Pendahuluan

"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka."
(QS. Al Israa', 17: 64)

Ada bahaya tak kentara yang menuntun orang-orang menjauhi agama, mencegah mereka tunduk kepada Allah sebagai Tuhan mereka, dan pada akhirnya menimpakan pelbagai kesulitan dan kesukaran pada mereka. Bahaya ini bisa dikenali di dalam banyak bidang kehidupan kita: kepalan tinju fasis, nyanyian kebangkitan komunis, atau kata-kata dalam surat yang ditulis seorang pemuda untuk mengungkapkan cinta kepada pujaan hatinya. Semua itu keluar dari sumber kejahatan yang sama.

Aspek yang paling mengganggu dari bahaya ini adalah bahwa kebanyakan orang tidak melihatnya sebagai bahaya sama sekali. Mereka juga tidak menyadari bahwa ini sebenarnya pemikiran yang sepenuhnya bertentangan dengan agama. Bahkan, banyak orang memandangnya bukan sebagai kesalahan berbahaya, melainkan sebagai kebaikan yang harus didorong dan dikembangkan seluas-luasnya.

Bahaya yang kita bicarakan ini adalah sentimentalitas yang menun-tun orang untuk hidup bukan berdasarkan akal sehatnya melainkan menurutkan emosinya; yaitu, berdasarkan nafsu, kebencian, kerenta-nan terhadap godaan, dan kekeraskepalaan.

Sentimentalitas sudah menjadi bagian budaya kebodohan yang sekarang ini telah mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Sesungguhnyalah, ini adalah salah satu senjata yang dipakai setan untuk membelokkan manusia dari jalan Allah, karena orang yang jatuh ke dalam cengkeraman sentimentalisme akan kehilangan kemampuan untuk menggunakan akal sehatnya. Dan apabila dia tidak mampu menggunakan akal sehatnya, maka dia tidak bisa menghayati kenyataan bahwa Allah telah menciptakannya, tidak bisa mengenali tanda-tanda dan maksud-Nya, juga tidak bisa hidup sesuai dengan kebenaran agung agamanya. Kehidupan yang dijalani dengan benar adalah yang bergantung pada penggunaan akal sehat, karena Allah menurunkan Al-Quran "supaya manusia memahami ayat-ayat-Nya dan supaya manusia yang berpikir menyadarinya".

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (QS. Shaad, 38: 29)

Lebih tepatnya, jika penyakit sentimentalisme ini tidak diatasi, manusia tidak mungkin memahami atau menjalankan agama dengan sebenar-benarnya. Lagipula, tanpa usaha penyembuhan, penyakit sentimentalisme ini akan menutup kemungkinan bagi penyelesaian atas persengketaan yang tiada akhir, penderitaan yang tidak ber-perasaan, penyerangan, kesulitan dan kekejaman yang ditimbulkan manusia atas diri mereka sendiri di dunia ini.

Buku ini akan membahas sentimentalisme dengan mempertim-bangkan beberapa contoh dari budaya kebodohan ini, baik yang tercatat dalam sejarah maupun pada kehidupan kita sehari-hari. Tidak seorang pun boleh menganggap dirinya kebal dari bahaya ini; sebaliknya, setiap orang harus menjaga diri dari lumpur yang dibuat setan untuk menjebak kita ini.