"Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri."
(QS. Yunus, 10: 44)
Di samping menyebabkan kerusakan mental dan spiritual, romantisisme juga menyebabkan kelemahan jasmani. Yang terpenting adalah perubahan fisik nyata yang tak bisa disembunyikan seseorang. Suatu hal yang alami jika seseorang menderita tekanan mental, ketegangan, dan kekhawatiran, semuanya pasti terefleksi pada penampilan luarnya. Ekspresi wajah, gerakan tangan dan nada suara, semuanya mengungkapkan fakta bahwa kepribadiannya dikuasai sentimentalitas.
Kita bisa mengenali jejak fisik yang ditinggalkan penyakit mental atau psikosomatik dalam diri orang-orang emosional. Ketika tubuh mereka kehilangan daya tahan fisik, mereka menjadi lemah, sistem kekebalan mereka ambruk, dan mereka sering jatuh sakit atau penyakit yang diidap menetap tanpa ada kesembuhan.
Masalah mental yang disebabkan sentimentalitas terwujud dalam kondisi-kondisi fisik dan pelbagai penyakit. |
Bersama penyakit ini muncul pelbagai perubahan lain: Seseorang mungkin kehilangan rambutnya, atau beruban sebelum waktunya dan tampak tiada gairah hidup; kulit kehilangan kelembaban dan elastisitasnya dan menjadi kering, menebal, berkerut, dan pecah-pecah, dan akibatnya mudah terkena infeksi. Apalagi, karena regenerasi sel-sel kulit lambat, orang itu tampak memiliki keadaan kulit permanen seperti itu; wajahnya pucat dan matanya redup. Oleh karena itu, terbukti bahwa orang-orang dengan kecenderungan melankoli romantik, yang terus-menerus menciptakan masalah bagi dirinya sendiri, menjadi tua lebih dini. Tubuh mereka tidak bisa menahan ketegangan terus-menerus, luapan emosi dan kegelisahan mental selama bertahun-tahun. Sebagai konsekuensinya, mereka menunjukkan tanda-tanda penuaan dini dan bentuk lain kemunduran fisik yang serius.
Bukan hanya itu kerusakan fisik yang disebabkan oleh sentimentalitas terhadap seseorang. Kesedihan batin dan melankolinya terpancar pada wajah dan dalam perilakunya; semua dinamisme, semangat, dan keceriaan untuk hidup dan cinta berkurang serius dan, akibatnya, demikian pula kesehatan fisiknya. Karena kesuraman matanya, penipisan dan kekusaman rambutnya, dan ketegangan urat wajahnya itu, ekspresinya tampak tegang, kelam dan tidak menyenangkan. Ini hanyalah beberapa peru-bahan fisik yang mungkin terjadi. Sebaliknya, orang-orang yang ceria, tenang dan terkendali, hidup lebih lama dibandingkan orang-orang yang tegang, stress dan mudah menangis, dan fakta bahwa mereka lebih sehat sudah terbukti secara ilmiah.
Lebih jauh, dihadapkan dengan perubahan-perubahan fisik ini, mereka memperburuk hidup mereka yang sudah seperti mimpi buruk, alih-alih memikirkan kefanaan dunia, ketidakberdayaan diri di dalamnya, dan berserah diri kepada Allah. Karena mereka tidak mempertimbangkan hikmah menjadi tua dan efek-efeknya, mereka berputus asa dan terperangkap dalam kegeli-sahan berkelanjutan. Terpe-rangkap dalam lingkaran setan ini, mereka tidak beranjak dari beban yang secara fisik tidak bisa mereka singkirkan. Bahkan, para dokter telah mengindikasi-kan bahwa sejumlah penyakit disebabkan oleh kesedihan, kekhawatiran dan stres, dan satu-satunya obat adalah dengan menemukan keceriaan dan menjadi lebih optimistik.
Sudah ditemukan bahwa masalah tidur dan masalah makan, tekanan darah tinggi dan darah rendah, masalah-masalah perut, ginjal dan jantung, asma, alergi, eksim, penyakit kulit psoriasis, migrain, kanker, dan banyak penyakit lainnya, berawal dari masalah psikologis yang berkaitan dengan stres dan depresi. Ketika tubuh dihadapkan dengan stress, ada reaksi biokimia yang menyebabkan konsumsi energi meningkat hingga maksimum, dan jika tingkat stres ini berlanjut, hasilnya adalah ketidakseimbangan dalam fungsi-fungsi tubuh.
Para ahli telah menuliskan hubungan antara stress dan rasa sakit sebagai berikut:
Ada korelasi signifikan antara stress dan ketegangan serta rasa sakit yang ditimbulkannya. Ketegangan akibat stres menyebabkan vena terkontraksi, sehingga mencegah aliran darah mengalir ke daerah tertentu di dalam otak. Di lain pihak, membiarkan jaringan tanpa darah untuk sementara waktu merupakan penyebab langsung rasa sakit, mungkin karena kebutuhan ekstra akan oksigen di dalam jaringan yang tegang ini, juga kekurangan darah dalam jaringan menstimulasi reseptor-reseptor rasa sakit khusus. Sementara itu, zat adrenalin dan non-adrenalin yang mempe-ngaruhi sistem saraf selama stress berlangsung, dilepaskan. Ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan ketegangan otot-otot. Jadi, rasa sakit menyebabkan ketegangan, yang pada gilirannya menimbulkan kegelisahan, yang kemudian meningkatkan rasa sakit.16
Kondisi-kondisi yang terkait dengan stres dan depresi, seperti hilangnya memori, berkurangnya konsentrasi, ketiadaan penilaian dan pemikiran jernih, kegugupan, dan perilaku tidak terkendali, bisa dikenali pada orang-orang yang tidak beriman, sementara orang-orang beriman selalu dalam keadaan sehat dan seimbang secara spiritual dan mental. Ini karena kedamaian pikiran dan keceriaan kekal yang sebenarnya hanya bersumber dari penyerahan diri kepada Allah dan kerelaan menempatkan diri di tangan-Nya. Kegembiraan dan kedamaian pikiran orang beriman tidak pernah meninggalkannya, karena dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan pada takdir yang telah ditentukan Allah, dan menjalani hidupnya dengan mempercayai-Nya. Dengan rahmat Allah, dia terhindar dari kerusakan fisik seperti ini.
Perasaan melankoli yang ditanamkan romantisisme pada diri orang-orang merupakan penyakit mengerikan yang hanya bisa dihilangkan dengan kepasrahan dan keceriaan yang datang dari keimanan. Orang-orang beriman, dalam perjalanan menuju surga, akan selalu memanjatkan puja-puji kepada Allah dengan kata-kata berikut:
"Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri..." (QS. Faathir, 35: 34)