Persatuan Italia pada tahun 1870, serta menggariskan perbatasan Negara Kepausan di belakang batas-batasnya yang telah ada. Setelahnya, Italia memasuki sebuah proses yang membuatnya kian menjauh dari agama, dan mempersiapkan pondasi bagi kediktatoran fasis Mussolini di tahun 1920-an.

Singkatnya, dapat kita katakan bahwa Mazzini, Garibal-di, dan Cavour merupakan tiga pemimpin terkemuka yang meakukan fungsi penting dalam pertarungan melawan aga-ma di Eropa. Mazzini bukan saja sekadar pemimpin politik dalam pertarungan melawan agama, ia juga memegang peranan sebagai ideolog. Slogannya ”setiap bangsa sebuah negara” adalah percikan yang memicu pemberontakan ka-um minoritas, yang menjadi penyebab keruntuhan kekaisar-an-kekaisaran multietnis, seperti Austo-Hungaria dan Ke-sultanan Utsmani. Slogan Mazzini ini menjauhkan orang dari rasa persaudaraan keagamaan mereka; merupakan se-buah seruan yang mendorong mereka ke dalam konflik etnik antar sesamanya dan menginspirasikan mereka dengan ”kesombongan jahiliyah” (QS. Al Fath, 48: 26)

Fakta bahwa seruan ini datang dari kaum Mason, te-patnya, para Mason ranking atas, tentu saja sangat signi-fikan. Menurut informasi dari publikasi loge 10.000 Freema-son Terkenal, Mazzini tumbuh di dalam loge Masonik, dan bertahun-tahun kemudian, pada 1867, terpilih sebagai Imam Mason Timur Raya Italia. Pa-da tahun 1949, pada sebuah upacara untuk menandai pembukaan selubung pa-tung Mazzini di Roma, 3.000 orang Mason dengan penuh terima kasih mengenang Imam Besar mereka. Gari-baldi, tangan kanan Mazzini, mencapai tingkat ke-33 Dewan Tertinggi Italia di tahun 1863, dan di tahun 1864 terpilih sebagai Imam Mason Italia. Untuk mengenang Imam Mason ini, sebuah loge dinamai Garibaldi, yang diberikan kepada ”lembah” New York dengan nomor 542.

Giuseppe Mazzini and Count di Cavour

Guiseppe Mazzini dan Count di Cavour: dua Imam Mason yang mengakhiri Negara Kepausan.

Agenda Revolusioner Masonik Di Rusia

Pushkin

Penulis terkenal Pushkin adalah salah seorang yang mengorganisir upaya kudeta yang dilakukan kaum Mason di Rusia.

Selain di Italia, jejak-jejak kegiatan revolusioner Ma-sonik juga dapat ditemui di banyak negara lain di Eropa. The Catholic Encyclopedia menyebutkan: ”Di dalam... gerakan-gerakan revolusioner setelahnya di Prancis, Italia, Spa-nyol, Portugal, Amerika Tengah dan Selatan, badan-badan Masonik diklaim berperanan kurang lebih aktif... Di Ru-sia, Freemasonry pun akhirnya muncul sebagai ‘konspirasi politis’ dari klub-klub di wilayah itu yang terorganisir se-cara Masonik.” 133

Persekongkolan Masonik di Rusia khususnya, menarik untuk dikaji.

Masonry memasuki negara ini pada paro kedua abad kedelapan belas dan menyebar luas di kalangan intelektual. Walaupun di luar tampak sebagai klub budaya semata, di dalam loge-loge ini didiskusikan gagasan-gagasan antiaga-ma dan antipemerintah dari bagian-bagian Eropa lainnya. Yang pertama kali menaruh perhatian adalah pendeta-pen-deta dari Gereja Ortodoks. Para pendeta mengirimkan informasi yang telah mereka peroleh kepada Tsar Alexander I, yang berhubungan baik dengan Gereja, membeberkan persekongkolan Masonik untuk meng-gulingkan rezim Tsar. Menanggapi itu, Tsar mengeluarkan undang-undang di tahun 1822 untuk menutup seluruh loge Masonik di negara itu dan menetapkannya sebagai organisasi terlarang. Walau demikian, tindakan ini tidak dapat menyingkirkan kaum Mason; mereka terus saja bergerak di bawah tanah.

Tiga tahun setelah memberangus loge-loge tersebut, Tsar Alexan-der I sakit dan mangkat. Penggantinya adalah Tsar Nicholas I. Namun, pergantian Tsar Nicholas diwarnai serangkaian perselisihan dan intrik, serta menimbulkan situasi kacau di negara itu. Orang-orang tertentu yang ingin mengembalikan stabilitas dengan menumbangkan rejim tersebut berencana mengkudeta sang Tsar baru. Mereka mempunyai banyak pendukung di kalangan tentara. Merasa percaya diri dengan dukungan ini, sejumlah serdadu revolusioner bersama sejumlah orang sipil bergerak ke istana Tsar di ibukota St. Petersburg pada tanggal 14 Desember 1825. Dalam kontak senjata melawan tentara Tsar, kelompok revolusioner itu dikalahkan. Mereka dinamai ”kelompok Desember” sesuai dengan bulan terjadinya upaya revolusi mereka. Para pemimpin kelompok ini dibekuk dan lima orang digantung.

Kelompok Desember tak lain daripada para Mason.... Para perwi-ra, intelektual, dan penulis yang membentuk kelompok tersebut adalah anggota dari loge-loge yang dilarang oleh Tsar Alexander tiga tahun sebelumnya. Salah satu dari Mason yang revolusioner ini adalah penu-lis terkemuka Count Pushkin. 134

Meski usaha Kelompok Desember berakhir dengan kegagalan, pa-ra Mason tidak menghentikan niat mereka untuk menggulingkan Tsar. Mereka senantiasa memainkan peran penting dalam kelompok-kelom-pok penentang rezim Tsar. Pada Revolusi Pebruari 1917, pemimpin-nya, Alexander Karensky, dan hampir semua pendukung dekatnya adalah Mason.135 Begitu pula, pemerintahan yang baru mayoritas terdiri dari orang-orang Mason.136 Satu-satunya kontribusi historis Pemerin-tahan Kerensky di usianya yang pendek itu adalah menyerahkan nega-ra ke tangan Lenin dan kaum Bolsheviks pimpinannya.

Masonry Abad Kedua Puluh: Diam-Diam Dan Dari Kejauhan

Tentunya tampak bahwa sejauh yang telah kita kaji, ak-tivitas kaum Mason di negara seperti Prancis, Jerman, Italia, dan Rusia, jelas-jelas menunjukkan sasaran Masonry berupa revolusi sosiopolitis. Masonry hendak membangun sebuah tatanan baru di mana lembaga-lembaga keagamaan dan keyakinan religius dihapuskan, dan untuk mencapai tujuan ini mereka telah berupaya menggulingkan monarki-mo-narki pendukung agama. Pada banyak negara Eropa, loge-loge Masonik menjadi pusat berkumpulnya para penentang agama, di sana disusun konspirasi untuk berbagai kudeta, pemberontakan, pembunuhan, plot politis dan politik antiagama. Di balik aneka aktivitas tersebut, baik berskala kecil atau besar, yang telah berlangsung sejak Revolusi Prancis di tahun 1789 hingga abad kedua puluh, ditemukan pengaruh Masonry.

Ritus Aneh Di Kuil Humanisme

Strange Rites in the Temple of Humanism

Kaum Mason ingin menjadikan seluruh dunia se-bagai sebuah “kuil”. Namun, kuil yang mereka mimpikan bukan kuil agama sejati melainkan kuil humanisme. Mereka mengimpikan sebu-ah dunia tempat humanitas diberha-lakan, dan manusia telah sepenuhnya mengingkari agama sejati, serta filosofi evolusionis diang-gap sebagai satu-satunya filosofi yang benar.

Di dalam teks Masonik, sebuah upacara aneh yang diselenggara-kan untuk maksud ini dijelaskan:

Saat ini, sebuah agama universal sedang mewujud, seperlahan-lahan mungkin, sehingga dapat memuaskan kesadaran akan artinya yang sepenuhnya…. Bersamaan dengan agama universal ini, sebuah moralitas akan terbangun sepadan dengan pandangan akan dunia…. Agama seperti ini akan menyatukan umat manusia di alam semesta. Itulah MASONRY. Agama ini akan diteruskan dari hati ke hati. Kuil agama ini kelak adalah kuil humanitas. Di antara himne yang dinyanyikan di dalam kuil ini barangkali Simfoni ke-9 Beethoven, komposisi musik paling mulia yang pernah muncul dari jiwa manusia….

Alih-alih daging dan darah banteng sebagaimana pada upacara-upacara Mithra, kita merayakan kelahiran ini dengan memakan roti dan meminum anggur merah. Di sini kita bersatu di dalam keperca-yaan bersama yang mempunyai karakter sebuah komuni. Di sebuah tahun baru, Saya ingin membaptiskan perjuangan suci kita ini dan mengakhirinya: Makanlah sepotong roti lagi, saudara-saudaraku, ka-lian adalah misionaris agama ini, biarlah semua orang suci yang berba-gi roti ini menjadi teman. Saudara-saudaraku, untuk menjadi saudara sedarah, minumlah seteguk nyala lagi dari gelas anggur kalian. (Mason, Tahun, 29, No. 40-41, 1981, hlm. 105-107)

Menurut sejarawan Inggris Michael Howard, loge-loge Masonik memfokuskan upaya mereka pada paro kedua abad kesembilan belas untuk menumbangkan dua Kekaisaran penting yang tersisa: Kekaisar-an Austro-Hungaria dan Rusia, dan dapat mencapai sasaran mereka se-bagai akibat Perang Dunia I.

Dengan kata lain, pada awal abad kedua puluh, dalam skala luas, Masonry telah mencapai sasaran revolusi sosiopolitiknya.

Oleh karena itu, abad kedua puluh bukanlah sasaran revolusi Ma-sonik. Karena beranggapan tidak menghadapi halangan lagi, alih-alih merencanakan plot-plot politik, kaum Mason lebih suka menyebarkan filosofi mereka. Mereka menebarkan filosofi materialis dan humanis kepada massa dengan kedok sains, atau melalui seni, media, sastra, musik dan semua wahana budaya populer. Dengan propaganda ini kaum Mason tidak bermaksud menghapuskan agama-agama ilahiah melalui sebuah revolusi seketika; mereka hendak mencapainya me-lalui jangka panjang, dan memperkenalkan filosofi mereka kepada semua orang sedikit demi sedikit.

Seorang Mason berkebangsaan Amerika menyimpulkan metode ini sebagai berikut:

Freemasonry bekerja dengan diam-diam, namun ini adalah kerja bagaikan sebuah sungai yang dalam, yang diam-diam mendorong menuju lautan.137

The materialist-humanist dogma

Dogma materialis-humanis yang didukung oleh kaum Mason telah membawa penderitaan yang sangat terhadap kemanusiaan di abad kedua puluh. Perang Dunia II menewaskan 55 juta manusia. Foto tentara yang gugur dengan wajah hancur oleh bom di dekat Stalingrad, hanyalah satu contoh dari penderitaan besar manusia yang diciptakan oleh ideologi “humanis”.

Pendeta tinggi J.W. Taylor, dari negara bagian Georgia di AS, membuat komentar menarik ini tentang hal yang sama:

Pengalihan tema-tema lama dan pembentukan yang baru tidak selalu timbul dari penyebab yang segera tampak yang ditetapkan dunia, namun merupakan kulminasi dari prinsip-prinsip yang telah bekerja selama bertahun-tahun dalam pikiran manusia, sampai akhirnya wak-tu yang tepat dan lingkungan yang sesuai menghidupkan kebenaran laten itu... menggairahkan semua dengan sebuah penyebab umum yang kuat dan menggerakkan bangsa-bangsa laksana satu diri menuju pewujudan akhir yang agung. Dengan prinsip inilah Lembaga Free-masonry menyebarkan pengaruhnya ke dunia manusia. Freemasonry bekerja secara diam-diam dan rahasia, namun menerobos semua celah masyarakat dalam banyak relasinya, dan mereka yang menerima ba-nyak kebaikannya terpesona akan pencapaiannya yang luar biasa, tetapi tidak dapat menduga dari mana datangnya.138

Menurut majalah Voice yang diterbitkan oleh Loge Besar di Chica-go, ”Maka, secara diam-diam namun pasti dan berkesinambungan, Masonry mengisi struktur besar masyarakat manusia” 139 ”Pengisian struktur besar” ini akan terwujud ketika dasar-dasar filosofi Masonik materialisme, humanisme, dan Darwinisme diterima masyarakat.

Aspek paling menarik dari strategi diam-diam dan jauh ini adalah bahwa para Mason yang melaksanakannya hampir tidak pernah meng-ungkapkan bahwa hal itu dilaksanakan atas nama Masonry. Mereka melakukan pekerjaannya di bawah berbagai identitas, judul, posisi ke-kuatan yang berbeda, namun mereka menyebarkan filosofi yang mere-ka ambil melalui Masonry kepada masyarakat. Seorang Imam Mason Turki, Halil Mulkus, menjelaskan ini dalam sebuah wawancara bebera-pa tahun yang lalu.

Masonry sebagai Masonry tidak melakukan sesuatu pun. Masonry menuntun pribadi-pribadi; dan pribadi-pribadi yang terlatih di sini, serta para Mason yang berkontribusi bagi produksi perkembangan intelektual berada pada berbagai tingkat dalam karir mereka di tempat tinggal mereka di dunia. Mereka adalah rektor-rektor universitas, pro-fesor, menteri negara, dokter, kepala administrasi di rumah sakit, pengacara, dan sebagainya. Di mana pun mereka hidup, mereka ber-tekad keras untuk menyebarkan ide-ide Masonik yang telah memben-tuk mereka ke tengah masyarakat.140

Namun, ide-ide ini, yang dengan gigih dikaji dan coba diindoktri-nasikan kepada masyarakat, sebagaimana telah kita pahami pada bagi-an-bagian sebelumnya, tidak lebih dari kebohongan. Filosofi Masonry berakar dari berbagai sumber seperti mitos-mitos Mesir Kuno, Yunani Kuno, dan Kabbalah. Dalam hasrat mereka untuk menyampaikan mitos-mitos ini kepada masyarakat, terkemas dalam paket sains dan logika, Mason menipu baik diri mereka maupun orang lain. Dalam era globalisasi, inilah peran ”Freemasonry Global”.

Hasil dari kebohongan ini sangat merusak. Program menjauhkan masyarakat dari agama yang dijalankan oleh Masonry di abad ke-delapan belas dan kesembilan belas, membangkitkan berbagai ideologi neo-pagan seperti rasisme dan fasisme, serta ideologi sekuler dan kejam seperti komunisme. Penyebaran Darwinisme sosial mengubah manu-sia menjadi hewan yang berjuang untuk keberadaannya, yang hasil brutalnya muncul di paro kedua abad kesembilan belas dan kedua pu-luh. Perang Dunia I adalah hasil karya para pemimpin Eropa yang, atas anjuran Darwin, memandang perang dan pertumpahan darah sebagai kebutuhan biologis. Selama perang, sepuluh juta orang mati sia-sia. Perang Dunia II yang mengikutinya, yang menyebabkan kematian 55 juta orang, juga merupakan hasil karya totalitarianisme, seperti fasisme dan komunisme, yang merupakan hasil dari benih sekularisme militan yang ditaburkan oleh kaum Mason. Di seluruh penjuru dunia, selama abad kedua puluh, semua perang, konflik, kekejaman, kesewenang-we-nangan, eksploitasi, kelaparan, dan kemerosotan moral yang destruk-tif, pada dasarnya adalah produk dari berbagai filosofi dan ideologi tak beragama. (Untuk rinciannya, lihat karya Harun Yahya, Kehancuran yang Dibawa Darwinisme terhadap Kemanusiaan).

Singkatnya, filosofi Masonry telah berbuah kepahitan. Kejadian-nya tidak bisa sebaliknya sebagaimana pada hukum ilahiyah. Secara historis, orang-orang pagan yang menolak agama Tuhan itu, dengan merujuk pada berbagai mitologi tradisional dan agama nenek moyang mereka, menempuh jalan menuju kehancuran. Freemasonry, sebuah pewujudan masa kini dari paganisme ini, sedang menyeret diri mereka, dan seluruh dunia kepada jurang kebinasaan.

Oleh karena itulah umat manusia harus melindungi diri dari po-tensi malapetaka ini, dengan mengatasi intimidasi dari apa dirujuk oleh Bediuzzaman Said Nursi, seorang sarjana Islam, sebagai ”penyakit yang bernama materialisme dan naturalisme”, dan dengan begitu mempertahankan keimanan masyarakat.

street

Footnotes

119 Neset Sirman, "Masonlugun Ilk Devirleri" (The First Periods of Masonry), Mimar Sinan, 1997, No. 104, p. 41, (emphasis added)

120 Naki Cevad Akkerman, "Politika ve Masonluk" (Politics and Freemasonry), Mimar Sinan, September 1968, No. 7, pp. 66-67

121 Daniel Willens "The Hell-Fire Club," Gnosis, no.24, Summer 1992, (emphasis added)

122 For the relationship of Enlightenment and French Revolution with Masonry, see Harun Yahya, Yeni Masonik Duzen (New Masonic Order), pp. 203-215

123 Michael Howard, The Occult Conspiracy, p. 69

124 Compterendu Gr. Or., 1903, Nourrisson, "Les Jacobins," 266-271; The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," NewAdvent,(http://www.newadvent. org/cathen/09771a.htm), (emphasis added)

125 The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org /cathen/09771a.htm), (emphasis added)

126 The Catholic Encyclopedia, http://www.newadvent.org/cathen/09771a. htm#VIII

127 Nur Safa Tekyeliban, "Taassuba Karsi Mucadele" (Struggle Against Bigotry): From the Speech of Brother Gambetta made on July 8, 1875 in Clémente Amitié Lodge," Dogus Kolu Yilligi: Ankara Dogus Mahfili Çalismalari (Dogus Branch Yearbook: Ankara Dogus Society Studies) , 1962, Kardes Press, Ankara, 1963, p. 19

128 The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771a.h tm), (emphasis added)

129 Louis L. Synder and Ida Mae Brown, Bismarck and German Unification, New York, 1966,pp. 90-91, (emphasis added)

130 The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771 a.htm), (emphasis added)

131 Elbridge Colby,"In Hitler's Shadow: The Myth of Nazism's Conservative Roots," In Bad Faith?: Politics and Religion at Harvard, October 13, 1999

132 Alec Mellor, The Royal Arch Mason, Spring 1972

133 The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771 a.htm)

134 Michael Howard, The Occult Conspiracy, p. 105

135 Stephen Knight, The Brotherhood: The Explosive Expose of the Secret World of the Freemasons, HarperCollins, 1985, p.33

136 Daniel Ligou, Dictionnaire de la Franc- Maconnerie, p.1064

137 The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771 a.htm), (emphasis added)

138 The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771 a.htm), (emphasis added)

139 Voice, Chr. 1889, II, 257 sq.; The Catholic Encyclopedia, "Masonry (Freemasonry)," New Advent, (http://www.newadvent.org/cathen/09771 a.htm), (emphasis added)

140 "Masonluk Gucunu Yitiriyor mu?" (Is Freemasonry Losing its Power?), Nokta, October 13, 1985, vol. 40, p. 30

BAGIKAN
logo
logo
logo
logo
logo
Unduhan
  • Pendahuluan
  • Bab 1. Dari Ordo Templar ke Mesir Kuno
  • Bab 2. Kisah di Balik Kabbalah
  • Bab 3. Mengkaji Ulang Humanisme
  • Bab 4. Mengkaji Ulang Materialisme
  • Bab 5. Mengkaji Ulang Teori Evolusi
  • Bab 6. Perang Masonik Melawan Agama
  • Kesimpulan