Orang tertipu oleh tawaran memperdayakan dari bank-bank ini sehingga berkeyakinan bahwa uang riba akan menjadi penyelamat mereka. Mereka percaya bahwa dengan tidak membelanjakan uang, dengan menabungnya di bank-bank, mereka akan mampu mendapatkan keuntungan secara cepat. Mereka membayangkan bahwa sistem tersebut akan aman dari resesi dan kebal dari keruntuhan. Mereka mungkin belum pernah mengira bahwa mereka akan menderita akibat menerapkan sistem riba yang telah dilarang Allah. Padalah, Tuhan kita Yang Mahakuasa berfirman di dalam Al Qur’an:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS. Al Baqara, 2:275-276)
Jika gagasan bahwa “yang kuat menginjak yang lemah” dijadikan pegangan akhlak dalam masyarakat, dan jika nilai-nilai akhlak merosot karenanya, serta jika perhatian utama dalam hidup adalah menambah kekayaan si hartawan dan si kuat disebabkan serakah menimbun harta, maka ekonomi berubah menjadi “kapitalisme biadab.” Kapitalisme biadab adalah sebuah sistem, yang di dalamnya tidak ada bantuan yang diberikan kepada kaum fakir dan miskin, yang di dalamnya mereka bahkan didzalimi, yang di dalamnya ketimpangan sosial dianggap sebagai “keadaan alamiah” daripada sebuah masalah. Sebagai keharusan dari kapitalisme biadab, kaum miskin harus disingkirkan. Negeri-negeri miskin tidak memiliki hak untuk hidup. Menurut sudut pandang menyesatkan ini, pihak kuat harus tumbuh selalu lebih kuat dan lebih kaya. Itulah mengapa uang tunai disimpan dalam sistem bunga untuk memperkaya si hartawan, daripada digunakan menolong si miskin atau membiayai produksi. Pemikiran mendasar yang dijadikan landasan berpijak kapitalisme biadab, tentu saja, Darwinisme.
Islandia dalam krisis keuangan dunia adalah satu lagi contoh mengenaskan yang diakibatkan oleh sistem kapitalis, materialis. Sehubungan dengan Islandia, kiranya kita juga perlu menegaskan bahwa bukanlah kejutan jika dampak Darwinisme sosial telah mengemuka sangat cepat di negeri itu. Menurut sebuah jajak pendapat yang dilakukan majalah Science di 34 negara di tahun 2005, Islandia muncul sebagai negeri dengan tingkat keyakinan tertinggi kepada Darwinisme:
Darwinisme telah menjadi malapetaka terburuk hingga kini – sesuatu yang telah menimpakan kekacauan, teror, perang, pembantaian dan ketidakamanan kepada masyarakat. Para pemimpin komunis dan fasis yang membantai sejumlah besar manusia – Lenin, Stalin, Marx, Mao dan Hitler – dengan cermat menyatakan bagaimana mereka mengambil ajaran-ajaran Darwin sebagai panutan mereka. Kapitalisme biadab yang menjadi berkuasa akibat gagasan “yang kuat mengalahkan yang lemah” ini, yang berupaya diterapkan kepada seluruh masyarakat, menganjurkan penyingkiran kaum miskin, dan pemerasan mereka oleh kaum kaya dalam rangka semakin memperkaya diri mereka sendiri. Keruntuhan keuangan mengerikan yang kini sedang menimpa seluruh dunia, dan khususnya Islandia Darwinis, adalah bukti nyata bencana akibat Darwinisme.
Agar sumber-sumber daya dunia dapat digunakan secara adil dan bermanfaat, dan agar kaum fakir dan miskin, yang telah diterlantarkan hingga kelaparan dan melarat, hidup dalam kesetaraan dan secara manusiawi, maka amatlah penting untuk menghapuskan pengaruh pemikiran Darwinisme di segala penjuru dunia. Selama Darwinisme masih dipelihara, kesusahan, kesulitan, keruntuhan dan ketegangan dalam masyarakat Darwinis akan tetap berlangsung dan berkembang. Jika masyarakat ingin membebaskan diri mereka sendiri dari kesusahan dan kesulitan, mereka harus membebaskan diri mereka sendiri dari cara pandang dan tabiat Darwinis. Sebaliknya, mereka wajib melihat nilai-nilai ajaran Al Qur’an. Sementara Darwinisme sosial menanamkan pemikiran penindasan kaum lemah dan persaingan tanpa belas kasihan, akhlak yang diajarkan di dalam Al Qur’an memerintahkan kebajikan-kebajikan seperti menolong dan melindungi kaum lemah, kesetiakawanan dan kasih sayang. Ketika orang menjalani hidup dengan nilai-nilai akhlak Al Qur’an, malapetaka riba akan berakhir dan uang tidak perlu lagi disimpan tersembunyi di bank-bank. Zakat akan diberikan kepada si miskin, dan dengan demikian si miskin memiliki daya beli sendiri, akibatnya produksi akan meningkat, pabrik-pabrik akan mulai bekerja dengan perkasa, pasar akan bangkit kembali, dan jual beli akan tumbuh ke tingkat yang lebih tinggi dari yang pernah ada. Kemiskinan akan berakhir, dan kaum kaya akan menjadi lebih kaya dan hidup dalam kedamaian.Menurut nilai-nilai ajaran Al Qur’an, di antara hal yang sangat penting adalah tawakkal seseorang kepada Allah. Ini berarti memahami bahwa segala harta benda adalah milik Allah, mengimani dengan sepenuh hati bahwa Allah-lah Yang meindungi orang saat ini dan di masa mendatang, dan bergantung hanya kepada-Nya. Karena itu, masyarakat yang hidup berdasarkan nilai-nilai ajaran Al Qur’an akan menikmati kedamaian dan ketentraman pikiran yang muncul dari tawakkal kepada Allah, dan orang-orang dalam masyarakat itu tidak akan mengalami kecemasan mengenai masa depan, dan akan hidup dengan aman.
Terpenting dari semua, oleh karena semua hal ini dilakukan demi mengharap ridha Allah, karena zakat diberikan demi mengharap ridha Allah, dan disebabkan orang bertawakkal kepada Allah demi meraih ridha-Nya, Tuhan Mahakuasa kita akan memberi pahala mereka dengan keberlimpahan dan balasan terbaik di dunia ini dan di akhirat. Dan Allah Maha Mengetahui.
Inilah jalan keluar satu-satunya, bagi Islandia dan bagi dunia selebihnya. Sebagaimana Tuhan kita berfirman dalam sebuah ayat:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Surat Ar Rum 30:39)